Berita Bangka Tengah
Marak Kasus Pencabulan Terhadap Perempuan dan Anak, Sembuhkan Trauma Korban
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bangka Tengah berkomitmen ingin menyembuhkan trauma perempuan dan korban kekerasan seksual.
Penulis: Arya Bima Mahendra | Editor: nurhayati
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bangka Tengah berkomitmen ingin menyembuhkan trauma perempuan dan anak-anak korban kekerasan seksual.
Pasalnya, dalam beberapa waktu terakhir, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Bangka Tengah marak terjadi.
Bahkan, beberapa kasus tersebut terjadi dilingkungan terdekat korban, seperti keluarga, tetangga dan lain sebagainya.
Kepala Unit (Kanit) PPA Satreskrim Polres Bangka Tengah, Bripka Asra Jumeini mengungkapkan, dalam satu bulan terakhir terdapat empat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
"Peristiwanya beragam, ada yang korbannya anak kandung sendiri, terus ada juga yang korbannya adalah seorang anak remaja disabilitas. Dan yang terakhir kemarin dari seorang ibu-ibu yang diperkosa oleh tetangganya sendiri," ungkap Asra kepada Bangkapos.com, Kamis (1/9/2022).
Baca juga: Banyak yang Pensiun, Bangka Belitung Kekurangan Guru, Begini Saran Ketua PGRI
Baca juga: Seorang Pria di Parittiga Ditemukan Tewas Tertimbun Longsor di Lokasi Bekas Tambang Timah
Menurutnya, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang ada di Bangka Tengah pada tahun ini bisa jadi lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Kalau tahun sebelumnya tindak asusila ini banyak terjadi di Kecamatan Lubuk Besar. Tapi kalau tahun ini nampaknya banyak di Kecamatan Sungaiselan," katanya.
Dia menilai, ada beberapa hal yang membuat tindakan asusila bisa terjadi dan memangsa korban, khususnya anak-anak.
Misalnya, kurangnya pengawasan orang tua dalam mengawasi anaknya saat bermain gadget.
"Saat ini kan akses informasi jadi lebih mudah. Tapi terkadang itu justru menjadi bumerang karena kurang kontrol dari orang tua sehingga banyak anak-anak yang mengakses konten-konten dewasa dan negatif," kata Asra.
Lanjutnya, jika tidak dibarengi dengan edukasi dan penjelasan yang baik, maka anak tersebut akan lebih mudah dipengaruhi dan berpotensi menjadi korban predator seksual.
Selain itu, faktor pendidikan juga dinilai cukup berpengaruh, baik pendidikan anak maupun orangtuanya.
Pasalnya, kurangnya edukasi seksual yang diajarkan atau diterima anak akan membuatnya lebih mudah terjerumus menjadi korban tindakan asusila.
Baca juga: Briptu Aulia Triasari Menjadi Anggota Polri Terinspirasi dari Sang Ayah Pensiunan Anggota TNI
Baca juga: Tinggal Menghitung Hari Begini Persiapan Pemda Hadapi Event G20 di Belitung, Menu Lokal Jadi Andalan
Oleh karena itu, Asra mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memberantas tindakan asusila terhadap perempuan dan anak-anak melalui berbagai cara, baik langkah preventif maupun penyembuhan trauma yang dialami korban.
"Biasanya, korban asusila ini perilakunya akan cenderung berubah. Bahkan saat diperiksa pun kondisinya kerap labil dan terkadang tidak mau berbicara," ungkap Asra.
Oleh karena itu, pihaknya memiliki beberapa treatment agar para korban asusila bisa lebih terbuka dan mau menceritakan permasalahannya untuk kemudian dicarikan solusinya.
"Dalam beberapa kasus, ada korban asusila yang sampai tidak mau berbicara. Kalau kondisinya sudah begitu, biasanya kami minta mereka menuliskan seluruh isi hatinya di sebuah kertas," ungkapnya.
Setelah itu, barulah dilakukan pendampingan oleh psikolog yang akan terus memantau perkembangan korban supaya benar-benar lepas dari traumanya.
"Pendampingan oleh psikolog akan terus dilakukan sampai korban benar-benar sembuh dari traumanya. Itu kami lakukan melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah dan UPTD yang berada di tingkat kecamatan," kata Asra.
(Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra)
