Tribunners

Merayakan Kemerdekaan, Mempersiapkan Ketidakpastian di Negeri Serumpun Sebalai

Hal yang perlu dipahami dalam fenomena resesi ekonomi global adalah dampaknya yang merusak

Editor: suhendri
ISTIMEWA
Dr (C) Diah Vitaloka, S.IP., M.M., CRGP., CIERM. - Dosen STIE Pertiba 

Oleh: Dr (C) Diah Vitaloka, S.IP., M.M., CRGP., CIERM. - Dosen STIE Pertiba

PERAYAAN Kemerdekaan Indonesia di usianya yang ke-77, tentu saja membawa perayaan baru. Bangsa yang kini makin matang, dan terus belajar dari roda sejarah, yang membawa kita ke tonggak baru yang terus diukir hingga saat ini. Pandemi Covid-19 yang mulai mereda meskipun belum berakhir, yang telah kita alami gelombang-gelombangnya. Dan di hadapan ini semua satu fase lagi yang akan hadapi di depan: resesi ekonomi global.

Banyak ekonom yang mengatakan bahwa Indonesia dengan resiliensi ekonominya tidak akan terpengaruh banyak oleh dinamika ini. "Peluang Indonesia untuk masuk jurang resesi hanya berada di angka 5 persen", "populasi Indonesia yang masif, dan ekonominya yang fleksibel dan mengandalkan konsumen lokal", "Indonesia tidak terlalu terintegrasi dengan ekonomi global, jadi dampak resesi ekonomi juga tidak akan terlalu signifikan." Adalah serangkaian pandangan ekonomi yang relatif terlalu meredam dampak dari dinamika ekonomi dunia ke depan, tanpa mempersiapkan dan melihat isu nyata yang ada di hadapan, dengan kasus yang paling anyar dan dekat di Bumi Serumpun Sebalai sendiri, tingkat inflasi Bangka Belitung yang mencapai 7,77%. Tulisan ini akan mengkaji dinamika ini dari sudut pandang ilmu ekonomi dan kebijakan publik.

Apa Itu Resesi Ekonomi Global?

Resesi ekonomi didefinisikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dalam waktu stagnan dan lama, mulai dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Resesi ekonomi bisa memicu penurunan keuntungan perusahaan, meningkatnya pengangguran, hingga kebangkrutan ekonomi. Resesi ekonomi sendiri ditandai dengan penurunan produk domestik bruto (PDB) dalam dua kuartal beruntun. Berikut beberapa aspek yang menjadi penyebab resesi ekonomi:

Pertama, guncangan ekonomi, yang mendadak seperti pandemi Covid-19, merupakan salah satu penyebab resesi ekonomi, yang ditandai dengan lemahnya daya beli akibat kesulitan finansial. Perang dan konflik berkepanjangan juga menjadi faktor yang dapat menyebabkan guncangan ekonomi, dan tumpukan utang menjadi masalah serius dikarenakan guncangan ekonomi ini. Bahkan sampai titik tidak mampu melunasinya lagi.

Kedua, inflasi. Penyebab resesi ekonomi selanjutnya adalah inflasi. Ketika pada 2020 lalu dunia mengalami resesi akibat pandemi Covid-19, saat ini resesi terjadi karena tingginya inflasi akibat harga komoditas energi yang melesat. Inflasi merupakan kondisi naiknya harga barang dan jasa selama periode tertentu. Inflasi yang berlebihan membuat daya beli masyarakat melemah. Di lain sisi, produksi barang dan jasa bakal menurun. Inflasi juga akan memicu pengangguran, kemiskinan, dan berujung pada resesi.

Ketiga, deflasi. Tak hanya inflasi, deflasi juga bisa menyebabkan resesi ekonomi. Deflasi ditandai dengan turunnya harga barang atau jasa. Sekilas deflasi bisa meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi jika terjadi berlebihan akan merugikan penyedia barang dan jasa, dikarenakan daya beli justru melemah dan aktivitas produksi berkurang.

Keempat, gelembung aset pecah, menjadi aspek selanjutnya yang menyebabkan resesi ekonomi global. Fenomena gelembung aset biasanya terjadi di pasar saham dan properti. Investor mengambil keputusan gegabah yang akhirnya merusak pasar.

Kelima, perkembangan teknologi, juga menjadi penyebab dari resesi ekonomi. Adanya revolusi industri dan dengan adanya artificial intelligence (AI) akan menggantikan banyak pekerjaan manusia. Jika ini terjadi banyak pekerja yang berpotensi menjadi pengangguran dan resesi tak terhindarkan. Perkembangan yang terjadi dalam waktu dekat akan mengarah kepada inflasi di Indonesia sendiri, dimulai dari naiknya harga komoditas energi dunia, yakni bahan bakar minyak.

Sejarah Resesi Ekonomi Dunia & Esensi Kebijakan Publik yang Resilien

Pemahaman mengenai resesi ekonomi dunia juga mengarah kepada sejarah krisis ekonomi ini sendiri yang juga pernah terjadi dalam sejarah dunia. Pada Desember 2008, ekonomi krisis muncul dari Amerika Serikat yang memengaruhi ekonomi global dan berakhir di Juni 2009. Disebabkan oleh faktor keempat yakni gelembung aset yang pecah, dari tingkat pertumbuhan yang meningkat berada di atas 5%, ekonomi berkembang melambat di tahun 2009 dengan mencapai angka 2,8% per tahun, sedangkan untuk negara industri sendiri menciut menjadi -3,4%. Di AS dan Eropa, pemerintah segera menyelamatkan lembaga keuangan dengan menggunakan pajak yang dibayarkan masyarakat.

Pada pertemuan G20, negara dengan ekonomi terbesar dunia menyadari perlunya mendukung ekonomi dunia, dan menyetujui serangkaian kebijakan untuk membangkitkan pertumbuhan. Dalam dinamika kebijakan yang terjadi di AS sendiri, pemerintah AS melalui Bank Sentralnya mulai membeli obligasi untuk memompa dana ke ekonomi, dengan menghimpun dana sebesar 4,5 triliun US$ atau Rp66 juta triliun dalam enam tahun.

Di era pemerintahan Obama, kebijakan Recovery Act menjadi ujung tombak bagi negara ini untuk bebas dari resesi ekonomi, dengan bantuan lebih dari US$800 miliar atau Rp11.850 triliun digunakan untuk membiayai program bantuan dan ditanamkan pada prasarana umum, pendidikan, kesehatan, dan energi terbarukan.

Perjalanan Amerika Serikat untuk menjadi sembuh berlangsung lama, pada masa sepuluh tahun sampai 2017, hampir 7,8 juta rumah hilang karena diambil alih menurut perusahaan data Corelogic. Lebih dari 7,3 juta pekerjaan hilang dari medio bulan Januari 2008 sampai Februari 2010, saat tingkat pengangguran berada di kisaran 10%.

Sumber: bangkapos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved