Vonis kasus Sambo
Perjalanan Karir Richard Eliezer dari 4 Kali Gagal Tes Polisi, Hingga Diperintah Tembak Brigadir J
Siapa Richard Eliezer, perjalanan karirnya menjadi polisi, hingga menjadi sorotan sebagai eksekutor pembunuhan Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo
BANGKAPOS.COM, JAKARTA --Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J alias Nopriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer menyita perhatian masyarakat.
Siapakah dia sebenarnya?
Simak profil dan biodata lengkap Bharada E seperti dirangkum dari berbagai sumber.
Kasus pembunuhan Brigadir J menjadi sorotan setelah diketahui melibatkan sejumlah anggota Polri, termasuk Ferdy Sambo dan sang ajudan Bharada E.
Nama Bharada E alias Richard Eliezer semakin ramai menjadi perbincangan setelah mantan ajudan Ferdy Sambo ini mengajukan diri sebagai justice collaborator atau JC atas pembunuhan berencana Brigadir J.
Sorotan semakin tajam mengarah ke Bharada E setelah jaksa penuntut umum atau JPU melayangkan tuntutan lebih tinggi dari Putri Candrawathi dan dua terdakwa lainnya.
Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Bripka Ricky Rizal dituntut delapan tahun penjara, sementara Bharada E yang juga berperan sebagai JC dituntut hukuman 12 tahun penjara.
Eksekutor pembunuhan brigadir J ini bernama lengkap Richard Eliezer Pudihang Lumiu, yang lahir di Manado, Sulawesi Utara.
Ia lahir 24 tahun yang lalu, tepatnya 14 Mei 1998.
Richard Eliezer merupakan anggota polisi berpangkat Bhayangkara Dua atau golongan Tamtama.
Richard Eliezer atau Bharada E, terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, mengungkapkan kisahnya bergabung dalam korps Polri.
Pemuda bernama lengkap Richard Eliezer Pudihang Lumiu harus melalui perjuangan panjang untuk bisa menjadi seorang polisi.
Pria kelahiran Manado, Sulawesi Utara pada 14 Mei 1998, berulang kali gagal saat tes sebelum resmi diterima menjadi anggota Polri.
Richard diketahui beragama Kristen Protestan dan memiliki media sosial Instagram dengan nama akun @r.lumiu.
Empat kali Richard gagal saat mengikuti serangkaian seleksi Polri.
Selama belum bergabung dengan korps Bhayangkara, Richard harus berjuang mencari nafkah dengan menjadi sopir sebuah hotel di kota tempat tinggalnya.
Kisah ini diungkapkan Richard saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan sidang kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023).
"Setelah menjalani empat kali tes Bintara dan terakhir Tamtama yang di mana sepanjang perjalanan tes yang berkali-kali dari tahun 2016 hingga 2019, selama 4 tahun saya pun juga tetap bekerja sebagai sopir di sebuah hotel di Manado untuk membantu orang tua saya," kata Richard.
"Karena saya tahu untuk menjadi anggota Polri tidaklah mudah bagi saya, tetapi saya terus berusaha," tuturnya.
Richard mengatakan, menjadi anggota Polri khususnya Korps Brimob adalah mimpi dan kebanggaan baginya dan keluarga.
Tumbuh di keluarga yang sangat sederhana membuat Richard ingin terus berusaha membanggakan orang tua.
Oleh karenanya, keluarga begitu berbahagia ketika Richard dinyatakan lulus tes seleksi anggota Polri, bahkan tercatat sebagai peringkat satu di Polda Sulawesi Utara.
"Hal yang sangat membahagiakan dan membanggakan bagi saya dan keluarga di mana cita-cita saya hampir tercapai menjadi seorang prajurit Brimob untuk mengabdi kepada negara dapat saya wujudkan," ucapnya.
Setelah dinyatakan lulus tes, Richard menjalani pendidikan di Watu Kosek, Jawa Timur, terhitung sejak 30 Juni 2019.
Dia pun meninggalkan kota kelahirannya di Manado menuju Jawa Timur dengan membawa bekal sisa tabungannya selama 4 tahun menjadi sopir.
Richard mengenang momen ketika dia hendak merantau. Saat itu, sang ibu melepasnya sambil menangis.
“Mama saya dengan bangga sambil menangis memberi saya semangat dan doa. Saya pun menangis menjawab 'akan menjalankan pendidikan dengan baik agar papa mama bangga'," kata Richard.
"Saat itu papa saya masih bekerja sebagai seorang sopir dan mama saya seorang ibu rumah tangga yang menjalankan kegiatan sosial di gereja," lanjutnya.
Lulus dari pendidikan, Richard resmi bergabung sebagai personel Polri.
Dia mengemban sejumlah tugas hingga pada 30 November 2021 ditunjuk sebagai sopir Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Richard mengaku sangat mencintai pekerjaannya. Tak pernah terpikirkan sebelumnya dia bakal terlibat kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Menurut Richard, dia sangat hormat dan setia pada Ferdy Sambo. Namun, kepatuhan tersebut justru dimanfaatkan Sambo untuk memuluskan rencana jahatnya membunuh Yosua.
"Tidak pernah terpikirkan, ternyata oleh atasan di mana saya bekerja memberikan pengabdian, kepada seorang jenderal berpangkat bintang dua yang sangat saya percaya dan hormati, di mana saya yang hanya seorang prajurit rendah berpangkat Bharada yang harus mematuhi perkataan dan perintahnya, ternyata saya diperalat," kata Richard.
"Dibohongi dan disia-siakan, bahkan kejujuran yang saya sampaikan tidak dihargai, malahan saya dimusuhi," tuturnya.
Richard pun mengaku telah berkata jujur soal kasus kematian Yosua. Bahwa dirinya menembak seniornya itu semata karena perintah atasannya, Ferdy Sambo.
Dituntut 12 Tahun Penjara
Adapun dalam kasus ini, Richard Eliezer dituntut 12 tahun pidana penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Richard dianggap sebagai eksekutor penembak Yosua. Sementara, Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup. Kemudian, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal dituntut 8 tahun pidana penjara.
Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana melakukan pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kasus pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Peran Richard Eliezer alias Bharada E
Bharada E dalam kasus pembunuhan Brigadir J berperan sebagai eksekutor.
Hal tersebut lah yang membuat dirinya dituntut 12 tahun penjara.
"Terdakwa merupakan eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata jaksa dalam sidang agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023), seperti diberitakan Tribunnews.com.
Dalam penjelasannya jaksa Bharada E berperan sebagai penembak Brigadir J.
"Bahwa kesalahan terdakwa dapat dibuktikan sebagai berikut saksi Ricky Rizal yang sebelumnya mengetahui keinginan Ferdy Sambo untuk merampas nyawa almarhum Yosua Hutabarat. Berdasarkan permintaan Ferdy Sambo untuk menemui saksi yang sudah menunggu di lantai tiga rumah Saguling," kata jaksa di persidangan.
"Bahwa setelah mendengar saksi Ricky Rizal, terdakwa Richard Eliezer naik ke lantai tiga rumah Saguling untuk menemui saksi Ferdy Sambo," sambung jaksa.
Kemudian jaksa melanjutkan pada saat menemui Ferdy Sambo terdakwa Bharada E menerima penjelasan dari Ferdy Sambo perihal cerita sepihak dari Putri Candrawathi yang belum pasti kebenarannya soal pelecehan.
"Pada saat disampaikan saksi Ferdy Sambo kepada terdakwa, saksi Putri Candrawathi ikut terlibat dalam pembicaraan tersebut," sambung jaksa.
"Bahwa saksi Ferdy Sambo kemudian mengutarakan niat untuk merampas nyawa almarhum Yosua kepada Richard Eliezer. Dan terdakwa mengatakan kesiapannya," lanjut jaksa.
Dikatakan jaksa bahwa Ferdy Sambo kemudian menyerahkan satu kotak isi peluru yang telah disampaikan sebelumnya untuk terdakwa.
"Bahwa sebagai bagian dari rencana merampas nyawa almarhum Yosua dan saksi Ferdy Sambo mengatakan peran terdakwa hanya untuk menembak almarhum Yosua. Sedangkan Ferdy Sambo berperan menjaga dengan skenario telah lecehkan saksi Putri Candrawathi," kata jaksa.
Atas perbuatannya, jaksa menilai Bharada E melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
(Kompas.com/Singgih Wiryono/Tribunnews.com)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Perjuangan Bharada E Masuk Polri, 4 Kali Gagal hingga Kerja Banting Tulang Jadi Sopir"
Alasan Hakim MA Batalkan Hukuman Mati Ferdy Sambo: Berjasa Kepada Negara |
![]() |
---|
MA Sebut Ferdy Sambo Cs Bisa Segera di Eksekusi di Penjara, PN Jaksel Belum Terima Ekstra Vonis? |
![]() |
---|
Sindiran Tajam Anak Freddy Budiman soal Hukuman Ferdy Sambo: Lebih Suci Bunuh Orang daripada Narkoba |
![]() |
---|
Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati, Presiden Jokowi Minta Keputusan MA Dihormati |
![]() |
---|
Apakah Terpidana Penjara Seumur Hidup Bisa Dapat Remisi? Begini kata Mahfud MD |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.