Bangka Pos Hari Ini

Halaman 10 Bangka Pos Edisi Cetak 8 Maret 2023

Beberapa contoh praktik agroforestry di Indonesia, antara lain, agroforestry tanaman kopi, pohon penghasil kayu dan buah-buahan.

Penulis: Suhendri | Editor: fitriadi
Bangkapos.com
Bangka Pos Edisi Cetak Hari Ini 

Agroforestry Berbasis Kopi dalam Perspektif Perhutanan Sosial (Bagian 2-Habis)

Oleh Oktedy Andryansah - Penyuluh Kehutanan pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

AGROFORESTRY berbasis kopi sudah luas diterapkan di Indonesia.

Beberapa contoh praktik agroforestry di Indonesia, antara lain, agroforestry tanaman kopi, pohon penghasil kayu (cempaka, mahoni, meranti, sengon) dan pohon penghasil buah-buahan (durian, alpukat, nangka, pinang) oleh kelompok tani hutan kemasyarakatan di Pekon Tribudisyukur, Kecamatan Kebon Tebu, Lampung Barat.

Contoh lain adalah agroforestry tanaman obat-obatan dan juga umbi-umbian di bawah pohon penghasil kayu (mahoni, jati, akasia, sonokeling) maupun pohon MPTS (multipurpose tree species) pada hutan rakyat di Wonogiri, agroforestry kopi dan alpukat di Pagaralam, Sumatera Selatan dan agroforestry berbasis kopi di kawasan hutan milik Perum Perhutani (kopi dan pinus) di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Sistem agroforestry ini memungkinkan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan periodik mereka, baik kebutuhan dalam jangka harian, jangka menengah, maupun jangka panjang (Awang et al. 2002).

Selain itu, sistem ini dapat membantu memberikan diversifikasi tambahan pendapatan para petani kopi.

Oleh sebab itu, maka sistem agroforestry dapat mendukung peningkatan nilai lahan pada kawasan hutan yang dikelola sehingga dapat turut membendung aktivitas-aktivitas konversi hutan menjadi bentuk lain yang berdampak negatif bagi kelestarian alam.

Potensi Pengembangan Agroforestry Kopi

Areal izin perhutanan sosial memiliki potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman kopi dengan teknik agroforestry.

Agroforestry kopi ini dapat diterapkan pada areal izin perhutanan sosial dengan berbagai skema, yaitu hutan kemasyarakatan (HKm), hutan tanaman rakyat (HTR), hutan desa (HD), kemitraan kehutanan (KK), maupun hutan adat (HA). Dengan catatan, kesesuaian lahan serta arahan pemanfaatan ruang sesuai rencana kerja perhutanan sosial yang telah disusun harus menjadi bahan pertimbangan.

Kesesuaian lahan ini perlu dipertimbangkan dalam upaya pemilihan jenis bibit yang akan ditanam maupun untuk mengakomodasi zona-zona perlindungan dalam perhutanan sosial.

Supriadi dkk (2015) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa masalah yang dijumpai pada agroforestry berbasis kopi di antaranya tingkat pengetahuan petani tentang budi daya agroforestry berbasis kopi yang rendah, keterbatasan modal usaha dan ketidakpastian status lahan usaha.

Ketiga masalah ini dapat diatasi melalui skema perhutanan sosial, khususnya terhadap masalah status lahan usaha.

Dengan adanya izin/persetujuan pengelolaan perhutanan sosial, masyarakat yang diberikan izin/persetujuan pengelolaan perhutanan sosial memiliki kepastian status atas lahan usaha selama 35 tahun.

Sumber: bangkapos
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved