Berita Bangka Tengah

Nelayan Kurau Gantungkan Hidupnya dari Hasil Melaut, Resah Ada Pendangkalan di Muara Sungai

Para nelayan Kurau yang kesulitan melaut akibat adanya pendangkalan di muara Sungai Kurau.

Penulis: Arya Bima Mahendra | Editor: nurhayati
Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra
Kapal-kapal Nelayan yang sedang terparkir di Sungai Kurau, Kecamatan Koba, Bangka Tengah, Rabu (3/5/2023). 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Seorang pria tua duduk di bawah salah satu pohon di dekat dermaga Desa Kurau, Kecamatan, Koba, Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (3/5/2023).

Dirinya tampak melamun dan sesekali berbincang dengan rekannya sambil menunggu antrean solar untuk melaut.

Dia adalah Muzir (60), satu diantara nelayan-nelayan di Kurau yang sehari-harinya berprofesi sebagai nelayan.

Baca juga: Nasib Puluhan Pejabat Pemprov Babel Batal Dilantik Belum Ada Titik Terang, Suganda Tak Pegang Nama

Baca juga: Janda Muda Meringkuk di Jeruji Besi, Nekat Mencuri Motor Buat Beli Narkoba, Sisanya Bayar Kontrakan

Kepada Bangkapos.com, dia menceritakan keluh kesah para nelayan Kurau yang kesulitan melaut akibat adanya pendangkalan di muara Sungai Kurau.

Pria yang sudah puluhan tahun menjadi nelayan ini mengaku bahwa beberapa tahun terakhir ini kehidupan nelayan di sana cukup sulit.

Pasalnya mereka tidak bisa dengan leluasa pergi melaut karena kondisi pendangkalan yang sudah semakin parah.

"Kalau mau melaut, ya nunggu air pasang dulu. Soalnya kalau pas surut, pasti (kapal-red) nyangkut," keluh Muzir.

Menurutnya, para nelayan di sana baru bisa keluar masuk muara pada pagi maupun malam hari, tergantung kondisi pasang surut air.

Meski harus dipaksa terbiasa dengan kondisi itu, Muzir berkata bahwa pendangkalan muara ini membuat aktivitas melaut menjadi tidak menentu.

Kadang-kadang mereka yang biasanya hanya melaut hanya beberapa hari saja, kini harus lebih lama karena perlu memperkirakan dan menghitung-hitung kapan waktu air akan pasang.

Hal itupun tak jarang membuat mereka harus bermalam terlebih dahulu di laut sampai menunggu air pasang supaya bisa melewati muara.

"Kadang-kadang ada nelayan yang bahkan menginap di Pulau Ketawai karena takut kalau bermalam di laut dekat muara. Soalnya gelombangnya besar dan dulu bahkan ada kapal nelayan yang pecah karena dihantam gelombang," ungkapnya.

Tak hanya itu, kondisi inipun membuat ikan-ikan hasil tangkapan yang didapat pun menjadi tidak terlalu segar.

"Biasanya kalau dapat beberapa kilo atau beberapa ton itu kan langsung kita ke darat buat di bongkar, tapi kan sekarang harus nunggu air pasang dulu biar bisa masuk ke dermaga," jelasnya.

Kepala Desa Kurau Barat, Sandi mengungkapkan bahwa pendangkalan di muara tersebut perlu dilakukan pengerukan.

"Terakhir pengerukan itu belasan tahun lalu, kalau tidak salah sekitar tahun 2004 atau 2005," ucap Sandi.

Kini kata dia, kondisi pendangkalan di muara Sungai Kurau itu sudah semakin parah lantaran adanya sedimentasi lumpur yang kian hari kian bertambah.

Bahkan pada situasi tertentu saat air laut surut, para nelayan bisa berjalan melintasi muara yang ketinggian airnya kadang hanya mencapai lutut orang dewasa.

Menurutnya, hal ini tentu berdampak bagi masyarakatnya yang sebagian besar memang berprofesi sebagai nelayan.

"Di Desa Kuru Barat itu jumlah penduduknya sekitar 2300-an dan sekitar 500-nya adalah nelayan," ungkapnya.

Oleh karena itu, Sandi menilai kondisi pendangkalan muara Sungai Kurau ini sangat berdampak terhadap perekonomian masyarakatnya.

Belum lagi ada 41 sentra Industri Kecil Menengah (IKM) pengelolaan ikan yang sudah terdaftar di DisperindagkopUKM Bangka Tengah yang membutuhkan bahan baku ikan dan hasil laut dari tangkapan para nelayan.

"Itu pun belum termasuk ibu-ibu yang di industri pengolahan ikan skala rumah tangga yang belum terdaftar yang jumlahnya lebih banyak lagi," ungkapnya.

Baca juga: Inflasi Pangkalpinang Terendah se-Indonesia, Wali Kota Pastikan Tetap Waspada

Baca juga: Hendak Kabur Saat Diperiksa, Kaki Pencuri di Empat Toko Emas di Belitung Timur Ini Ditembak Polisi

Hal senada juga turut disampaikan oleh Kades Kurau Timur, Jasila yang mengungkapkan bahwa  jumlah penduduk di desanya hampir 4.000 orang dan sebagian besarnya juga berprofesi sebagai nelayan.

"Data pastinya saya kurang hafal, tapi kira-kira ada 500-600 orang penduduk Kurau Timur yang berprofesi sebagai nelayan," jelas Jasila.

Kata dia, kondisi pendangkalan yang sudah berlarut-larut ini sudah seringkali pihaknya sampaikan kepada pemerintah setempat, khususnya Pemerintah Provinsi Bangka Belitung.

"Kemarin sebelum lebaran juga kami sudah menyampaikan hal ini kepada Pj Gubernur Babel yang baru dan beliau pun sudah datang ke lokasi dan merespon dengan baik," ungkap Sandi.

(Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra) 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved