Berita Pangkalpinang

Ekspor Pasir Laut dapat Tenggelamkan Pulau, Astrada Babel Tolak dan Desak Presiden Cabut PP

Kami menyayangkan keputusan Presiden Joko Widodo membuka kembali keran ekspor tambang pasir laut. Mohon untuk dikaji ulang PP tersebut

Penulis: Riki Pratama | Editor: Iwan Satriawan
istimewa
Ketua Harian Astrada Babel, Suryadi. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA--Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut

Aturan tersebut memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut. 

Kebijakan Jokowi ini mendapatkan penolakan dari sejumlah kalangan. Termasuk dari Asosiasi Tambang Rakyat Daerah (Astrada) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Melalui, Ketua Harian Asosiasi Tambang Rakyat Daerah (Astrada) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Suryadi, mendesak Presiden segera mencabut PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut.

Selain itu, Astrada Babel mendesak Presiden  untuk melakukan moratorium permanen tambang pasir laut dan reklamasi pantai di seluruh wilayah Indonesia.

"Karena kebijakan tersebut berpotensi  mempercepat dampak bencana iklim dan lebih ekstrem lagi misalnya tengelamnya pulau-pulau kecil. Perubahan bentang alam, mengancam ekosistim laut, konflik penambang dengan  masyarakat pesisir pantai," kata Suryadi kepada Bangkapos.com, Rabu (31/5/2023).

Sementara, apabila digunakan untuk skala tambang rakyat, Suryadi mengatakan, tidak mungkin dapat diterapkan. Selain alat yang digunakan menggunakan kemampuan produksi besar. 

"Kemudian kurang baik untuk provinsi kepulauan seperti Babel karena rentan dengan ancaman perubahan iklim," jelasnya.

Sehingga, kata Suryadi, Astrada Babel mendorong pemulihan pasca tambang. Bukan justru memperburuk keadaan lingkungan terutama untuk masalah pesisir dan laut. 

"Dalam konteks kesejahteraan tambang rakyat prinsipnya oke oke saja. Tetapi  tetap  dalam bentuk komoditi timah saja untuk skala rakyat sesuai aturan Undang-undang Minerba nomor 3 Tahun 2020. Justru ada yang aneh dan janggal menurut kami lahirnya PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut," ujarnya.

Ia menyinggung, dengan pencabutan moratorium ekspor limbah sedimentasi pasir laut di tengah situasi politik nasional yang sedang panas, apakah membuat pemerintah dalam hal ini dinahkodai oleh Kemenko Maritim dan Investasi.

"Menurut kami syarat dengan agenda politiknya. Presiden Jokowi menandatangani PP Nomor 26 tahun 2023 yang membolehkan kembali mengekspor pasir laut. Tentu mencabut keppres Nlnomor 33/2002 yang melarangnya. Ini diduga kuat atas lobby  oligarki bisnis,” keluhnya.

Suryadi kembali, mengingatkan Keppres Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut yang ditandatangani Presiden Megawati. Kala itu, Megawati ingin mengendalikan bisnis ekspor pasir laut yang merugikan Indonesia.

"Pembukaan ekspor pasir laut akan membawa imbas negartif terhadap lingkungan pesisir, dibukanya tambang pasir laut akan mengancam dan  memperparah keberlanjutan ekosistem laut di wilayah tambang," ujarnya.

Suryadi menyebutkan perairan Babel saat ini kaya dengan hasil sedimentasi pasir dan lumpur. 

"Kualitas pasirnya  sangat baik  dan biasanya sangat dibutuhkan oleh  negara tetangga yaitu Singapura  untuk proyek reklamasinya. Pasir laut Babel berbeda dengan pasir laut Provinsi lain di Nusantara," terangnya.


Bertentangan

Lebih jauh, dikatakam Suryadi, lahirnya PP 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut  tersebut  justu bertentangan dengan program hilirisasi Presiden RI Jokowi dan harusnya dibatalkan atau dicabut.

"Astrada menilai ini kebijakan yang serat dengan kepentingan politik. Sekali lagi kami menolak keras PP 26 tahun 21023 itu diterbitkan," pesannya.

Kemudian masalah lain, yang disampaikanya yaitu pasir laut Babel terutama di bawah 8 mil laut ke darat memiliki cadangan mineral yan kaya selain pasir timah. 

Sehingga, tentu ini merugikan jika PP tersebut dilaksanakan. setidaknya ada  dampak negatif  yang dirasakan masyarakat dengan adanya PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut.

"Kami menyayangkan keputusan Presiden Joko Widodo membuka kembali keran ekspor tambang pasir laut. Mohon untuk dikaji ulang PP tersebut ini sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir yang ada di Babel. Dampaknya ke masyarakat dan nelayan kecil di lokasi tambang. Mereka bersentuhan langsung, kalau tetap mau jalan pasir laut, suruh Pak Jokowi datang ke sini, Babel," ajaknya. (Bangkapos.com/Riki Pratama)

 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved