Sejarah

Sejarah dan Makna Lempar Jumrah dalam Ibadah Haji, Pertama Kali Dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS

Melempar jumroh merupakan salah satu rangkaian haji berupa melempar batu kerikil dengan jumlah tertentu sembari membacakan lafadz doa.

Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: Fitri Wahyuni
YouTube Alman Mulyana
Paraa jemaah Indonesia saat melakukan ritual lempar jumrah di Arab Saudi. 

Karena itu, hanya orang-orang yang hidup ikhlas sajalah yang akan mampu menanggulangi godaan setan itu.

Nabi Ibrahim AS selamat dari godaan Iblis karena keikhlasannya menjalani hidup untuk menaati perintah-perintah Allah SWT.

Meskipun menghadapi ujian sangat berat untuk menyembelih putranya, Ismail AS.

Melontar jamarat pada intinya memiliki hikmah yang sangat besar, sebagai lambang melempar Iblis yang dilaknat oleh Allah SWT, yang kemudian dikenal dengan: Jamrah Ūlā (Sughra), Jamrah Wusta (Tsaniyah), dan Jamrah Aqabah (Kubra).

Badal Lempar Jumroh 

Untuk melempar jumroh, jamaah haji harus berjalan kaki dari tenda Mina (tempat menginap) ke lokasi jamarat (tempat melempar jumrah).

Namun tidak semua jamaah bisa melaksanakan kewajiban ini.

Mengingat jamaah haji ada yang sudah berumur, sakit, dan lain sebagainya.

Meski begitu, Allah tidak pernah membebankan hambanya, selalu ada kemudahan yang menyerta.

Dalam hal lempar jumroh ternyata bisa diwakilkan, disebut juga dengan badal lempar jumrah.

Badal artinya pengganti atau wakil.

Badal lempar jumroh adalah ibadah lempar jumroh yang diwakilkan oleh orang lain.

H Muhammad Haris Ridho Lc, salah satu penyuluh agama Islam dan pernah menjadi petugas haji Sumsel beberapa tahun lalu mengatakan, 

Badal diberikan sebagai bentuk aturan khusus atau ketentuan khusus dalam ibadah haji.

Ada dua kategori badal. Pertama, badal secara keseluruhan, yaitu badal yang dilakukan sejak dari Tanah Air.

Misalnya, ada yang punya nazar untuk melakukan ibadah haji, tetapi karena suatu hal, bisa karena sakit, atau wafat, itu tidak bisa ditunaikan.

Kedua, badal haji bisa dilakukan di Tanah Suci. Ini dilaksanakan, ketika, misalnya setibanya di Tanah Suci, mereka sakit, atau dalam kondisi lain, yang menyebabkan ketidakmemungkinkannya menunaikan salah satu rukun atau wajib ibadah haji.

Dalam konteks yang kedua, badal haji dapat diberlakukan bagi jemaah yang berhalangan mengerjakan wajib haji dan sebagian rukun haji.

Badal lempar jumrah menjadi boleh karena kondisi tertentu. Dalam bahasa agama disebut dengan al masyaqqah (kesulitan).

Jadi, jika beribadah, seseorang tidak boleh melaksanakan sesuatu yang membahayakan keselamatan diri sendiri atau orang lain, terlebih sampai mengancam kehidupan diri sendiri.

Sehingga ada kaidah ushul fiqh: al masyaqqah tajlibut taysir. Artinya, kesulitan itu menjadikan diperbolehkan sesuatu, sebagai suatu bentuk kemudahan beragama.

Itu juga berkaitan dengan ayat Al Qur’an: ma ja’ala alaikum fiddini min haraji, Allah tidak menjadikan bagimu kesulitan dalam beragama.

Baca juga: Sejarah Lempah Kuning Khas Bangka, Simbol Kehidupan Masyarakat yang Menunjukan Keharmonisan

Badal jumrah dilakukan ketika seseorang telah menunaikan wajib hajinya terlebih dahulu.

Sehingga, yang akan membadalkan sudah menunaikannya terlebih dahulu, baru setelah itu lempar untuk yang dibadalkan.

Jadi, badal jumrah harus dilakukan secara terpisah, dengan urutan mulai dari dirinya sendiri dulu, lalu kemudian untuk jemaah yang dibadalkan.

(Bangkapos.com/Fitri Wahyuni/TribunCirebon.com/Taufik Ismail/TribunSumsel.com/Lisma Noviani)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved