Timah

Jor-joran RKAB Timah, IUP Cuma Ratusan Hektar Bisa Ekspor Ribuan Ton

Pada Semester 1 tahun 2023, BRiNST melihat kecenderungan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah ekspor tidak akan banyak berbeda.

Penulis: Teddy Malaka CC | Editor: Hendra
PT Timah Tbk
Timah batangan siap ekspor 

Harga jual rerata logam timah sebesar USD26.828 per metrik ton atau lebih rendah 35 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD41.110 per metrik ton.

Sampai dengan kuartal II 2023, TINS mencatatkan ekspor timah sebesar 92 persen dengan 6 besar negara tujuan ekspor meliputi Jepang 17 persen; Korea Selatan 14 persen; Belanda 11 persen; Amerika Serikat 9 persen; Taiwan 9 persen; dan India 8 persen.

Penurunan sebagian harga logam pada akhir semester 1 2023 ditengah permintaan global yang lemah dan peningkatan persediaan logam timah di gudang LME mengakibatkan harga logam timah bergerak fluktuatif cenderung menurun.

Di tengah fluktuasi harga, TINS tetap mencatatkan laba positif dengan volume penjualan sebesar 8.307 metrik ton sampai dengan semester 1-2023.

“Kondisi harga jual rerata logam timah dan cuaca yang belum mendukung sampai dengansemester 1-2023 masih menjadi penyebab penurunan produksi timah yang menggerus laba bersih Perseroan. Saat ini kepercayaan pihak kreditur atau institusi keuangan terhadap Perseroan masih kuat.” ujar Fina Eliani Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko.

Usulan RKAB Tiga Tahun

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengubah aturan perihal termin pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) menjadi tiga tahun dari yang saat ini berlaku secara tahunan.

Plt Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Wafid mengatakan bahwa termin pengajuan RKAB yang saat ini dilakukan setahun sekali terlalu cepat.

Dia menilai termin pengajuan RKAB pertambangan yang dilakukan untuk 3 tahun sekali bisa diatur melalui regulasi yang ada dari yang saat ini berlaku.

Sementara Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan RKAB tersebut berlaku untuk perusahaan tambang yang memasuki fase produksi.

Dia menegaskan pemberlakuan ketentuan baru ini mulai tahun depan. "RKAB yang tadinya tiap tahun untuk produksi sekarang kita berikan 3 tahun," kata Arifin di Jakarta, Kamis (31/08/2023).

Arifin menuturkan, penataan lainnya dengan menerapkan teknologi informasi dalam proses pengesahan RKAB tersebut. Upaya ini diharapkan mampu mempercepat pengesahan RKAB serta transparan. Dia menyebut penyempurnaan teknologi informasi terus dikebut lantarn ditargetkan mulai diterapkan pada tahun depan.

Bagi BRiNST, persetujuan RKAB inilah yang menjadi persoalan. "RKAB seperti di atas kertas, penelusuran asal usul bijih barang sangat diragukan," kata Teddy Marbinanda.

Menurut dia kuota ekspor yang diberikan sangat erat kaitannya dengan persetujuan RKAB yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral Batubara, Kementerian ESDM. Persetujuan yang semestinya harus ditinjau ulang, melihat indikasi korupsi yang terungkap akhir-akhir ini.

Kasus korupsi pertambangan yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam, Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) bisa saja terjadi di Bangka Belitung. Dalam kasus tersebut RKAB yang diberikan oleh Kementerian ESDM kepada perusahaan swasta ternyata tanpa evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan. Padahal, perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit/cadangan nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangan tersebut. Dari kasus tersebut beberpaa perusahaan lain turut mendapatkan kekayaan negara berupa bijih nikel milik negara (PT Antam).

Sumber: bangkapos.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved