Tribunners
Hari Guru Nasional, Mari Rayakan Merdeka Mengajar
Guru di abad ke-21 dituntut harus berinovasi dalam pembelajaran yang menyenangkan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman
Oleh: Arie Gunarti, S.Pd. - Guru UPTD SMPN 1 Sungailiat
GURU memiliki peran dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia di masa penjajahan dalam menanamkan semangat perjuangan dan nasionalisme kepada para pemuda pada awal kebangkitan nasional. Sebagai upaya penghormatan terhadap profesi guru dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah melalui
Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal 25 November selain sebagai hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga sekaligus sebagai peringatan Hari Guru Nasional (HGN) sebagai penghormatan terhadap profesi guru di Indonesia.
Pada peringatan Hari Guru tahun 2023, Kemendikbudristek mengangkat tema “Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Mengajar”. Harapannya, guru bergerak membawa perubahan ke arah yang lebih baik dengan memberikan kemerdekaan kepada guru.
Guru merdeka secara sadar selalu berpikir kritis dan berinovasi dalam pembelajaran memberikan pelayanan yang terbaik pada peserta didiknya. Guru merdeka dalam membawa perubahan bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dengan semangat sebagai pembelajar mandiri, untuk selalu belajar tanpa dipaksa baik daring maupun luring untuk dapat meningkatkan kompetensinya sebagai seorang guru. Guru merdeka juga mampu menggerakkan ekosistem pendidikan yang berpusat kepada siswa serta mampu membangun dan menggerakkan komunitas belajar sesama rekan guru dengan berbagi praktik baik.
Sebagus dan secanggih apa pun sebuah kurikulum dirancang pemerintah tanpa adanya perubahan dari kualitas guru, pembelajaran akan menjadi kurang maksimal. Oleh sebab itu, guru harus bergerak bersama dalam mewujudkan merdeka mengajar. Guru harus bebas dalam berinovasi mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.
Guru diberikan kemerdekaan atau otonomi penuh, karena guru dianggap paling memahami situasi dan kondisi peserta didiknya. Guru di abad ke-21 dituntut harus berinovasi dalam pembelajaran yang menyenangkan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Guru berperan dalam mengembangkan minat bakat dan potensi peserta didik secara maksimal sehingga mereka dapat beradaptasi dengan perubahan zaman yang begitu cepat dan tak terprediksi karena kemajuan teknologi.
Peserta didik di era revolusi 4.0 atau era digitalisasi cenderung individualis karena mereka generasi digital native. Keseharian berada di dunia maya ketika berhadapan dengan dunia nyata mereka seakan-akan sulit bersosialisasi dengan baik sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat sebenarnya. Peserta didik lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain game sehingga malas belajar bahkan mengantuk ketika belajar di sekolah karena semalaman bermain game sampai subuh.
Maka guru berperan tidak hanya transfer knowledge namun juga transfer of value kepada peserta didik agar menjadi pribadi yang berkarakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Peserta didik abad ke-21 harus memiliki konsep self regulated learning sehingga memiliki kemampuan membangun kesadaran diri untuk belajar sepanjang hayat. Peserta didik yang memiliki kemandirian belajar akan mencari topik, permasalahan, dan sumber belajar yang relevan sesuai dengan kebutuhan belajar mereka. Sumber belajar tidak hanya guru namun mereka bisa bertanya kepada dari tokoh masyarakat, orang tua, maupun pakar di bidangnya.
Peserta didik juga dapat memanfaatkan sumber lain seperti internet dan perpustakaan dalam memecahkan masalah serta mencari pengetahuan secara mandiri. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam belajar di abad ke-21. Guru harus memberikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik agar dapat berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga mereka nantinya akan kembali menjadi bagian dari masyarakat dan kebudayaannya.
Tugas guru di abad ke-21 tidaklah mudah karena guru tidak serta-merta mengajar namun yang paling sulit adalah mendidik agar peserta didik berakhlak dan berkarakter karena arus globalisasi membawa dampak pada degradasi moral peserta didik. Kemajuan teknologi membawa pengaruh tidak hanya positif namun juga negatif bagi peserta didik, misalnya etika bermedia sosial yang buruk karena rendahnya literasi digital peserta didik.
Guru adalah profesi yang mulia sehingga harus menjadi suri teladan kepada sekitarnya. Guru digugu dan ditiru dalam perkataan dan perbuatannya. Guru harus mampu menjadi contoh bagi peserta didik baik dalam pola pikir maupun sikapnya. Peserta didik akan meniru perkataan dan perbuatan seorang guru. Maka dari itu, guru harus menjaga kode etik profesi keguruan untuk menjadi harkat dan martabat sebagai profesi yang mulia.
Mendidik sepenuh hati secara ikhlas dan konsisten harus ada di jiwa seorang guru karena menanamkan karakter tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu singkat, seorang guru membutuhkan waktu dan proses kebiasaan yang terus-menerus secara konsisten dan yakin apa yang kita lakukan hari ini akan bermanfaat bagi mereka nantinya. Mengajarkan ilmu dan mendidik dengan sepenuh hati dengan ikhlas tanpa iming-iming imbalan maka akan menjadi ladang amal bagi guru.
Rasulullah SAW bersabda “ Jika manusia meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh yang mendoakan kedua orang tuannya” ( HR. Bukhari dan Muslim). Seorang guru akan mendapatkan pahala yang terus mengalir selagi ilmu bermanfaat dan digunakan oleh peserta didik di dalam kehidupannya dunia maupun akhirat. Mengajar dan mendidik merupakan ibadah yang harus dilakukan dengan sepenuh hati.
Memperlakukan mereka seperti anak sendiri akan memudahkan seorang anak dalam menerima ilmu yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu, sebagai orang tua sekaligus guru harus terus belajar dari peserta didik bagaimana memberikan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik dan keunikan mereka sehingga apa yang ingin diajarkan oleh guru dapat dipahami dengan mudah oleh peserta didik. Guru harus menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk belajar, menyenangkan, nyaman, dan aman tanpa adanya kekerasan dan perundungan/bullying antara sesama peserta didik, guru, orang tua dan masyarakat. (*)
| Potret SDM Bangka Belitung: Potensi Besar, Tantangan Nyata |
|
|---|
| Wajah Baru ASN Bangka Belitung: Bukan Digantikan AI, tetapi Diperkuat AI |
|
|---|
| Dari Timur Babel hingga Slovenia: Refleksi Guru tentang AI dalam Pendidikan |
|
|---|
| Saatnya Kesehatan Harus Masuk Kurikulum Pendidikan |
|
|---|
| Kothekan Lesung: Ketika Alat Dapur Menjadi “Senjata” Perempuan |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.