Tribunners
Evaluasi Kurikulum Merdeka: Keseimbangan Antara Karakter dan Materi Akademis
Pembelajaran nilai-nilai Pancasila merupakan landasan yang tak terbantahkan dalam membentuk karakter generasi penerus.
Oleh: Syahrial, S.T. - Guru Madya di SMAN 1 Damar
"Pendidikan yang kokoh tak hanya merajut nilai-nilai, tetapi juga memperhatikan ruang bagi penguasaan materi yang esensial.”
DALAM era Kurikulum Merdeka, dunia pendidikan dihadapkan pada sebuah paradoks menarik. Meskipun merayakan kebebasan guru dalam menyajikan materi, terungkap bahwa kebijakan alokasi waktu 20 persen untuk proyek penguatan profil pelajar Pancasila justru memberikan tantangan besar bagi para pendidik. Seolah-olah kebebasan itu datang dengan beban tambahan yang tak terduga, memicu pertanyaan kritis mengenai apakah keleluasaan dalam mengajar sebanding dengan tekanan yang dihadapi oleh guru dalam mengeksekusi rencana pembelajaran.
Seiring langkah maju Kurikulum Merdeka, sorotan pada alokasi waktu yang signifikan untuk proyek Pancasila menciptakan dinamika menarik dalam lingkaran pendidikan. Para guru, yang diharapkan menjadi pionir dalam membentuk karakter siswa, kini merasakan beban lebih berat dengan keterbatasan waktu yang diberikan. Seakan-akan berada di persimpangan antara idealisme dan realitas, implementasi kebijakan ini menjadi sebuah kisah menarik tentang bagaimana upaya memperkuat nilai-nilai Pancasila bisa saja berbenturan dengan tantangan nyata di kelas.
Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka merupakan gebrakan besar dalam dunia pendidikan, mengusung semangat memberikan kewenangan luas kepada guru untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan siswa. Namun, keleluasaan ini, yang pada awalnya diharapkan mendorong inovasi dan kreativitas pengajaran, menimbulkan perhatian serius terhadap beban tambahan yang diemban oleh para pendidik.
Materi yang makin padat dengan alokasi waktu sebesar 20 persen untuk proyek Pancasila menjadi beban ekstra yang mungkin mengganggu keberlangsungan pengajaran yang efektif. Sementara itu terdapat keunggulan dari fleksibilitas Kurikulum Merdeka dalam menyajikan materi yang lebih relevan dan terkini, ada kebutuhan mendesak untuk mengevaluasi dampak psikologis dan fisik yang diterima oleh guru akibat beban kerja yang meningkat secara signifikan.
Tantangan terbesar yang muncul adalah apakah kebebasan yang diberikan oleh Kurikulum Merdeka sebanding dengan tekanan tambahan yang harus dihadapi oleh para pendidik. Sementara itu, ada yang memandangnya sebagai langkah progresif menuju pendekatan pendidikan yang lebih personal, tidak dapat diabaikan bahwa kelebihan ini harus diseimbangkan dengan baik agar tidak mengorbankan kualitas pengajaran.
Pengajaran yang baik memerlukan waktu, refleksi, dan pendekatan yang terstruktur. Namun, dengan beban tambahan yang dihadapi para guru akibat kurikulum yang padat, pertanyaan esensial muncul: apakah kebebasan dalam merancang pembelajaran juga berarti memberikan ruang bagi guru untuk menyampaikan materi secara mendalam tanpa terburu-buru? Inilah inti dari perdebatan terkait efektivitas Kurikulum Merdeka.
Alokasi Waktu untuk Profil Pelajar Pancasila
Proporsi alokasi waktu sebesar 20 persen untuk projek penguatan profil pelajar Pancasila menjadi fokus perdebatan yang memicu pertanyaan mendalam dalam dunia pendidikan. Terlepas dari pentingnya memahami nilai-nilai Pancasila, angka yang signifikan ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap penguasaan materi inti.
Sementara nilai-nilai Pancasila menjadi pijakan penting dalam pembentukan karakter, para kritikus meragukan apakah proporsi waktu yang besar ini mengorbankan esensi materi akademis yang menjadi fondasi pembelajaran. Evaluasi perlu dilakukan bukan hanya untuk menilai keseimbangan antara pembentukan karakter dan aspek akademis, namun juga mengenai efisiensi waktu dalam mencapai tujuan pembelajaran yang jelas dan holistik.
Pertanyaan esensial yang muncul adalah apakah proporsi alokasi waktu yang besar ini memang benar-benar memengaruhi penguasaan materi inti oleh siswa? Dalam konteks ini, muncul perhatian akan kemungkinan pengorbanan penguasaan mata pelajaran krusial seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, atau bahasa dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas bagi pembentukan karakter.
Sementara memahami nilai-nilai Pancasila menjadi esensial, tidak ada gunanya jika hal itu berujung pada kurangnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran inti yang menjadi dasar keilmuan mereka di masa depan.
Dalam melihat efisiensi waktu, evaluasi perlu digelar untuk memastikan bahwa proporsi alokasi waktu tersebut tidak hanya memberikan manfaat bagi pembentukan karakter, tetapi juga untuk memperkuat pemahaman dan penguasaan materi esensial yang menjadi fondasi bagi kemajuan akademis siswa.
Dampak terhadap Kualitas Pengajaran

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.