Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah
Sosok Bos Sriwijaya Air, Hendrie Lie dan Fandie Lingga Tersangka Kasus Korupsi Timah
Tersangka yang ditetapkan kali ini berjumlah lima orang yang terdiri dari dua swasta dan tiga penyelenggara negara.
Penulis: Teddy Malaka CC | Editor: Evan Saputra
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah pada wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Tersangka yang ditetapkan kali ini berjumlah lima orang yang terdiri dari dua swasta dan tiga penyelenggara negara.
Penetapan kelima tersangka ini dilakukan setelah tim penyidik memperoleh alat bukti yang cukup.
"Selanjutnya setelah dilakukan pemeriksaan tim penyidik memandang telah ditemukam alat bukti yang cukup, sehingga pada hari ini kami tetapkan 5 tersangka," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers, Jumat (26/4/2024) di Gedung Kartika Kompleks Kejaksaan Aguung.
Teruntuk swasta, tim penyidik telah menetapkan inisial HL dan FL sebagai tersangka.
HL merupakan beneficiary ownership atau pemilik manfaat PT Tinindo Internusa (TIN).
Sedangkan FL merupakan Marketing PT TIN.
"Yaitu saudara HL selaku beneficiary owner PT TIN, FL marketing PT TIN," kata Kuntadi.
Kuntadi mengkonfirmasi bahwa sosok HL merupakan sosok yang pernah diperiksa pada kamis (29/2/2024) lalu, yakni Hendry Lie, founder perusahaan penerbangan PT Sriwijaya Air. Sedangkan inisial FL merujuk pada adiknya, Fandy Lingga yang juga memiliki saham di perusahaan tersebut.
"Benar, HL memang pernah kita periksa," ujar Kuntadi.
Hendry Lie diketahui sebagai pemilik maskapai PT Sriwijaya Air.
Dikutip dari situs resminya, PT Sriwijaya Air pertama kali didirikan Chandra Lie, Hendry Lie Johannes Bunjamin dan Andy Halim pada 10 November 2002.
Hendry Lie merupakan kakak dari Chandra Lie, sementara Andy Halim dan Fandy Lingga merupakan adik-adiknya.
Tak hanya Hendrie Lie dan Fandy Lingga, ada tiga lainnya dari kalangan ASN. Meraka merupakan mantan Kepala Dinas dan Kepala Dinas ESDM aktif di Provinsi Bangka Belitung, yakni: SW, BN, dan AS.
"SW Kadis ESDM Prov Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, BN Plt Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, dan AS plt Kadis ESDM Bangka Belitung yang selanjutnya ditetapkan sebagai Kepala Dinas ESDM," kata Kuntadi.
Begitu ditetapkan tersangka, berdasakan pantauan, ada tiga orang yang digiring ke mobil tahanan yang terparkir di depan Gedung Kartika Kejaksaan Agung.
Mereka tampak mengenakan rompi merah muda, tangan diborgol, dan dijaga petugas Kejaksaan.
Adapun dua lainnya, yakni BN dan HL tidak hadir.
Menurut Kuntadi, BN tidak hadir karena sakit.
Sedangkan HL mangkir dari pemeriksaan sebagai saksi.
"Tersangka BN karena alasan kesehatan yang bersangkutan tidak kami lakukan penahanan. Sedangkan tersangka HL yang pada hari ini kita panggil sebagai saksi tidak hadir selanjutnya oleh tim penyidik akan segera dipanggil sebagai tersangka," kata Kuntadi.
Tiga tersangka yang hadir, yakni FL, SW, dan AS kemudian langsung dibawa ke Rumah Tahanan (Rutan).
"Masing-masing FL di Rutan Salemba Kejaksaan Agung, tersangka AS dan tersangka SW di Rutan Salemba Jakarta Pusat, " kata Kuntadi.
Dalam perkara ini, SW, BN, dan AS diduga berperan menerbitkan dan menyetujui RKAB dari perusahaan smelter PT RBT, pt SIP, PT TIN dan CV VIP.
Padahal RKAB tersebut tidak memenuhi syarat untuk diterbitkan.
"Kemudian ketiga tersangka tersebut tahu bahwa RKAB yang dia terbitkan tersebut tidak dipergunakan untuk melakukan penambangan di wilayah IUP kelima perusahaan, melainkan sekadar untuk melegalkan aktivitas perdagangan timah yang diperoleh secara ilegal di wilayah IUP PT Timah," kata Kuntadi.
Sedangkan HL dan FL diduga bereran dalam pengkondisian pembiayan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah sebagai bungkus aktivitas kegiatan pengambilan timah dari IUP PT Timah,
"Di mana keduanya membentuk perusahaan boneka yaitu CV BPR dan CV SMS dalam rangka untuk melaksanakan atau memperlancar aktivitas ilegalnya," katanya.
Daftar Tersangka dan Nilai Kerugian Negara
Dalam perkara ini, sebelumnya tim penyidik Kejaksaan Agung sudah menetapkan 16 tersangka, termasuk di antaranya terkait obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.
Daftar Tersangka dan Nilai Kerugian Negara
Hingga kini sudah ada 16 tersangka dalam kasus korupsi timah ini.
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.
Sedangkan dalam obstruction of justice (OOJ), Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain tipikor, khusus Harvey Moeis dan Helena Lim juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU). (*)
| Prabowo Subianto Tinjau Barang Rampasan Negara dan Tata Kelola Pertimahan di Bangka Belitung |
|
|---|
| Plang Sitaan Terpasang di Gudang Bos Timah Aon di Simpang Perlang Bangka Tengah |
|
|---|
| Sosok Thamron alias Aon Bos Timah Bangka Kembali Disorot, Kejagung Sita Benda Seharga Rp 216 Miliar |
|
|---|
| Kejagung Geledah Rumah 3 Kolektor di Bangka Barat, Diduga Terlibat Korupsi Timah & Disegel Kini |
|
|---|
| Siapa Saja Kolektor Timah Ilegal Incaran Kejagung, 3 Rumah di Babel Telah Digeledah & Digaris Segel |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.