Konsekuensi Bagi Wanita Dalam Perkawinan Siri: Studi Kasus Mengenai Aspek Yuridis dan Empiris

Perkawinan siri merupakan suatu proses penyatuan dua insan antara laki laki dan perempuan tanpa adanya pencatatan oleh petugas Kantor Urusan Agama

Penulis: iklan bangkapos | Editor: Hendra
Dok Pribadi
Grasella Yulianti, Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung 

Konsekuensi Bagi Wanita Dalam Perkawinan Siri: Studi Kasus Mengenai Aspek Yuridis dan Empiris

Oleh : Grasella Yulianti
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung

Perkawinan siri merupakan suatu proses penyatuan dua insan antara laki laki dan perempuan tanpa adanya pencatatan oleh petugas Kantor Urusan Agama (KUA) dan dianggap sah secara aturan agama islam.

Namun hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia atau perkawinan yang dilakukan secara tersembunyi dengan status yang illegal.

Walaupun sebenarnya perkawinan siri ini termasuk dalam perkawinan yang memenuhi nilai religious tapi melanggar norma administrasi di Indonesia

Karena sebagaimana disebutkan bahwa “perkawinan yang sah adalah apabila menurut hukum Indonesia, semua agama dan kepercayaan didirikan “ serta perkawinan yang sebenarnya ialah harus memenuhi syarat materil dan formil menurut pasal 6-12 Undang Undang Perkawinan.

Mengacu pada ketentuan menurut Pasal 2 ayat (2) Undang Undang Perkawinan yang didalamnya termuat perintah
bahwa “Semua perkawinan harus dicatatkan menurut peraturan perundang undangan lalu pada aturan kita lihat pada pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 sebagian acuan pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 yang mencetuskan bahwa perkawinan bagi individu pemeluk agama islam untuk dibimbing dan dilaksanakan oleh pegawai catatan perkawinan oleh pihak Kantor Urusan Agama .

Perkawinan siri sering juga disebut dengan perkawinan dibawah tangan dan tidak tercatat secara aturan hukum. 

Namun, aturan mengenai perkawinan siri ini tidak banyak orang yang paham karena sebagian besar mereka beranggapan bahwasanya perkawinan yang terpenting secara agama sudah sah atau ditunaikan menurut ajaran agama saja sudah cukup untuk melegalkan aktivitas di dalam ikatan perkawinan mereka.

Hal itu memang benar adanya bahwa perkawinan siri atau nikah siri sudah memenuhi unsur unsur perkawinan dalam islam meliputi adanya mempelai laki laki dan mempelai perempuan.

Terpenuhinya dua orang saksi pernikahan, wali calon mempelai, adanya serah terima pernikahan atau yang sering kita sebut dengan ijab kabul dan terakhir yakni adanya mas kawin dari mempelai pria untuk mempelai perempuan.

Padahal secara hukum dalam bernegara perkawinan mereka tersebut belum atau tidak diakui sama sekali.

Oleh sebab itu, maka perlindungan hukumnya pun pasti berbeda antara yang dilegalkan oleh negara dan agama secara benar atau setengah setengah saja atau sudah pasti ada nilai tambah dan kurangnya bagi pelaku perkawinan tersebut.

Dengan adanya faktor ketidaktahuan mengenai aturan perkawinan tersebut membuat sebagian masyarakat kian giat melangsungkan perkawinan dengan semaunya tanpa memikirkan resiko kedepannya pada kedua atau salah satu pihak yang terlibat.

Mungkin saja perkawinan ini terjadi juga dikarenakan alasan untuk peringanan biaya pernikahan , yang terpenting sudah terlaksana menurut tatacara agama sehingga tidak memerlukan pencatatan di KUA .

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved