Berita Pangkalpinang

Kasus Kekerasan Pada Anak Meningkat, DP3ACSKB Babel Ajak Semua Pihak Lakukan Pencegahan

Dosen Sosiologi UBB Luna Febriani mengatakan, fenomena kekerasan pada anak paling signifikan merupakan pada tingkatan kekerasan seksual.

Penulis: Rifqi Nugroho | Editor: Hendra
Tim Video Bangkapos
Dialog Ruang Tengah Bangka Pos edisi Selasa (30/7/2024). 

BANGKAPOS.COM, BANGKA-- Kasus kekerasan pada anak di Provinsi Bangka Belitung menjadi topik yang dibahas dalam Program Dialog Ruang Tengah Bangka Pos edisi Selasa (30/7/2024).

Dipandu oleh Jurnalis Bangka Pos Edy Yusmanto, talkshaw itu dihadiri tiga narasumber yakni Kepala DP3ACSKB Provinsi Bangka Belitung Asyraf Suryadin, Ps panit 1 Subdit IV Renakta/PPA Ditreskrimum Polda Babel Iptu Windu Perdana Kusuma dan Dosen Sosiologi UBB Luna Febriani.

Pada pemaparannya, Ps panit 1 Subdit IV Renakta/PPA Ditreskrimum Polda Babel Iptu Windu Perdana Kusuma menyebutkan data kasus kekerasan pada anak tahun 2024 di Provinsi Bangka Belitung mengalami peningkatan. 

Pada tahun ini, berdasarkan catatan unit PPA Polda dan seluruh jajaran Polres di Babel tercatat 17 kasus kekerasan fisik pada anak, persetubuhan 37 kasus, pencabulan 31 kasus, eksploitasi seks pada anak 2 kasus dan 1 kasus penemuan bayi.

"Data ini kalau kita bandingkan di tahun 2023 kemarin, sepertinya sangat banyak meningkat. Karena di tahun 2023 untuk kasus kekerasan seksual hanya 40 kasus, sementara sampai Juni persetubuhan pada anak 37 kasus, kemudian pencabulan sampai bulan juni 31 kasus," ujar Iptu Windu Perdana.

Sebagai aparat penegak hukum, Iptu Windu Perdana menyampaikan jika pelaku pada kasus tersebut cukup bervariasi dan tidak hanya melibatkan para remaja, tetapi juga banyak melibatkan beberapa pelaku yang sudah berusia lanjut.

"Tapi yang banyak memang di usia remaja antara 13 sampai 18 tahu, dia sebagai pelaku dan juga korban. Biasanya berawal dari pacaran, bisa juga bersumber dari media sosial, bisa menjadi pemicu dalam anak," tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Kapala DP3ACSKB Provinsi Bangka Belitung Asyraf Suryadin menyebutkan, pada tahun ini pihaknya terus berusaha melakukan pendekatan pada beberapa sekolah di tingkat SMP sederajat, untuk mengantisipasi kekerasan seks pada anak yang angkanya cukup signifikan.

"Kalau berdasarkan data memang korban ada di tingkat pendidikan SMP, kemudian jumlah kasus terjadinya paling banyak di lingkup keluarga," terangnya.

Untuk itu Asyraf menerangkan perlu adanya kerjasama semua pihak, agar terus bersinergi dalam mengantisipasi adanya kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku ataupun korban.

"Karena ini mirip dengan fenomena gunung es, jadi di atasnya ada di bawahnya juga. Kita juga terus melakukan pendampingan terhadap anak-anak yang mengalami masalah hukum, karena di kita korban kita dampingi, pelaku juga kita dampingi," ucap Asyraf.

Sementara itu, Dosen Sosiologi UBB Luna Febriani mengatakan, fenomena kekerasan pada anak paling signifikan merupakan pada tingkatan kekerasan seksual.

Menurutnya, pada fenomena gunung es kasus kekerasan terhadap anak penganannya masih belum maksimal.

"Saya mohon maaf, ini pandangan saya, penanganan kasus pada kekerasan pada anak terutama kekerasan seks yang b masih cukup minim. Penanganan kita masih banyak secara kekeluargaan, sanksi-sanksi seperti kebiri belum ada," terang Luna.

Tak hanya itu, Luna juga berpendapat perlu adanya reformasi pada kelompok atau lembaga yang berwenang menerima laporan terkait kasus tersebut.

"Jadi saat kita melaporkan, sebaiknya yang menerima laporan paham terkait kekerasan pada anak ini. Jangan sampai saat melaporkan, malah anak yang kembali disalahkan, ini perlunya pemahaman pada masyarakat," terangnya.

(Bangkapos.com/Rifqi Nugroho)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved