Aksi Tolak Revisi UU Pilkada
Ternyata Ini Arti Peringatan Darurat Garuda Biru yang Viral di Media Sosial, Kawal Putusan MK
Viral, jagat media sosial dihebohkan dengan unggahan bertuliskan "Peringatan Darurat" yang menampilkan gambar Garuda berlatar belakang biru.
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Berdasarkan putusan MK tersebut, partai politik atau gabungan partai politik cukup memenuhi threshold ini untuk mengusung gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10 persen
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 2-6 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5 persen
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 6-12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5 persen
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5 persen.
Putusan MK Tidak Bisa Dibatalkan DPR
Ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Oce Madril, menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat diubah oleh pihak manapun, termasuk DPR.
Oce mengingatkan bahwa semua pihak, termasuk DPR, harus mematuhi putusan MK, karena tidak melaksanakannya termasuk tindakan melawan hukum.
Jika putusan MK terkait pilkada tidak ditaati, Oce memperingatkan bahwa pilkada serentak mendatang akan rawan melanggar hukum, dan hasilnya pun bisa dibatalkan oleh MK.
Sebab, MK memiliki kewenangan untuk memutuskan perkara hasil pemilihan umum.
Menurut dia, putusan MK memiliki kekuatan eksekutorial begitu dibacakan oleh hakim konstitusi.
"Maknanya tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk mengubah putusan MK, termasuk oleh DPR," kata dia dikutip dari Kompas.com, Rabu.
Oce menambahkan, putusan MK tersebut bersifat erga omnes atau bermakna mengikat untuk semua pihak tanpa terkecuali.
Oleh karenanya, semua pihak termasuk DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, maupun masyarakat luas, harus mematuhi isi putusan MK.
Adapun, bila terdapat pihak-pihak yang tidak mematuhi putusan MK, maka tindakan tersebut termasuk perbuatan melawan hukum.
Oce mengingatkan, akan ada dampak serius jika putusan MK terkait pilkada tidak ditaati. Salah satunya, pilkada serentak yang akan berlangsung rawan melanggar hukum.
Selain itu, hasil pilkada juga dapat dibatalkan oleh MK. Sebab, lembaga negara ini memiliki kewenangan dalam memutus perkara hasil pemilihan umum.
(TribunTrends.com/ Banjarmasinpost.co.id/Kompas.com)
Jokowi Dikecam Habis-habisan, Prabowo Buka Suara: Saya Jamin Enggak Ada |
![]() |
---|
Dikabarkan Marah Besar, Prabowo Berperan di Balik Batalnya Pengesahan Revisi UU Pilkada |
![]() |
---|
Demo Kawal Putusan MK di Sejumlah Tempat Ricuh, Fasilitas Kantor DPRD Majene Hancur |
![]() |
---|
Manuver Politik Revisi UU Pilkada di DPR, Prabowo Disebut Marah Besar, Jokowi Santai |
![]() |
---|
AJI Kota Pangkalpinang Bersama Koalisi Masyarakat Sipil Kawal MK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.