Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah
JPU Tak Akan Panggil Brigjen Mukti Juharsa ke Sidang Korupsi Timah, Ini Alasannya
Jaksa penuntut umum tidak akan memanggil Brigjen Mukti Juharsa ke persidangan perkara korupsi tata niaga timah di wilayah konsesi PT Timah Tbk period
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Nama Brigjen Mukti Juharsa disebut-sebut dalam persidangan perkara korupsi tata niaga timah di wilayah konsesi PT Timah Tbk periode 2025-2022, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Atas fakta yang terungkap di persidangan itu, jaksa penuntut umum (JPU) memilih untuk tidak menindaklanjutinya.
Brigjen Mukti Juharsa yang saat ini menjabat Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, tidak akan dihadirkan jaksa penuntut umum ke persidangan.
Alasannya, Mukti Juharsa tidak pernah diperiksa pada tahap penyidikan perkara Harvey Moeis.
"Di berkas perkara tidak ada BAP (berita acara pemeriksaan) dan kemudian tidak kita pakai," kata jaksa Ardito Muwardi, ketua tim penuntutan dalam perkara ini saat ditemui awak media seusai persidangan, Kamis (22/8/2024).
"Karena di berkas perkara tidak ada, ya kita kemungkinan besar tidak akan kita panggil," kata Ardito.
Meski begitu, fakta persidangan kali ini, termasuk soal jenderal polisi menjadi admin grup Whatsapp, tetap dipertimbangkan tim jaksa penuntut umum untuk menyusun tuntutan terhadap Harvey Moeis.
"Iya jadi bahan pertimbangan," kata Ardito.
Menurut jaksa penuntut umum, dalam hal ini Mukti Juharsa sebagai perwakilan Polda Bangka Belitung saat itu membuat grup Whatsapp sekadar untuk mengimbau para smelter swasta.
"Polri tadi menurut keterangan saksi hanya membentuk grup WA untuk mengimbau agar para smelter-smelter swasta memberikan kuota (ekspor)nya kepada PT Timah," kata jaksa Ardito.
Sidang lanjutan perkara korupsi tata niaga timah di wilayah konsesi PT Timah Tbk periode 2015-2022 mengungkap fakta terkait kerugian yang harus ditanggung negara.
PT Timah melalui direksinya sempat meminta 50 persen dari kuota ekspor timah sejumlah perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung.
Permintaan itu diungkapkan dalam sebuah pertemuan direksi PT Timah dengan para bos perusahaan smelter swasta di Hotel Borobudur, Jakarta pada Mei 2018.
"Ada terakhir di Hotel Borobudur, Jakarta," kata saksi Ahmad Syahmadi sebagai General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016-2020 dalam persidangan lanjutan terdakwa Harvey Moeis, dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Alasannya, PT Timah hendak menggenjot produktivitasnya. Karena itulah para perusahaan smelter swasta yang memperoleh bijih timah di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah, dimintai jatah.
"Pak Dirut punya aspirasi agar fungsi logam dari Bangka Belitung itu fifty-fifty, Yang Mulia. Karena sejarah sebelum sebelumnya keluar ekspor logam dari Bangka Belitung sekitar 70 ribu ton, PT Timah hanya sekitar 20 ribu, 21 ribu, segitu terus, Yang Mulia," kata Syahmadi di hadapan majelis hakim.
Bahkan dalam pertemuan di Hotel Borobudur Jakarta, PT Timah sampai meminta bantuan Gubernur dan Kapolda Bangka Belitung saat itu.
Gubernur saat itu, Erzaldi Rosman dan Kapolda, Brigjen (alm) Syaiful Zachri turut diundang ke dalam pertemuan.
Mereka berdua dimintai bantuan untuk membujuk para perusahaan smelter swasta memberikan sebagian kuota ekspornya.
Dalam pertemuan itu, Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman mengajak para perusahaan smelter swasta untuk memenuhi permintaan PT Timah, yakni menyerahkan kuota ekspor dengan rasio 50:50.
Sementara Kapolda mengecek sumber bijih timah yang diperoleh para perusahaan smelter swasta.
"Ada imbauan tadi dari Pak Gubernur agar dibantu ini saudara tua. Juga tadi Pak Kapolda ngecek, mereka (perusahaan smelter swasta) ngaku ngambil dari IUP PT Timah," kata Syahmadi.
Syahmadi menerangkan bahwa Kapolda juga sampai mengabsen para smelter swasta terkait jumlah produksi timah yang diekspor.
"Ketika itu Pak Kapolda menanyakan beberapa smelter, 'Kamu PT apa?' seperti mengabsen, tidak semuanya. 'Kamu ekspor berapa bulan kemarin? Itu logam itu pasirnya dari IUP sendiri atau IUP PT Timah?'" kata Syahmadi, menceritakan kejadian dalam pertemuan di Hotel Borobudur.
Ternyata di dalam pertemuan tersebut, para perusahaan smelter swasta keberatan atas usul 50:50 dari PT Timah.
Alhasil, pertemuan menyepakati agar para smelter swasta yang mengambil bijih timah di wilayah IUP PT Timah menyerahkan hanya lima persen kuota ekspornya kepada PT Timah.
Menurut saksi Syahmadi, karena dirinya tak menghadiri pertemuan sampai selesai, hasilnya diumumkan dalam grup Whatsapp.
Grup Whatsapp yang dimaksud bernama New Smelter, beranggotakan perusahaan smelter swasta, PT Timah, dan pihak polisi.
"Detailnya saya pulang duluan Yang Mulia, tidak mengikuti. Cuma diumumkan di grup Whatsapp itu. Intinya aspirasi PT Timah 50 persen, Forum sepakat untuk 5 persen, Yang Mulia," kata Syahmadi.
Menurut Syahmadi, saat itu hasil pertemuan diumumkan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kepulauan Bangka Belitung.
"Siapa yang menyampaikan itu di grup Whatsapp?" tanya jaksa.
"Eeee Pak Dirreskrimsus."
Dalam persidangan ini pula terungkap bahwa sosok Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung yang dimaksud ialah Brigjen Pol Mukti Juharsa yang saat ini menjabat Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri.
Saat itu, Mukti Juharsa masih berpangkat Kombes dan menjabat Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.
Saksi Syahmadi mengungkapkan bahwa Mukti Juharsa menjadi admin grup New Smelter yang dimaksud.
"Seingat saya adminnya Pak Dirreskrimsus, Pak Kombes Mukti," ujar Syahmadi.
"Pak Mukti. Mukti siapa?" tanya Hakim Ketua, Eko Ariyanto, memastikan.
"Juharsa," jawab Syahmadi.
"Dari Polri?"
"Dari Polda," kata Syahmadi.
Selain itu, dari pihak Kepolisian pula terdapat Wakil Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.
"Dari Polda seingat saya ada dua. Satunya lagi wakil direktur," katanya.
Sebagai informasi, Harvey Moeis dalam perkara ini secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Ashri Fadilla)
Perjalanan Kasus Bos Timah Bangka Hendry Lie Hingga Tetap Divonis 14 Tahun dan Bayar Rp 1,05 T |
![]() |
---|
Peran Fandy Lingga Adik Bos Timah Bangka Hendry Lie Dalam Kasus Korupsi Timah, Dituntut 5 Tahun |
![]() |
---|
Profil Riza Pahlevi Eks Dirut Timah yang Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara, Kasasinya Ditolak MA |
![]() |
---|
Helena Lim Tetap Dihukum 10 Tahun Penjara dalam Korupsi Timah Rp 300 Triliun |
![]() |
---|
Kasasi Harvey Moeis Ditolak MA, Suami Sandra Dewi Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.