Minta Keringanan, Abdul Ghani Kasuba Eks Gubernur Malut Tetap Diminta Bayar Rp 109 Miliar

Jaksa tetap pada tuntutan untuk Abdul Ghani Kasuba dengan pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 109.056.827.000 dan 90.000 dollar AS.

Editor: fitriadi
KOMPAS.com/AGUS SUPRIANTO
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi, eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba bersalaman dengan Jaksa Penuntut Umum KPK, usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Ternate pada Jumat (6/9/2024). 

BANGKAPOS.COM, TARNATE - Jaksa penuntun umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap meminta mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba (AGK) dijatuhi hukuman membayar uang pengganti yang timbul akibat korupsi yang dilakukannya.

Uang pengganti itu sebagai pidana tambahan selain pidana hukuman penjara 9 tahun yang dituntut JPU.

Dalam perkara suap dan gratifikasi jual beli jabatan dan perizinan tambang di Maluku Utara, AGK dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 109.056.827.000 dan 90.000 dollar AS.

Pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor Ternate, Jumat (6/9/2024), JPU KPK menolak nota pembelaan (pleidoi) yang disampaikan terdakwa AGK pada sidang sebelumnya.

JPU tetap menuntut terdakwa AGK dihukum 9 tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. 

Jaksa juga masih berpegang pada tuntutan dengan pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 109.056.827.000 dan 90.000 dollar AS.

Dalam replik tersebut, terdapat sejumlah poin, sebagaimana nota pembelaan penasihat hukum.

Salah satunya, berat atau ringan pidana yang akan dijatuhkan pada terdakwa merupakan kewenangan mutlak majelis hakim dengan memperhatikan fakta-fakta persidangan.

Lalu, sampai pada kesimpulan bahwa terdakwa adalah pelaku kasus pidana maka harus dijatuhi hukuman atas kesalahannya.

Jaksa KPK juga tidak sependapat bahwa uang pengganti tidak dapat dibebankan pada terdakwa. Sebab, jaksa menilai pembayaran uang pengganti merupakan pidana tambahan pada terdakwa yang terbukti melakukan korupsi.

Kemudian, pembebanan uang pengganti sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh terdakwa dari tindak pidana korupsi.

Selain itu, tindak pidana korupsi yang menjadi sumber perolehan harta benda terdakwa tidak hanya berkaitan dengan kerugian keuangan negara.

"Sehingga pantas dan patut, jika pengadilan menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa, yaitu pembayaran uang pengganti sebagaimana surat tuntutan."

"Atas permohonan dalam nota pembelaannya tersebut, haruslah ditolak dan dikesampingkan karena tidak sesuai fakta persidangan dan menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku," kata Jaksa Penuntut Umum KPK, Greafik Loserte, saat membacakan replik.

Jaksa KPK juga menolak pengajuan terdakwa dipindahkan dari rumah tahanan ke Lembaga Permasyarakatan Ternate. Pasalnya, permohonan tersebut diluar ruang lingkup surat keputusan pidana.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved