Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

Alasan Penambang Liar Sering Jual Bijih Timah ke Smelter Dibanding PT Timah: Lebih Cepat Dapat Uang

Dungkap Acau, ia justru lebih sering menjual biji timah ilegal ke perusahaan smelter swasta ketimbang perusahaan milik negara tersebut.

Penulis: Vigestha Repit Dwi Yarda | Editor: fitriadi
Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan
Empat orang saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang lanjutan korupsi timah dengan terdakwa salah satunya suami Sandra Dewi, Harvey Moeis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2024). 

Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Smelter berubah dari IUJP ke SHP

Diketahui perusahaan smelter berubah dari Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) menjadi program Sisa Hasil Pengolahan (SHP).

Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan Kepala Bidang Perizinan dan Pelaporan (P2P) PT Timah Budi Hatari.

Budi menyebut kemitraan dengan perusahaan smelter berubah dari IUJP menjadi SHP.

Hal itu disampaikan Budi saat memberikan kesaksian dalam persidangan perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).

Budi diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Helena Lim, Mochtar Reza Pahlevi, Emil Emindra, dan MB Gunawan.

Budi mengatakan kemitraan perusahaan smelter PT Timah hanya ada PT Refined Bangka Tin pada 2018 silam.

Kemudian bertambah dengan bergabungnya CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

"Jadi bentuk kerja sama smelter itu prinsipnya adalah semua material itu harus berasal dari IUP PT Timah. Semua itu berasal dari Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP). Kemudian pasir yang dihasilkan oleh PT Timah diserahkan ke smelter yang kita sewa untuk dilebur menjadi barang setengah jadi. Itu konsep awalnya," jelas Budi di persidangan.

Kemudian jaksa menanyakan bagaimana fakta yang berjalan.

"Fakta yang terjadi justru kami rapat dipanggil oleh Direktur Operasi Produksi (PT Timah) Alwin Albar untuk membuat SOP terkait dengan mitra borongan pengangkut sisa hasil pengolahan," kata Budi.

"Di situ saya dengan kepala P2P sempat mempertanyakan hal tersebut kepada Direktur Operasi (Alwin Albar) karena tidak sesuai dengan konsep awal. Bahwa jasa pertambangan berubah menjadi sisa hasil pengolahan," terangnya.

Kemudian jaksa menanyakan itu saja apakah ada hal lain yang diubah dalam SOP tersebut dan dalam bentuk apa diterbitkan.

Sumber: bangkapos.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved