Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah
Smelter Setor Rp 70 M Ke Rekening PT Milik Helena Lim, JPU Heran Ditulis dari PT QSE ke PT QSE
Mantan staf PT Stanindo Inti Perkasa, Elsi Rahayu mengaku mengirim uang Rp 70 miliar ke rekening PT QSE.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Perusahaan smelter timah swasta PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) menyetor uang pengamanan senilai Rp 70 miliar ke rekening perusahaan money changer milik Helena Lim, PT Quantum Skyline Exchange (QSE).
Uang tersebut ditransfer sebanyak 33 kali dalam rentang waktu selama 2019 hingga 2020.
Mantan staf PT Stanindo Inti Perkasa, Elsi Rahayu mengaku mengirim uang Rp 70 miliar ke rekening PT QSE.
Keterangan ini diungkapkan Elsi secara daring saat dihadirkan sebagai saksi sidang dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang menjerat Helena Lim, dan eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi serta terdakwa lain.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung mencecar Elsi terkait pengiriman uang ke PT QSE milik Helena Lim yang dikenal sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK).
Elsi mengaku melakukan transaksi itu atas perintah bagian keuangan PT Stanindo Inti Perkasa, Yulia.
Namun, JPU sempat heran karena uang tersebut ditransfer Elsi mewakili PT Stanindo Inti Perkasa,
tapi pada slip ditulis PT QSE sebagai pengirim sekaligus penerima setoran.
“Kenapa kok bisa (ditulis pada slip) pengirimnya PT Quantum, penerimanya juga PT Quantum?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).
“Karena perintahnya begitu,” jawab Elsi.
Meski demikian, Elsi mengaku tidak ingat berapa rincian transaksi pengiriman uang ke PT QSE. Sebab, ia tidak menyimpan bukti transfer.
Jaksa lantas meminta Elsi mengingat dengan membacakan barang bukti slip setoran 21 Februari 2019 dan 5 Maret 2018.
Setelah diperlihatkan bukti slip itu oleh jaksa, Elsi membenarkan transaksi tersebut.
“Jumlahnya 3.543.760.000 betul?” tanya jaksa.
“Betul,” jawabnya.
Jaksa lantas menyebut, selama 2019 hingga 2020 terdapat 33 kali transaksi ke PT Quantum Skyline Exchange.
Pada 22 April 2019 misalnya, Elsi mengrimkan uang Rp 2.815.000.000 ke rekening perusahaan Helena Lim.
Kemudian, pada 27 Mei 2019 Rp 4.320.000.000; transaksi pada 21 Juni 2019 Rp 3.400.800.000; transaksi pada 3 Juli 2019 Rp 2.129.120.000; dan Rp 2.580.000.000 pada 17 Juli 2019.
“Kalau total dari 2019 sampai dengan 2020 itu berkisar sampai dengan Rp 70 miliar. Perkiraan saksi apakah sampai dengan nilai segitu?” tanya jaksa.
Namun, pertanyaan ini dihentikan oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Rianto Adam Pontoh.
Jaksa diminta menunjukkan slip setoran kepada Elsi.
“Apakah slip setoran ini saudara tahu seperti ini yang saudara kirim waktu itu?” tanya Hakim Rianto.
“Iya, betul,” jawab Elsi.
Surat dakwaan jaksa menyebut, Helena diduga berperan memfasilitasi Harvey Moeis yang mewakili perusahaan smelter PT Refined Bangka Tin (RBT) dengan PT QSE.
Money changer milik Helena itu disebut menampung uang pengamanan senilai 500 hingga 700 dollar Amerika Serikat (AS) per ton.
Uang itu dikumpulkan dari perusahaan smelter yang menangani kerja sama smelter dengan PT Timah Tbk yakni, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa.
Dana tersebut dikumpulkan seakan-akan menjadi Corporate Social Responsibility (CSR) dari para smelter yang mengambil bijih timah dari izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
Helena bersama suami akris Sandra Dewi itu diduga menerima aliran uang Rp 420 miliar dari tindakan tersebut.
“Memperkaya Harvey Moeis dan terdakwa Helena setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” kata jaksa.
Dakwaan JPU Beber Setoran dari 4 Smelter
Dalam wakwaan JPU sebelumnya, ada empat perusahaan smelter swasta yang mengumpulkan dana pengamanan kepada Harvey Moeis melalui Helena Lim, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa.
Masing-masing menyerahkan uang pengamanan dengan nilai yang berbeda-beda.
Dari CV VIP, pemiliknya, yakni Tamron alias Aon menyerahkan Rp 122 miliar lebih kepada Harvey Moeis langsung maupun melalui Helena Lim ke money changer miliknya, PT Quantum Skyline Exchange.
Kemudian Robert Indarto dari PT Sariwiguna Binasentosa enam kali menyerahkan uang pengamanan dalam bentuk Dolar Amerika Serikat dan Singapura.
Uang dari Robert Indarto ini ditransfer ke rekening PT Quantum Skyline Exchange milik Helena Lim.
Berikut merupakan penyerahan uang dari Robert Indarto mewakili PT Sariwiguna Bina Sentosa kepada Helena Lim:
24 Januari 2019 transfer dana dari Bank Mandiri PT Sariwiguna Binasentosa ke rekening Bank Mandiri PT Quantum Skyline Exchange nomor rekening 168 0010 336699 sebesar Rp 2.127.000.000;
8 Februari 2019 transfer dana dari Bank Mandiri PT Sariwiguna Binasentosa ke rekening Bank Mandiri PT Quantum Skyline Exchange nomor rekening 168 0010 336699 sebesar Rp 1.401.500.000;
13 Februari 2019 transfer dana dari Bank Mandiri PT Sariwiguna Binasentosa ke rekening Bank Mandiri PT Quantum Skyline Exchange nomor rekening 168 0010 336699 sebesar Rp 1.406.500.000;
26 April 2019 transfer dana dari Bank Mandiri PT Sariwiguna Binasentosa ke rekening Bank Mandiri PT Quantum Skyline Exchange nomor rekening 168 0010 336699 sebesar Rp 209.300.000;
11 Mei 2020 transfer dana dari Bank Mandiri PT Sariwiguna Binasentosa ke rekening Bank Mandiri PT Quantum Skyline Exchange nomor rekening 168 0010 336699 sebesar Rp 500.000.000; dan
Transfer dana dari Bank Mandiri PT Sariwiguna Binasentosa ke rekening Bank Mandiri PT Quantum Skyline Exchange nomor rekening 168 0010 336699 168 0010 336699 sebesar Rp 1.106.000.000.
Selanjutnya Suwito Gunawan sebagai perwakilan PPT Stanindo Inti Perkasa menyerahkan uang pengamanan ke rekening PT Quantum Skyline Exchange sebanyak enam kali.
Penyerahan sendiri dilakukannya pada 18 Desember 2023 sebesar USD 500 ribu dan 10 Agustus 2018 sebesar Rp 1,5 miliar.
Sedangkan melalui anak buahnya, Suwito memerintahkan penyerahan uang sebanyak tiga kali sebesar Rp 500.000.000, Rp 600.000.000, dan Rp 1.000.000.000.
Kemudian dari PT Tinindo Inter Nusa melakukan setor tunai uang ke Money Changer PT Quantum Skyline Exchange melalui Bank BCA sebesar SGD 25.000 tiap kali setoran sejak 2018 sampai dengan 2020.
Berikut rinciannya:
28 Januari 2020, Rp 347.530.575;
26 Maret 2020, Rp 380.360.500;
26 Maret 2020, Rp 340.983.500;
17 Oktober 2023, Rp 115.100.000;
8 Oktober 2023, Rp 114.550.000;
18 Januari 2024,Rp 3.134.000.000;
3 Oktober 2022, Rp 105.000.000;
21 November 2022, Rp 100.100.000;
13 September 2022, Rp 106.200.000;
24 Maret 2023, Rp 43.200.000;
4 April 2023, Rp 103.800.000.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa perbedaan besaran uang pengamanan dari para perusahaan smelter ini bergantung pada banyaknya hasil tambang.
Para perusahaan smelter swasta ditarik biaya pengamanan USD 500 sampai USD 750 untuk setiap ton.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa Harvey, Mochtar, Helena, dan para terdakwa lainnya melakukan korupsi secara bersama-sama.
Perbuatan mereka diduga menimbulkan kerugian keuangan negara dan kerugian lingkungan hingga Rp 300 triliun.
Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
Adapun Harvey Moeis dalam perkara ini secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya Harvey didakwa Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
(Kompas.com/Syakirun Ni'am, Dani Prabowo, Haryanti Puspa Sari)
Perjalanan Kasus Bos Timah Bangka Hendry Lie Hingga Tetap Divonis 14 Tahun dan Bayar Rp 1,05 T |
![]() |
---|
Peran Fandy Lingga Adik Bos Timah Bangka Hendry Lie Dalam Kasus Korupsi Timah, Dituntut 5 Tahun |
![]() |
---|
Profil Riza Pahlevi Eks Dirut Timah yang Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara, Kasasinya Ditolak MA |
![]() |
---|
Helena Lim Tetap Dihukum 10 Tahun Penjara dalam Korupsi Timah Rp 300 Triliun |
![]() |
---|
Kasasi Harvey Moeis Ditolak MA, Suami Sandra Dewi Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.