Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah
Untung Cepat Diaudit BPKP dan Dibongkar Kejagung, Kalau Tidak PT Timah Bisa Pailit
Tanda-tanda bakal terjadinya pailit di PT Timah ditemukan olehBPKP saat auditor melakukan audit investigasi terhadap laporan keuangan PT Timah.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Beginilah kondisi PT Timah Tbk sebelum Kejaksaan Agung turun membongkar kasus mega korupsi tata niaga timah senilai Rp 300 triliun di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
PT Timah terancam pailit disebabkan tata kelola yang dinilai tidak bagus.
Tanda-tanda bakal terjadinya pailit ditemukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat auditor melakukan audit investigasi terhadap laporan keuangan PT Timah.
Di antara tanda pailit itu, yakni perusahaan plat merah tersebut mengalami fraud.
Fraud sendiri adalah tindakan kecurangan dalam laporan keuangan dengan sengaja untuk menipu pemilik hak dari laporan keuangan tersebut.
Baca juga: Awal Mula Terbongkarnya Kasus Korupsi Timah Rp 300 Triliun Diungkap Auditor BPKP
Fraud merupakan tindakan yang melanggar hukum dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi atau merugikan orang lain.
BPKP juga menemukan bahwa PT Timah memiliki utang triliunan rupiah kepada kreditur.
Perusahaan negara ini juga sudah sulit untuk mengajukan pinjaman ke berbagai fasilitas keuangan.
Fakta tersebut diungkap Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi saat dihadirkan sebagai saksi ahli oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perkara dugaan korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, dan rekan-rekan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).
Suaedi menjelaskan risiko yang dihadapi PT Timah Tbk jika modus-modus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang berlangsung beberapa tahun terakhir terus berlanjut.
Suaedi menjelaskan bahwa kerugian negara akibat tata kelola PT Timah mencapai Rp 29 triliun, yang disebabkan oleh fraud pada tahap perencanaan, pembelian bijih timah, dan kerja sama sewa smelter.
Ia menambahkan bahwa kecurangan dalam tata kelola timah tersebut berpotensi terulang di masa mendatang.
“Kemungkinan masih ada karena CV-CV mitra itu masih berproses sampai sekarang,” kata Suaedi.
Selain potensi fraud yang berulang, BPKP juga menemukan bahwa PT Timah memiliki kewajiban perusahaan yang tinggi, berupa utang kepada kreditur.
Kerusakan lingkungan akibat penambangan timah di Bangka Belitung juga membutuhkan biaya besar dan waktu yang lama untuk melakukan reklamasi.
PT Timah berpotensi bertanggung jawab untuk melakukan reklamasi.
“Ada tingkat kewajiban perusahaan yang tinggi. Utangnya kan numpuk,” tutur Suaedi.
Dalam persidangan yang melibatkan terdakwa kasus timah lainnya, Suaedi menyebutkan bahwa PT Timah memiliki kewajiban membayar utang sebesar Rp 9 triliun yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 bulan.
Perusahaan negara ini juga dinilai sudah sulit untuk mengajukan pinjaman ke berbagai fasilitas keuangan.
“Nah dari dua ini kami menyoroti jangan sampai, jangan sampai PT Timah itu pailit dan merupakan lingkungan yang rusak,” kata Suaedi.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto, menanyakan tentang risiko pailit PT Timah.
“Yang ini risiko terburuk benar enggak? Risiko terburuknya seperti itu?” tanya Hakim Eko.
“Iya,” jawab Suaedi membenarkan.
“Tadi ada potensi untuk pailit PT Timah seandainya ini tetap dilakukan seperti itu, modus yang seperti itu?” tanya Eko lagi memastikan.
“Betul. Iya,” jawab Suaedi.
Auditor BPKP Ungkap Keanehan Laporan Keuangan PT Timah 2019
Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi juga menyebut, laporan keuangan PT Timah tahun 2019 dengan tingkat produksi dan pendapatan paling tinggi namun justru mengalami kerugian terbesar tidak normal.
Keterangan ini Suaedi sampaikan ketika dihadirkan sebagai ahli kerugian keuangan negara dalam sidang dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Harvey Moeis dan kawan-kawan.
Suaedi mengatakan, berdasarkan data yang pihaknya dapatkan dari PT Timah, perusahaan negara itu melaporkan tingkat produksi logam timah tertinggi pada 2019. BPKP kemudian membandingkan antara persediaan logam timah dengan laba dan rugi.
“Sekitar ada Rp 7 triliun, persediaannya saja. Tapi di saat yang sama pada saat kami melihat laporan konsolidasi di tahun 2019 justru ruginya paling besar di antara perjalanan ini (data keuangan tahunan),” kata Suaedi.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto lantas menimpali apakah menurut sudut pandang auditor laporan keuangan itu normal.
“Tidak normal Yang Mulia,” jawab Suaedi.
“Ya sudah gitu saja. Sampai di situ. Terus apa lagi? Maksudnya ini apa itu karena dibuat-buat atau bagaimana?” tanya hakim Eko.
Menurut Suaedi, laporan itu keuangan itu tidak dibuat-buat. Ia lantas menjelaskan perbandingan antara angka penjualan dengan kerugian dan laba.
Dari data yang didapatkan disimpulkan, tingginya pendapatan PT Timah Tbk pada tahun tersebut tidak diikuti dengan kenaikan laba bersih. Ketika pendapatan perusahaan melonjak, laba bersih yang didapatkan justru kecil.
“Jadi anomali justru di tahun 2019, di mana penjualan paling tinggi, namun ruginya paling tinggi. Itu anomali dari sudut pandang accounting Yang Mulia,” jelas Suaedi.
Menghadapi keanehan data itu, BPKP kemudian mencoba mengidentifikasi dengan cara membandingkan tingkat penjualan dengan harga pokok produksi.
BPKP menemukan, Harga Pokok Peleburan (HPP) atau biaya produksi logam timah terlalu besar. Pihaknya menemukan selisih antara HPP dengan harga penjualan sangat kecil pada periode 2017 sampai 2020.
“Namanya gross profit (laba kotor) itu belum dikurangi dengan biaya biaya umum, biaya administratif. Itu belum,” tutur Suaedi.
“Itu saja gap-nya kecil sekali. Makanya meskipun penjualannya tinggi tetapi di saat yang sama di tahun 2019 justru ruginya itu paling tinggi. Itu anomali,” kata Suaedi.
Eks Dirut Didakwa Kongkalikong
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.
Perkara ini juga turut menyeret suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
(Kompas.com/Syakirun Ni'am, Ardito Ramadhan)
Peran Fandy Lingga Adik Bos Timah Bangka Hendry Lie Dalam Kasus Korupsi Timah, Dituntut 5 Tahun |
![]() |
---|
Profil Riza Pahlevi Eks Dirut Timah yang Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara, Kasasinya Ditolak MA |
![]() |
---|
Helena Lim Tetap Dihukum 10 Tahun Penjara dalam Korupsi Timah Rp 300 Triliun |
![]() |
---|
Kasasi Harvey Moeis Ditolak MA, Suami Sandra Dewi Tetap Jalani Hukuman 20 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Peran Hendry Lie Pendiri Sriwijaya Air Divonis 14 Tahun dan Denda Rp 1 Triliun Kasus Korupsi Timah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.