Nasib Buah Karamunting di Babel? Buah Liar Yang Berpotensi Menjadi Bagian dari Pangan Lokal 

Dari  genusnya saja sudah berbeda sehingga antara buah karamunting dan keraduduk memang 2 jenis perdu yang berbeda walaupun secara fisik perdu...

|
Istimewa
Dr. Sulvi Purwayantie, S.TP, MP. -- Universitas Muhammadiyah BABEL  

Oleh: Dr. Sulvi Purwayantie, S.TP, MP. -- Dosen Universitas Muhammadiyah BABEL 
 
BUAH karamunting? bagi masyarakat Indonesia pasti asing dan sangat asing, tak terdengar, tetapi bagi masyarakat Babel waoooo itu sudah biasa didengar dan banyak tumbuh serta dijual di pasar tradisional (informasi dari mahasiswa KSDA asal Bangka selatan), terutama di Toboali (Bangka Selatan).

Dari 100 persen mahasiswa asli Babel di kelas saya mengajar, yang mengetahui adanya buah karamunting rata-rata hanya sekitar 10-20 persen saja.

Beberapa kalangan masyarakat di Kota Pangkal Pinang  menganggap buah ini buah yang hanya menjadi makanan burung. Yang jelas buah karamunting rasanya manis, walaupun buahnya relatif sangat kecil.

Beberapa peneliti menganggap daging buahnya mempunyai tekstur mirip anggur (Sembiring dan Sari, 2021). Mungkin hal ini yang menjadi alasan mengapa di Kalimantan buah ini dikenal sebagai Kalimantan grapes (Santic dkk., 2017).

Karamunting (Zhao dkk., 2020)
Karamunting (Zhao dkk., 2020) (Istimewa)

Karamunting  secara umum di Indonesia  adalah jenis tumbuhan liar dengan  nama latin Rhodomyrtus tomentosa.

Nama karamunting juga dikenal oleh Etnis Melayu di Malaysia (Sabah, Sarawak) termasuk Kalimantan Barat, Sumatera utara, Riau atau disebut kemunting di Semenanjung Malaysia.

Sebagian besar masyarakat Babel salah dalam mengidentifikasi buah karamunting dengan buah keraduduk  (senduduk) dengan nama latin Melastoma malabrathicum.  

Dari  genusnya saja sudah berbeda sehingga antara buah karamunting dan keraduduk memang 2 jenis perdu yang berbeda walaupun secara fisik perdu mirip.

Perbedaan yang utama tampak dari  morfologi daunnya sangat berbeda. Karamunting dari keluarga (Fam.) Myrtaceae (jambu-jambuan)  sedangkan keraduduk dari Fam. Melastomaceae (senggani-sengganian).

Secara taksonomi tumbuhan, memang kedua jenis tumbuhan ini sama-sama tergolong ordo Myrtales tetapi berbeda Genus. Sangat disayangkan masih ada para peneliti yang mempublikasikan artikelnya dengan nama karamunting tetapi nama latinnya adalah nama latin keraduduk Melastoma malabathricum  (Siregar, 2023;  Saloko dkk., 2022; Kartina dkk., 2019; Farizah dkk., 2017; Sari dkk., 2015).  

Keraduduk (atas);  karamunting (bawah)
Keraduduk (atas); karamunting (bawah) (Istimewa)

Belum banyak masyarakat Indonesia maupun dari Babel sendiri  menjadikan buah mungil ini menjadi selai, jam, teh atau pewarna makanan yang komersial, padahal buah ini kaya kandungan  fitokimia terutama flavonoid (antosianin) yang telah dikenal sebagai zat pewarna pangan.

Sifat fungsional antosianin sudah banyak dimanfaatkan sebagai herbal seperti antosianin pada  bunga telang (Clitoria ternatea), buah naga merah (Hylocereus polyrhizus), daun bayam merah (Alternanthera amoena) dll.

Beberapa peneliti telah memanfaatkan ekstrak atau tepung buah  karamunting untuk makanan dan minumanantara lain untuk pengayaan gizi mi dan biskuit (cookies), pewarna kue mangkok, sirup buah  dan pendeteksi bahan pengawet makanan yang berbahaya seperti formalin.

Selain buahnya ternyata kulit batang, akar dan daun juga berpotensi digunakan sebagai herbal tradisional yang telah dilakukan oleh banyak peneliti di Indonesia.

Dalam review yang dipublikasi  oleh Zhao dkk. (2023) menyebutkan sudah ada Paten dari karamunting terutama dari buahnya sebanyak 10 untuk pangan dan kosmetik.

Pohon semak  (perdu) karamunting dikenal dapat digunakan dalam kasus diare, disentri sedangkan buahnya yang kaya nutrisi dan fitokimia dikenal sebagai sumber piceattanol terutama dibijinya yang halus, dapat berfungsi untuk pengobatan.

Piceattanol juga banyak dikandung pada biji markisa dan anggur.

Dalam  buku “Karamunting: oleh Erna dkk. (2019) disebutkan piceattanol dalam buah karamunting mempunyai kandungan  1000-2000x  dari  piceattanol dalam biji anggur merah.

Hal ini menjadi penting karena bioaktif senyawa inilah yang sekarang menjadi dasar pemanfaatan buah karamunting dalam  industri farmasi.

Selain itu perdu jenis ini telah digunakan untuk tanaman landscaping oleh US Dept. of Agriculture in 1920an sebagai jenis spesies perdu tahan api yang dapat menahan/memblok kebakaran di pegunungan Himalaya.
  
Terakhir, berdasarkan “Supplement to Compendium of Materia Medica” (Bencao Gangmu Shiyi, Qing dynasty), karamunting efektif dalam kesehatan system darah, anti rheumatism (nyeri radang sendi) dan pengobatan dalam hematemesis (muntah darah), diarrhea, pendarahan  rahim (uterine bleeding).

Hal ini  telah  dibuktikan oleh hasil penelitian Zhang dkk (2018) bahwa karamunting dapat digunakan dalam kasus anemia, disentri, rheumatism dan  penurunan kadar lemak yang tinggi (hyperlipidemia).

Termasuk  juga dalam resep modern di China “Fufang Gangren Pian” yang telah oleh CFDA (Z20043503) digunakan untuk pengobatan hepatitis dan icterus (penyakit kuning). Komposisi utama resep ini berasal dari akar karamunting.

Masyarakat Malaysia memanfaatkan buah karamunting untuk disentri, akar serta batangnya untuk pengobatan lambung, termasuk di Thailand untuk pengobatan herbal antipyretic (pereda demam) dan antidiarre. Bila akarnya saja telah dimanfaatkan sebagai herbal, mengapa buahnya kita biarkan terbuang, sia-sia....???

Menurut penulis, buah karamunting berpotensi dijadikan seperti buah berri, berriberrian dari Babel, asal para peneliti mampu membudidayakan perdu ini sama seperti pengembangan buah blue berry (Vaccinium myrtillus) yang berasal dari Negara Scandinavia (Nordic Europe).

Buah blue berry relatife kecil, banyak ditemukan disemak-semak, kaya antosinanin juga dan saat ini mulai dikembangkan di Indonesia.

Walau agak mahal,  buah blue berry (segar atau beku)  secara ekonomis sudah terdapat di gerai-gerai mall ternama  di Jakarta, Pontianak dan Pangkal Pinang.

Perlu dikembangkan potensi buah karamunting seperti buah blue  berry.

Program Presiden Prabowo sangat mentriger pengembangan buah lokal menjadi bagian dari ketahanan pangan lokal.  

Lalu wilayah Babel yang kaya karamunting kita biarkan saja kearifan lokal ini musnah, ditebang untuk timah tanpa ada konservasi atau dimanfaatkan? atau suatu saat karamunting menjadi Hak Indikasi Geografis yang diklaim provinsi lain?

Oleh karena itu, mari semua stake holder yang terkait dengan Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Dirjen  Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), masyarakat, Perguruan Tinggi, pihak swasta (perusahaan tambang timah) ikut memikirkan nasib buah karamunting yang sangat berpotensi dikembangkan menjadi edible plant atau revegetasi wilayah pasca tambang yang berpotensi ekonomis. (*/E2)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Puasa : Muhasabah Kehambaan

 

Literasi Ramadan

 

Polri dan Pelayanan Publik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved