Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah

TAMRON alias Aon Bos Timah Bangka Belitung Dituntut 14 Tahun hingga Ganti Rugi Rp3,66 Triliun

TAMRON alias Aon Bos Timah Bangka Belitung Dituntut 14 Tahun hingga Ganti Rugi Rp3,66 Triliun

Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: Dedy Qurniawan
istimewa
TAMRON alias Aon Bos Timah Bangka Belitung Dituntut 14 Tahun hingga Ganti Rugi Rp3,66 Triliun- Thamron alias Aon menggunakan rompi merah muda berlabel Pidsus Kejagung RI ketika ditetapkan sebagai tersangka korupsi tata niaga komoditas timah oleh Jampidsus. (IST/Puspenkum Kejagung RI) 

BANGKAPOS.COM - Tamron (Aon) bos timah Bangka Belitung dituntut 14 tahun penjara  denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan terkait kasus korupsi tata niaga timah yang menjeratnya

Selain itu, Aon juga dituntut ganti rugi Rp 3.660.991.640.663,67 atau Rp 3,66 triliun dikurangi nilai aset yang telah disita penyidik terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang juga menjeratnya.

Dalam kasus ini, Tamron alias Aon merupakan pemilik CV Venus Inti Perkasa.

Tuntutan kepada Aon disampaikan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024)..

Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai, Tamron terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu primair.

"(Menuntut agar majelis hakim) menjatuhkan pidana terhadap Tamron dengan pidana penjara selama 14 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024) dilansir kompas.com.

Jaksa juga menuntut Tamron membayar denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.

Selain itu, jaksa juga menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Tamron terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Hal ini sebagaimana dakwaan kedua primair terkait Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. 

Tamron diminta membayar uang pengganti senilai Rp 3.660.991.640.663,67 atau Rp 3,66 triliun dikurangi nilai aset yang telah disita penyidik.

Jika dalam waktu yang satu bulan setelah terbit putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap Harvey Moeis tidak membayar uang pengganti itu, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk negara.

Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi, maka pidana tambahan itu akan diganti dengan pidana kurungan selama 8 tahun penjara.

"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun,” tutur jaksa.

Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.

Babel Suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.

Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.

Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Tinindo Internusa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.

Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.

Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.

Sosok Aon

Tamron atau yang dikenal dengan nama Aon, begitu fenomenal di Bangka Belitung.

Ia merupakan pengusaha timah asal Koba, Kabupaten Bangka Tengah.

Sepak terjangnya di dunia pertimahan sudah lebih dari dua dekade.

Pada tahun 2006, Aon sempat menjadi tersangka kasus tambang timah ilegal.

Taamron  tak sendirian saat ditetapkan sebagai tersangka, tetapi bersama Suwito Gunawan dan Johan.

"Sekitar 8 triliun kerugian negara oleh cukong-cukong timah ini. Mereka langsung dibawa ke Singapura. Kerugian Negara seperti devisa, kerugian royalty dan lingkungan," ungkap Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Paulus Purwoko di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Kamis (5/10/2006) silam.

Mengutip situs Kejaksaan Republik Indonesia, Thamron alias Aon pernah tersangkut kasus hukum dan menjadi terdakwa Perkara Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Ijin pada tahun 2006.

Saat itu dunia tambang Bangka Belitung bergejolak, kerusuhan terjadi hingga pendemo merusak kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.

Setelah kasus itu, kiprah usaha Thamron tak berhenti.

Ia aktif dalam sejumlah praktik bisnis timah.

Bangka Pos sempat beberapa kali bertemu Thamron dalam sejumlah rapat penting pertimahan pada tahun 2011 di Novotel Bangka, saat pengusaha timah Indonesia merintis pasar timah dalam negeri.

Thamron menjadi satu di antara pengusaha yang ikut dalam pengentian ekspor pada 1 Oktober 2011 yang bertujuan mendongkrak harga timah

Lama tak muncul di publik, di tahun 2022, namanya kembali mencuat.

Ini lantaran Penjabat Gubernur Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin menunjukknya menjadi Ketua Satgas Tambang Timah Ilegal.

Dalam sebuah rapat pembentukan Satgas Penambangan Timah Ilegal, pemerintah daerah mempercayakan Thamron atau Aon sebagai Ketua Satgas.

Penetapan itu ditandai dengan penyerahan kaos bertuliskan "Hijau Biru Bangka Belitung", dari Pj Gubernur Ridwan Djamaluddin kepada Thamron aliasn Aon.

"Saya ingin agar tidak ada pembelian dari pasir timah yang ditambang dari tambang ilegal. Kalau itu bisa kita laksanakan, maka tambang ilegal akan berhenti dengan sendirinya," kata Ridwan Djamaluddin kala itu.

Kebijakan Pemprov. Kep. Babel membentuk Satgas Tambang Timah Ilegal ini dirasakan bahagia oleh Pj Gubernur, lantaran mendapat dukungan penuh dari Kapolda Babel, Kajati Babel, dan para pelaku usaha tambang yang hadir dalam rapat.

Selain itu, Aon dikenal sebagai seorang pengusaha di bidang pertambangan dan perkebunan di Bangka Tengah.

Ia dikenal dekat dengan pejabat dan petinggi kepolisian.

Pada 2014 lalu saat orang tuanya meninggal, ucapan duka cita pun datang dari Kapolri saat itu.

Waktu itu Ridwan Djamaluddin mengatakan, dirinya tidak mau dituduh terkait penunjukan Ketua Satgas Tambang Ilegal terhadap Thamron alias Aon karena adanya unsur kepentingan dari sisi ekonomi maupun politik.

"Jadi jangan ada tuduhan memberikan panggung kepada pengusaha saja. Jangan ada tuduhan ini kepentingan ekonomi dan politik, jangan juga ada tuduhan menggores luka baru di atas luka lama. Mari kita sembuhkan saja luka ini," kata Ridwan Djamaluddin kepada wartawan di sela aktivitasnya menghadiri acara focus group discussion (FGD) di Mapolda Babel, Selasa (21/6/2022).

Terkait Aon pernah tersangkut kasus hukum dan menjadi terdakwa Perkara Tindak Pidana Pertambangan Tanpa Izin pada 2006, dikatakan Ridwan ini menjadi kesempatan untuk kembali berbuat baik.

Akan tetapi Satgas Tambang Timah Ilegal itu bubar, Aon mengundurkan diri menjadi Ketua Satgas.

Kini Thamron alias Aon menjadi sorotan dalam kasus korupsi tata niaga timah.

Smelter Venus diduga terlibat dalam sengkarut korupsi tata niaga timah yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Smelter Venus merupaksan satu di antara smelter yang memiliki ekspor cukup besar.

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, perusahaan ini termasuk dalam top 5 smelter dengan produksi timah terbesar pada 2019-2022.

Pada kurun waktu 2019-2022, smelter Venus memproduksi sebanyak 4.636 ton timah di atas 500 hektar IUP yang dimiliknya.

Dalam kurun waktu yang sama, perusahaan itu menymbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada negara sebanyak Rp62 Miliar.

Dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah ini, sejumlah aset dan harta kekayaan Aon telah disita.

Beberapa di antaranya disita saat kasus ini mulai diungkap Kejaksaan Agung ke publik.

Di antaranya ada emas logam Mulia seberat 1.062 gram.

Kemudian uang Tunai baik mata uang asing maupun mata uang rupiah dengan rincian:

  • Rp83.835.196.700 (delapan puluh tiga miliar delapan ratus tiga puluh lima juta seratus sembilan puluh enam ribu tujuh ratus rupiah);
  • USD 1.547.400 (satu juta lima ratus empat puluh tujuh ribu empat ratus dolar amerika);
  • SGD 443.400 (empat ratus empat puluh tiga ribu empat ratus dolar singapura);
  • AUS 1.840 (seribu delapan ratus empat puluh dolar australia).

Seiring waktu selama penyikan berlangsung sejumlah asetnya berupa rumah di Serpong, Banten juga ikut disita.

Selain menyita sejumlah smelter, dalam kasus ini, rekening perusahaan sawit miliknya juga diblokir yang berujung pada PHK terhadap para karyawan di sana.

 (Bangkapos.com/Teddy Malaka/Sepri Sumartono/Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved