Sosok I Dewa Gede Palguna, Ketua MKMK Kritik DPR Bisa Copot Panglima TNI - Kapolri: Rusak Negeri Ini

Palguna menyebut DPR tidak mengerti soal apa yang pihaknya telah lakukan. "Masa DPR tidak mengerti teori hierarki dan kekuatan mengikat norma hukum?

Penulis: Fitri Wahyuni | Editor: M Zulkodri
Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
KETUA MKMK KRITIK DPR -- Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, saat ditemui di gedung MKRI, Jakarta Pusat, pada Jumat (15/3/2024). I Dewa Gede Palguna mengkritik langkah DPR yang melakukan revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. 

Dalam revisi ini, kata Dasco, DPR bisa mengajukan rekomendasi untuk melakukan fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) apabila pejabat yang telah menjabat dalam waktu yang lama dan mengalami kendala kesehatan.

"Yang kita lihat misalnya ada suatu lembaga yang misalnya umurnya sampai 70 tahun dan dia di situ sudah menjabat selama 25 tahun dan sekarang kondisinya mislanya sakit sakitan," ujarnya.

"Nah ini kan kemudian kita harus melakukan fit and proper kepada yang bersangkutan itu masih dapat menjalankan tugasnya dengan baik," sambung Dasco.

Dasco menuturkan bahwa dalam kondisi seperti itu, perlu ada mekanisme untuk menilai apakah pejabat yang bersangkutan masih mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

"Nah saya kira kita harus melakukan mekanisme agar yang bersangkutan menggantikan oleh yang lebih layak dalam menjalankan tugas-tugas negara," tegasnya.

Ketua Harian DPP Partai Gerindra ini menjelaskan, revisi tersebut bagian dari penguatan fungsi pengawasan DPR terhadap mitra-mitra kerjanya.

"Namun kita tegaskan lagi bahwa dalam keadaan tertentu hasil fit and proper yang sudah dilakukan oleh DPR bisa kemudian dilakukan evaluasi secara berkala untuk kepentingan umum," ucap Dasco.

Revisi Tatib ini hanya menambah Pasal 228A yang memberi kewenangan bagi DPR untuk mengevaluasi pejabat yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.

Dalam ketentuannya, evaluasi dilakukan secara berkala oleh DPR untuk meningkatkan fungsi pengawasan dan kehormatan lembaga. 

Hasil evaluasi bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi terkait kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku.

Berikut bunyi Pasal 228A :

(1) Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 Ayat (2) DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.

(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Hasil revisi tersebut, membuka ruang bagi DPR untuk mengevaluasi secara berkala pejabat negara yang telah dipilih dengan rekomendasi pemberhentian.

Mengutip Kompas.id, perubahan aturan tersebut dinilai sangat fatal dan merusak ketatanegaraan karena seharusnya Peraturan Tata Tertib DPR hanya bisa mengatur lingkup internal.

Namun ternyata usulan merevisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) datang dari Mahkamah Kehormatan DPR (MKD), Senin (3/2/2025).

MKD mengusulkan untuk dilakukan penambahan satu pasal dalam revisi Tatib DPR, yakni Pasal 228A.

Setelah merevisi kilat tatib tersebut, pimpinan DPR langsung menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menentukan pembahasan revisi Tatib DPR di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Kemudian dalam tahapannya, pembahasan revisi Tatib DPR di Baleg selesai dengan waktu kurang dari 3 jam.

Perubahan tatib ini disetujui oleh seluruh fraksi partai politik dan telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025) siang.

(Bangkapos.com/Tribunnews.com/Tribun-Bali.com)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved