Tribunners

Idul Fitri dan Transformasi Ramadhan

Ritual Idul Fitri secara etimologis menempatkan diri kita kembali suci tidak serta merta didapatkan bagi semua orang yang menjalankan puasa Ramadhan.

|
Editor: fitriadi
Dokumentasi Pribadi Zayadi Hamzah
Zayadi Hamzah, Direktur Eksekutif KDEKS Provinsi Bangka Belitung 

Puasa Ramadhan adalah sebuah bentuk pengorbanan seorang hamba terhadap TuhanNya yang melibatkan pengendalian diri dari segala yang dicintai demi kecintaannya kepada Allah. Orang yang menjalankan puasa pada ruang privat seperti ini akan mendapat kemenangan dalam ruang publik berupa Idul Fitri sebagai rangkaian ritual ibadah Ramadhan.

Bila puasa telah mencapai derajat taqwa atau Muttaqin, sejatinya instrumen perilaku ketaqwaan tetap terjaga menuju Ramadhan berikutnya.

Setelah berpuasa kita semakin menyadari dan mengakui kekurangan dan kejahatan dirinya, semisal selama ini pelit tidak pernah bersodakoh menjadi dermawan, bila selama ini sombong sering membanggakan diri, menjadi orang yang rendah hati dan seterusnya.

Kesadaran ini tumbuh dan berubah setelah menjalankan iabadah puasa. Segala bentuk toksit yang merambah ruang privat kita sedapat mungkin diminimalisir dan bahkan dihilangkan. Inilah bentuk transformasi Ramadhan yang terwujud dalam kesadaran religiusitas dalam menata ruang
waktu setelah Ramadhan.

Merefleksi kondisi sosiologis masyarakat kita cenderung mengarah berkurangnya rasa kepedulian antar sesama, membutuhkan transformasi puasa Ramadhan sebagai manifestasi keimanan kita dalam wujud menebarkan kasih sayang dengan sesama. Karena ramadhan adalah bulan kasih sayang yang ditandai dengan identitasnya sebagai bulan penuh rahmat dan maqhfiroh Nya.

Sebuah hadits menyebutkan "Arrahimuna yanhamuhurahman irhamu man filardhi, yarhamukum man fissama." Point penting pesan Rasullah ini mengajak kita agar senantiasa memberikan kasih sayang kepada sesama atau kepada siapa saja menuju visi Islam rahmatan lil'alamin.

Transformasi ramadhan sebagai predikat muttaqin yang bersemayam dalam ruang privat kita maupun ruang publik telah membentuk jati diri menjadi orang yang diapresiasi oleh Rasulullah dalam hadits yang sangat populer "Khoirunnas anfu'uhum linnas." Sebaik-baik orang adalah yang banyak memberikan kemaslahatan dan kontribusi kepada sesama.

Pesan Rasullullah ini ditujukan bukan hanya kepada umat Islam saja, tetapi bagi seluruh umat manusia. Jangan sampai terjebak dengan Ramadhan sebagai rahmat hanya terbatas pada bulan Ramadhan saja, akibatnya disparitas perilaku baik dan mulia hanya terbatas pada bulan Ramadhan saja.

Sejatinya spirit mendekatkan diri kepada Allah dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus karena disitulah terletak derajat munttaqin yang diraih seorang hamba.

Mari kita jadikan atribut Ramadhan sebagai bulan rahmat dan barokah semestinya dijadikan momentum untuk penempaan diri lahir dan bathin sebagai modal menjalani kehidupan pada bulan-bulan berikutnya.

Prilaku religiusitas kebaikan berdemensi vertikal pada ruang privat dan horizontal dalam ruang publik selama Ramadhan menjadi modal sosial dalam melahirkan tatanan kehidupan sosial yang lebih baik.

Pertanyaan yang membutuhkan jawaban kita bersama adalah mampukah kita semua istiqomah dan konsisten dalam menjalankan ibadah sebagaimana ibadah-ibadah kita pada bulan Ramadhan menuju bulan-bulan setelah Ramadhan? Semoga.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved