Tribunners
Transformasi Digital Berbasis Nilai Tradisi Keagamaan Untuk Membangun Kampus Humanis dan Berdampak
Transformasi digital di perguruan tinggi harus berjalan beriringan dengan penguatan nilai-nilai tradisi keagamaan.
Penulis: Muhammad Isnaini
Pengamat Pendidikan dan Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang
Di era disrupsi digital yang bergerak cepat, dunia pendidikan tinggi menghadapi tantangan sekaligus peluang besar untuk melakukan transformasi mendasar.
Perguruan tinggi tidak hanya dituntut untuk mengadopsi teknologi terkini, tetapi juga harus mampu menjaga nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi peradaban.
Artikel ini akan membahas bagaimana transformasi digital di lingkungan kampus dapat dikembangkan dengan tetap berpijak pada nilai-nilai tradisi keagamaan, sehingga melahirkan konsep kampus yang humanis sekaligus berdampak nyata bagi masyarakat.
Transformasi digital dalam konteks pendidikan tinggi seharusnya tidak dimaknai semata-mata sebagai proses adopsi teknologi.
Lebih dari itu, transformasi ini harus dipahami sebagai upaya menyeluruh untuk membangun ekosistem pendidikan yang mampu merespons tantangan zaman tanpa kehilangan jati diri kultural dan spiritual.
Kampus sebagai pusat peradaban intelektual memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak mengikis nilai-nilai kemanusiaan yang justru menjadi inti dari proses pendidikan.
Landasan filosofis dari konsep kampus humanis dan berdampak ini dapat ditelusuri dari berbagai perspektif.
Dalam tradisi pendidikan Islam, misalnya, konsep "integrasi ilmu" (tauhid al-ulum) menekankan pentingnya menyatukan pengetahuan duniawi dan ukhrawi.
Sementara dalam tradisi Kristen, prinsip "pembentukan karakter" (formation) menempatkan pengembangan moral sebagai bagian integral dari pendidikan.
Nilai-nilai universal seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian sosial yang diajarkan oleh berbagai agama menjadi pondasi penting dalam membangun kampus yang humanis.
Teori-teori pendidikan juga mendukung integrasi antara transformasi digital dan nilai-nilai tradisi keagamaan.
Teori Humanisme dalam Pendidikan yang dikemukakan oleh Carl Rogers dan Abraham Maslow (1969), menekankan pengembangan potensi manusia secara holistik, termasuk aspek spiritual dan moral.
Pendidikan humanis mengajarkan bahwa transformasi digital harus mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa sebagai manusia utuh, bukan hanya sebagai pengguna teknologi.
Selain itu, Teori Integrasi Sains dan Agama dari Ian G. Barbour (1997) menyatakan bahwa sains dan agama tidak harus bertentangan, melainkan dapat saling melengkapi.
Dalam konteks kampus, pendekatan ini mendorong pengembangan teknologi yang tetap berpegang pada nilai-nilai keagamaan.
Teori lain yang relevan adalah Teori Pembangunan Berkelanjutan dari John Elkington (1997), yang mengadaptasi konsep Triple Bottom Line (People, Planet, Profit) dalam pendidikan tinggi.
Kampus tidak hanya mengejar keunggulan akademik (profit), tetapi juga membangun ekosistem yang manusiawi (people) dan berkelanjutan (planet).
Implementasi transformasi digital berbasis nilai tradisi keagamaan ini dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk konkret.
Pertama, melalui pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan etika digital dengan nilai-nilai keagamaan.
Kedua, dengan menciptakan platform pembelajaran digital yang tidak hanya efektif secara pedagogis tetapi juga mendukung pengembangan karakter.
Ketiga, melalui penguatan literasi digital yang berlandaskan pada prinsip-prinsip moral dan spiritual.
Keunggulan pendekatan ini terletak pada kemampuannya untuk menciptakan keseimbangan.
Di satu sisi, kampus tetap mampu bersaing dalam penguasaan teknologi mutakhir. Di sisi lain, kampus juga berperan sebagai penjaga nilai-nilai kemanusiaan yang semakin penting di tengah derasnya arus digitalisasi.
Konsep kampus berdampak dalam konteks ini tidak hanya diukur dari prestasi akademik atau inovasi teknologi, tetapi juga dari kontribusinya dalam membentuk manusia-manusia unggul yang memiliki integritas moral dan spiritual.
Tantangan utama dalam mewujudkan visi ini adalah bagaimana menemukan titik temu yang harmonis antara kemajuan teknologi dan kelestarian nilai-nilai tradisional.
Diperlukan pendekatan yang kreatif dan inovatif untuk memastikan bahwa nilai-nilai keagamaan tidak menjadi penghalang bagi kemajuan, melainkan justru menjadi penyaring dan penuntun dalam pemanfaatan teknologi digital.
Transformasi digital di kampus harus mempertimbangkan beberapa aspek penting.
Pertama, penguatan pendidikan karakter melalui integrasi nilai-nilai keagamaan dalam kurikulum digital dan penggunaan media pembelajaran yang mendukung pengembangan akhlak mulia.
Kedua, pemanfaatan teknologi untuk kemanusiaan, seperti penggunaan AI dan big data untuk penelitian sosial-keagamaan serta inovasi digital yang mendorong toleransi dan kerukunan antarumat beragama.
Ketiga, kemitraan dengan masyarakat melalui program pengabdian berbasis digital, seperti e-learning untuk pesantren atau madrasah, serta kolaborasi dengan lembaga keagamaan dalam pengembangan teknologi inklusif.
Transformasi digital berbasis nilai tradisi keagamaan menawarkan paradigma baru dalam pengembangan pendidikan tinggi.
Kampus humanis dan berdampak yang dihasilkan dari proses ini tidak hanya akan melahirkan lulusan yang kompeten secara teknis, tetapi juga insan-insan yang memiliki kedalaman spiritual dan kepedulian sosial.
Inilah bentuk kontribusi nyata dunia pendidikan dalam menjawab tantangan zaman sekaligus menjaga kelestarian nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Transformasi digital di perguruan tinggi harus berjalan beriringan dengan penguatan nilai-nilai tradisi keagamaan untuk mewujudkan Kampus Humanis dan Berdampak.
Pendekatan ini tidak hanya sejalan dengan kebijakan dari Kemendiktisaintek yang dikenal dengan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka hingga sekarang Diktisaintek Berdampak, tetapi juga memastikan bahwa kemajuan teknologi tetap berakar pada kearifan lokal dan spiritual.
Hal ini akan menciptakan ekosistem pendidikan yang tidak hanya canggih secara teknis, tetapi juga bermakna bagi kehidupan masyarakat. Wallaua’lam Bisshowab.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.