Tribunners

‘Hoegeng’ dan Muruah Pemolisian Sipil

Publik tetap menyimpan optimisme dan menaruh harapan besar bahwa spirit reformasi Polri akan terus berjalan, terlepas cepat atau lamban prosesnya

Editor: suhendri
Dokumentasi Rendy Hamzah
Rendy Hamzah -  Dosen Ilmu Politik UBB, The Affiliated researcher CitRes.net SUSTAIN JIP UBB- DPP UGM &  Departemen Geografi NTNU- Norway 

Oleh: Rendy Hamzah -  Dosen Ilmu Politik UBB, The Affiliated researcher CitRes.net SUSTAIN JIP UBB- DPP UGM &  Departemen Geografi NTNU- Norway

MOMENTUM pemisahan Polri  dari ABRI pada 1 April 1999 menjadi momentum bersejarah sekaligus babak penting dalam spirit pemolisian sipil kita di Indonesia. Bahkan melalui TAP MPR No.VI dan No.VII Tahun 2000 jadi episentrum penting untuk mempertegas betapa krusialnya agenda reformasi struktural demi terciptanya model pemolisian sipil yang humanis, demokratis dan menjunjung tinggi supremasi sipil.

Demi tercapainya cita-cita ideal tersebut tentu meniscayakan adanya jejaring kolaboratif dengan publik warga dalam setiap penyelesaian masalah dan ancaman keamanan. Konteks ini tentu sangat relevan dengan spirit HUT ke-79 Bhayangkara  yang mengusung tema ‘Polri untuk Masyarakat’, yang kurang lebih maknanya hendak menegaskan bahwa setiap langkah dan tugas Polri harus benar-benar berorientasi dan mengarusutamakan kepentingan publik warga. 

Konsep pemolisian sipil pada dasarnya relevan dengan kerangka pemolisian publik (community policing) David Bayley (1998) dan Robert Blair (1992) yang merupakan basis filosofis pemolisian dan program strategi yang menampilkan gaya, serta praktik kepolisian yang lebih ‘memublik’ atau mendekatkan diri kepada masyarakat yang dilayaninya. Model pemolisian ini bahkan sukses dipraktikkan di Singapura dan Jepang yang terbukti sangat efektif menumbuhkembangkan partisipasi publik warganya (Seregig, 2018). 

Polisi dan ‘public trust’

Beberapa tahun belakangan, menguat kembali wacana agar lembaga kepolisian dikembalikan posisinya di bawah TNI. Walaupun juga muncul persepsi elite yang menolak gagasan kebijakan tersebut, termasuk dari pihak Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bahwa penempatan Polri di bawah TNI ataupun di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak sejalan dengan spirit reformasi 1998 (Lihat Kompas, 29/11/2024).

Padahal, beberapa kajian riset memperlihatkan menurun drastisnya kepercayaan publik terhadap Polri, misalnya hasil kajian Indikator Politik Indonesia mencatat bahwa jika pada Desember 2021 mencapai 80,2 persen, lalu turun drastis jadi 53 persen pada akhir tahun 2022.

Bahkan hasil riset terbaru tahun 2025 dari Civil Society for Police Watch mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap Polri sebesar 48,1 persen. Tentu, tren penurunan tersebut menyedihkan kita semua, terlebih besarnya ekspektasi dan desakan publik agar institusi Polri serius mereformasi diri dan memperbaiki citra institusi. 

Itulah mengapa kemudian diperlukan komitmen kolektif kita semua untuk memperkuat praktik pemolisian sipil kita dengan budaya kerja yang lebih profesional, humanis, transparan, dan akuntabel di seluruh sektor keamanan kita. Terlebih jika mengacu pada trajektori Polri dalam rangka memenuhi ekspektasi publik (2015-2025), tahun 2025 ini merupakan fase ketiga yang menjadi momentum krusial, sekaligus puncak bagi tercapainya grand strategy Polri jadi yang terbaik menuju keunggulan institusi dalam menjalankan kerja-kerja profesionalnya. 

Setidaknya ada tiga fase penting dari Grand Strategy Polri (2005-2025) yang dimaksud, di antaranya; Pertama (2005-2010), fase pembangunan kepercayaan publik masyarakat (public trust) terhadap Polri selama 5 tahun. Kedua (2010-2015), fase pembangunan jejaring kemitraan kolaboratif (partnership building) yang menjadi rangkaian lanjutan dari fase sebelumnya. Ketiga (2016-2025), fase membangun kemampuan kepercayaan publik dan dipercaya masyarakat untuk menuju fase keunggulan. 

Nah, kemudian muncullah berbagai spekulasi dan skeptisme publik untuk menanyakan sudah sejauh mana sebenarnya agenda strategis tersebut tercapai? Mengapa kemudian tingkat kepercayaan publik terhadap kepolisian masih rendah, bahkan mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir? Inilah sejumlah pekerjaan rumah bersama yang harus segera ditemukan jalan kebijakan solutifnya. 

Bagaimanapun, tantangan mewujudkan grand strategy dan agenda reformasi Polri tersebut tidaklah mudah. Jika pun gerakan politik reformasi 1998 kita telah sukses membagi batas demarkasi posisi dan fungsi antara tentara dan polisi dari politik, kemudian tentara sukses dikembalikan fungsi kesiapsiagaannya di ‘barak’. Lalu muncul dan berkembanglah fungsi dan kekuasaan polisi yang begitu kuat dan menonjol hingga saat ini.

Belum lagi, dengan telah disahkannya Revisi UU TNI yang baru-- yang secara politik dan sedikit banyak telah membuka kembali ruang leluasa bagi mobilitas tentara dalam ruang-ruang supremasi sipil. Yang terbaru yaitu perguliran wacana revisi UU Polri sejak tahun lalu, yang ancang-ancangnya sudah gencar di Baleg DPR RI, dan ditengarai akan makin memperluas kewenangan Polri sekaligus berpotensi memberangus kebebasan publik berpendapat dan berekspresi (Kompas, 2/6/2024). Tentu kondisi ini setidaknya akan makin memperumit terwujudnya postur pemolisian sipil kita yang ideal sesuai harapan publik dan cita-cita awal reformasi.  

Jalan lambat reformasi Polri

Pascareformasi, institusi kepolisian sebagai aparatus pelindung masyarakat tidak hanya berfungsi leluasa dalam arena demokrasi dan supremasi sipil, namun juga rentan terhadap pragmatisme dan kooptasi kepentingan elite kekuasaan. Tak heran muncul narasi kritis atas fenomena ‘partai cokelat’ sebagai akibat dari adanya indikasi ketidaknetralan polisi dalam pemilu tahun 2024. Ironisnya, dalam beberapa gerakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan dan membahayakan publik, tidak sedikit tindakan represif berlebihan pihak kepolisian di lapangan telah menyebabkan ‘terkoyaknya’ hakikat pemolisian sipil kita.

Halaman
12
Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved