Tribunners

Membaca Ulang Pemikiran Progresif Hamidah lewat Kehilangan Mestika

Penderitaan yang datang bertubi-tubi tidak begitu saja merontokkan daya tahan perjuangan Hamidah sebagai seorang perempuan.

Editor: suhendri
Dokumentasi Dwi Oktarina
Oleh: Dwi Oktarina - Widyabasa Ahli Muda, Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung 

Oleh: Dwi Oktarina - Widyabasa Ahli Muda, Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung

KEHILANGAN Mestika menawarkan sebuah penafsiran baru yang perlu kembali disampaikan kepada khalayak ramai. Sejauh ini, apakah novel ini masih terus dibaca oleh para pembaca, baik di Indonesia, atau secara khusus di Kepulauan Bangka Belitung?

Pertanyaan yang juga menarik adalah apakah masyarakat masih mengenal sosok Hamidah? Warga Pangkalpinang dan sekitarnya mungkin mengenal Hamidah sebagai nama jalan dan nama salah satu gedung di pusat Kota Pangkalpinang. Bangunan tersebut sebelumnya adalah gedung serbaguna dan kini telah berubah fungsi menjadi salah satu gerai makanan cepat saji waralaba dari Amerika Serikat. 

Hamidah adalah nama seorang perempuan penulis yang mungkin bisa saja terlupakan. Tahun 2025 ini, tepat 110 tahun sejak kelahirannya pada 1915 silam. Hamidah yang bernama asli Fatimah binti Haji Mukti lahir di Mentok, Bangka Barat, pada 13 Juni 1915, dan meninggal di Palembang pada tahun 1953. Melalui Hamidah, tokoh utama dalam novelnya, Kehilangan Mestika (1935), ia mengutarakan gagasan-gagasan cemerlang melampaui zamannya yang masih tetap relevan, bahkan hingga sekarang. 

Telah banyak peneliti mengulas tentang Kehilangan Mestika. Isu yang menarik misalnya hadir dalam penelitian Dita (2023) yang membahas perjuangan emansipasi wanita serta kajian Amalia (2023) yang meneliti ketidakadilan gender yang dialami tokoh utama perempuan, yakni Hamidah itu sendiri. Di luar bahasan soal ketimpangan gender, salah satu bagian menarik yang bisa kembali dibaca dari tulisan Hamidah adalah bagaimana Hamidah menyampaikan gagasan serta idenya lewat tulisan sebagai seorang perempuan.

Dalam kritik sastra feminis, terdapat cabang kajian ginokritik yang digunakan untuk mengkaji pengalaman internal perempuan dalam upaya melampaui ketergantungan pada budaya dan karya sastra laki-laki. Tidak hanya terbatas pada marginalisasi dan eksploitasi gender, ginokritik juga menciptakan tradisi baru sastra yang memfokuskan diri pada kekuatan para perempuan (khususnya penulis perempuan). 

Proses pembacaan ginokritik memungkinkan kita sebagai pembaca untuk memahami kacamata dan lensa Hamidah saat menulis Kehilangan Mestika. Dalam teori ginokritik yang dikembangkan Elaine Showalter melalui karya esainya yang berjudul Toward a Feminist Poetics (1979), terdapat empat model pembacaan ginokritik, yakni a) women’s writing and the female body, b) women’s writing women’s language, c) women’s writing and the female psyche, dan d) women’s writing and the women’s culture.

Pada bagian women’s writing and the female body, ditekankan bahwa aspek ketubuhan perempuan adalah sebuah hal yang sangat penting. Hal ini tampak dari perkataan Hamidah, “Kami lupa bahasa anak-anak perempuan di negeri kami, manakala sudah besar sedikit, tak boleh lagi keluar rumah. Bagi mereka, seolah-olah kawin itulah maksud hidup yang terutama sekali. Bagi diriku pada waktu itu, bukanlah itu yang teristimewa.” (Hamidah, 2011: 43).

Hamidah berusia 19 ketika menulis Kehilangan Mestika. Pada usia sedemikian belia, ia sudah memiliki pemikiran bahwa menjadi perempuan adalah sebuah hal yang berat. Bagi perempuan, tubuh adalah sebuah fondasi (body serve as foundation). Tubuh perempuan terkait erat dengan penilaian kriteria pernikahan (apakah mampu menghasilkan anak) serta batasan-batasan sosial yang harus dihadapi perempuan.

Terjebak dalam tubuh perempuan juga meningkatkan risiko diskriminasi, baik dari laki-laki maupun dari sesama kaum perempuan itu sendiri. Hal itu juga tercermin dari Hamidah yang menyatakan bahwa, “Alangkah sulitnya bagi seorang gadis akan mencari nafkah yang halal dengan menghindar mulut orang luar. Melihat keadaan yang begini kadang-kadang aku menyesali diriku, mengapa aku dahulu dilahirkan Tuhan ke dunia dengan bersifat perempuan.” (Hamidah, 2011: 42).

Dalam novel tersebut, Hamidah kerap menyinggung sukarnya mencari pekerjaan karena dirinya adalah seorang perempuan. Perempuan-perempuan yang mencari nafkah di masyarakat pun dianggap melanggar norma adat yang berlaku.

Selain aspek ketubuhan, ginokritik menyoroti women’s writing and the female psyche. Tulisan perempuan juga mencerminkan kondisi psikologis yang sedang dihadapi. Perempuan adalah sosok yang kuat secara fisik dan mental. Perempuan dilemahkan lewat manipulasi dan usaha-usaha pihak yang ingin mendominasi.

Dalam novel Kehilangan Mestika, Hamidah tampak menjalani penderitaan berturut-turut akibat ditinggal kekasih, perlakuan diskriminatif dari masyarakat, bahkan kekerasan secara mental dari suaminya sendiri. Hamidah menggambarkan kondisi psikologis sebagai perempuan yang kerap dilanda kecemasan (anxiety), ketakutan, dan perasaan kalut yang luar biasa. Hal itu tampak dari perkataannya, “Jasmaniku hidup, tetapi rohaniku rusak binasa. Bagaimanakah dan apa gunanya hidup dengan tak mempunyai sukma? Hidup dengan tak bertujuan?” (Hamidah, 2011: 39).

Hamidah tak mengingkari bahwa perempuan kadang terjebak dalam kekalutan pikirannya sendiri. Akan tetapi, ia menunjukkan upaya bangkit dan tidak berlarut-larut ada dalam kondisi terpuruk. Tidak hanya berfokus pada kelemahan, Hamidah menunjukkan kekuatan sebagai perempuan lewat caranya sendiri, “Tetapi aku masih mau hidup dengan baik. Aku belum putus harapan. Biarlah aku berusaha! Biarlah aku berkorban baik kecil ataupun besar!” 

Hal lain tampak pada kata-kata Hamidah yakni sebagai berikut, “Dahulu tatkala aku menderita kesedihan ditinggalkan oleh kekasihku, sangkaku, aku takkan dapat menghilangkan rasa kesedihan itu. Tetapi sekarang berubah semuanya. Kurasa ialah karena kesabaranku yang disertai kepercayaan, bahwa aku pada suatu ketika akan mendapat obat dari pilu itu.” (Hamidah, 2011: 44).  

Sumber: bangkapos
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved