Tarif Trump 32 Persen

Tarif Trump 32 Persen untuk Indonesia Ditunda Sampai Nego Selesai, Airlangga Klaim 3 Minggu Final

Penerapan tarif impor sebesar 32 persen untuk Indonesia dari Presiden AS Donald Trump yang sedianya dimulai 1 Agustus 2025 ini ditunda.

Penulis: Rusaidah | Editor: Rusaidah
DOKUMENTASI KEMENKO PEREKONOMIAN
BERSALAMAN - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersalaman dengan Menteri Perdagangan Amerika Serikat Howard Lutnick usai pertemuan yang membahas negosiasi tarif resiprokal yang dikenakan AS untuk Indonesia, di Washington DC, AS, Rabu (9/7/2025) waktu setempat. 

Ancam Ekspor RI, Said Usulkan 6 Solusi

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menanggapi kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan tarif sebesar 32 persen atas barang-barang Indonesia yang masuk ke AS. 

Said mengatakan, kebijakan tersebut berbahaya bagi masa depan perekonomian global karena akan memicu negara lain menempuh jalan proteksionisme, yang tidak menguntungkan bagi kerja sama global untuk kemakmuran bersama. 

"Saya membaca di berbagai media massa, Presiden Trump mengirim surat kepada Presiden Prabowo, menanggapi upaya lobi Pemerintah Indonesia atas pengenaan tarif perdagangan ini. 

Terbaru, pada 7 Juli 2025, Presiden Trump menetapkan tarif 32 persen untuk Indonesia, sama seperti yang sudah berlaku sejak April 2025," kata Said dalam keterangan tertulis, Rabu (9/7/2025). 

Sebagai perbandingan, negara tetangga seperti Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan dikenakan tarif lebih rendah sebesar 24 persen, sementara Thailand dikenakan tarif lebih tinggi sebesar 36 persen. 

Tarif untuk Indonesia akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025, atau kurang dari satu bulan lagi. Presiden Trump beralasan, tidak adanya perusahaan Indonesia yang melakukan aktivitas manufaktur di AS menjadi salah satu penyebab pengenaan tarif tersebut. 

Meski demikian, AS masih memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan negosiasi kembali sebelum tenggat waktu diberlakukan.

Menanggapi kondisi tersebut, Said menyarankan pemerintah Indonesia menempuh lima langkah kebijakan sebagai berikut:

1. Melanjutkan negosiasi dengan AS

Said menyampaikan bahwa pemerintah memiliki waktu yang sangat terbatas untuk merespons kebijakan tarif tersebut. 

"Dalam waktu yang tersisa, pemerintah tidak memiliki pilihan selain terus menempuh jalur negosiasi dengan Pemerintah AS. Namun, negosiasi kali ini harus membawa tawaran yang lebih menjanjikan, seperti membuka peluang perusahaan Indonesia melakukan aktivitas manufaktur di AS dan menurunkan defisit perdagangan AS dengan Indonesia," katanya. 

Ia menambahkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca dagang Indonesia dengan AS saat ini mencatat surplus 6,42 miliar dollar AS atau sekitar Rp 104,9 triliun.

2. Menyiapkan pasar pengganti

Said juga menekankan bahwa AS adalah negara dengan penduduk besar dan daya beli tinggi, sehingga menjadi pasar yang menjanjikan bagi produk ekspor Indonesia. 

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved