Tarif Trump 32 Persen
Tarif Trump 32 Persen untuk Indonesia Ditunda Sampai Nego Selesai, Airlangga Klaim 3 Minggu Final
Penerapan tarif impor sebesar 32 persen untuk Indonesia dari Presiden AS Donald Trump yang sedianya dimulai 1 Agustus 2025 ini ditunda.
"Produk-produk Indonesia seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, peralatan listrik, karet dan produk karet, alat penerangan, ikan, udang, kakao, dan mesin banyak diminati pasar AS. Namun, jika tarif 32 persen tetap diberlakukan, pemerintah harus segera mencari pasar pengganti untuk produk-produk yang tidak lagi layak secara harga," ujarnya.
Menurut Said, pemerintah perlu mendalami potensi pasar alternatif seperti BRICS, Eropa, Amerika Latin, dan Afrika untuk menjaga kinerja ekspor nasional.
3. Mendorong penyelesaian multilateral
Di sisi lain, Said mendorong pemerintah untuk memperkuat penyelesaian melalui jalur multilateral.
"Pemerintah juga harus mengupayakan penyelesaian multilateral, mengingat banyak negara saat ini juga terkena sanksi tarif perdagangan dari AS. Mereka memiliki kegelisahan yang sama, bahkan negara-negara sekutu AS di Eropa Barat ikut terdampak," kata Said.
Ia menilai pemerintah dapat menggalang negara-negara tersebut untuk memperkuat peran World Trade Organization (WTO) sebagai lembaga sah dan adil dalam menyelesaikan sengketa perdagangan internasional.
4. Membentuk komitmen kerja sama perdagangan internasional
Selain itu, Said menilai melalui perundingan multilateral, terutama di WTO atau forum seperti G20 minus AS, pemerintah dapat membentuk komitmen kerja sama perdagangan internasional untuk membuka pasar baru bagi produk-produk yang terhambat akibat tarif tinggi.
"Dengan adanya kerja sama ini, negara-negara tidak perlu khawatir karena produk mereka tetap mendapatkan pasar pengganti," tambahnya.
5. Menggalang dukungan internasional lebih luas
Said juga menekankan pentingnya menggalang dukungan internasional yang lebih luas karena kebijakan Presiden Trump telah mengabaikan banyak pranata internasional.
"Dalam perdagangan, AS mengabaikan peran WTO, IMF, dan Bank Dunia, sedangkan di bidang politik dan militer mereka mengabaikan penyelesaian multilateral. Sudah saatnya pemerintah memelopori penyelesaian multilateral, khususnya dalam bidang perdagangan, moneter, dan keamanan," tegasnya.
6. Memperkuat ketahanan dalam negeri
Terakhir, Said menekankan perlunya penguatan ketahanan dalam negeri.
"Kita harus memperkuat ketahanan dalam negeri, terutama pada sektor pangan, energi, dan moneter yang masih sangat bergantung pada aktivitas impor dan terpengaruh kondisi eksternal," tutur Said.
Ia menambahkan, pemerintah perlu mempercepat program ketahanan pangan dan energi serta memperluas penggunaan skema pembayaran internasional yang tidak hanya bergantung pada dollar AS. (Kompas.com/Adhyasta Dirgantara, Nawir Arsyad Akbar)
Menkeu Purbaya Serius Digugat Tutut Soeharto, Alasannya Ini Langsung Direspons Kemenkeu |
![]() |
---|
Sosok Syarif Hamzah Asyathry, Wasekjen GP Ansor Diduga Tahu Aliran Dana Uang Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
Susah Dapat Gas Elpiji, Penjual Rebus Pempek Pakai Penanak Nasi di Belitung |
![]() |
---|
Siapa Prof Didik Saling Adu Kritik dengan Menkeu Purbaya, Rektor Sekaligus Penantang Jokowi di 2012 |
![]() |
---|
Adu Harga Samsung A17 5G vs Samsung A26 5G dan Spesikasi Singkatnya, Mana yang Worth It? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.