Tribunners
Post-Truth Era: Media Sosial, AI dan Dunia Pendidikan
Penting untuk diketahui bahwa algoritma AI dan media sosial dirancang untuk mengetahui dan menelisik intensitas keterlibatan pengguna.
Hal itu menimbulkan standar hidup baru bagi orang tua yang menganggap bahwa pencapaian anak itu harus sama. Hasilnya, pembandingan terjadi di mana-mana. Ketidakpuasan terjadi di mana-mana. Sebagai implikasi jangka panjang, proses belajar anak tidak akan mendapat dukungan maksimal karena dibatasi oleh standar pencapaian anak dianggap tidak sama dengan keinginan orang tua.
Paul J. Goebbels pernah mengatakan bahwa kebohongan yang ditampilkan satu kali adalah kebohongan, namun jika kebohongan sudah ditampilkan berulang kali, itu akan jadi kebenaran. Peristiwa ini yang disebut dengan fenomena post-truth, sebagaimana diperkenalkan oleh Lee McIntyre dan George A. Lindbeck.
Fenomena itu ditakutkan oleh masyarakat waras hari ini di mana suatu peristiwa dianggap benar dikarenakan sering kali muncul di hadapan masyarakat dianggap benar oleh banyak orang, padahal secara substansi apa yang disampaikan itu adalah salah. Dengan kata lain, standar kebenaran masyarakat era ini akan berubah dan melenceng dari nilai-nilai yang sesungguhnya. Kebenaran akan dibentuk dari apa yang ditampilkan di media sosial, dan itu berbahaya.
Maka, sangat penting bagi orang tua, atau bahkan individu untuk mengembangkan literasi media dan pemikiran kritis dalam menyaring informasi yang disajikan oleh AI dan media sosial hari ini. Pemahaman tentang bagaimana algoritma bekerja, mengenali konten dan perbedaan standar pencapaian, dan kemampuan untuk membedakan antara realitas dan pencitraan adalah kunci untuk mempertahankan identitas diri dan konsistensi hidup dalam era digital yang makin rumit ini. Tanpa kesadaran ini, masyarakat berisiko terjebak dalam siklus keinginan yang tak berujung, kehilangan esensi kebahagiaan sejati dan makna hidup. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.