Tribunners

80 Tahun Merdeka: Cita-cita Kesehatan Sudah Sampai Mana?

Permasalahan kesehatan, khususnya kasus penyakit di Indonesia, kian kompleks.

Editor: suhendri
Dokumentasi Chairul Aprizal
Chairul Aprizal, S.K.M. - Tenaga Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku 

Permasalahan kesehatan, khususnya kasus penyakit di Indonesia, kian kompleks. Saat ini,  Indonesia memiliki tekanan berlapis penyakit. Penyakit menular, penyakit tidak menular, hingga permasalahan stunting yang menggentayangi calon generasi emas 2045. Penyakit-penyakit menular seperti DBD (demam berdarah dengue) dan tuberkulosis masih menjadi PR besar yang belum terkendalikan. Penyakit menular ini, bahkan menular mendahului upaya promosi dan penanganan pengendaliannya. 

Penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes, jantung, dan kanker ikut mengalami peningkatan. Di era modernisasi ini justru tren penyakit tidak menular ini mulai menyasar kepada usia muda. Upaya-upaya promosi yang kalah menarik dengan iklan-iklan gaya hidup modern seperti hadirnya rokok elektrik, dan produk makanan instan membuat gaya hidup rakyat menjadi tidak sehat.

Belum lagi dengan masalah stunting yang saat ini membuat masalah kesehatan Indonesia lebih kompleks. Tantangan ini hanya bisa dijawab dengan memperkuat prinsip prinsip promosi dan pencegahan bukan hanya penanganan dan pengobatan saja.

Merdeka kesehatan cita-cita dan realitas?

Menarik beberapa akar masalah yang menghambat cita-cita kemerdekaan kesehatan bangsa Indonesia sebagai berikut ini. Kebijakan-kebijakan yang saat ini ternyata belum benar-benar memihak kepada rakyat kecil. Pemerintah memiliki program-program besar, tetapi implementasi sering bias pada level daerah dan kelompok menengah ke bawah. 

Program pembangunan rumah sakit besar modern hanya menjangkau wilayah perkotaan sementara di daerah-daerah yang pelosok realitanya rakyat dan tenaga kesehatan kesulitan mendapatkan fasilitas yang memadai. 

Program besar lainnya digitalisasi layanan kesehatan seperti antrean online, mobile JKN, dan sebagainya yang hanya bisa disentuh oleh daerah dengan akses internet stabil, sementara di desa-desa yang blank spot program ini tidak pernah bisa dimanfaatkan. Dan masih banyak lagi program besar yang niatnya baik tetapi tidak tersentuh ke rakyat kecil. 

Konsentrasi kepada upaya kuratif yang berlebihan. Pemerintah terus memperkuat upaya pengobatan dengan meningkatkan alat-alat kesehatan yang modern dengan anggaran besar. Beasiswa kesehatan yang hanya digelontorkan untuk membiayai tenaga dokter, sementara tenaga-tenaga kesehatan lainnya minim beasiswa. Mengakomodasi tuntutan kebutuhan hanya pada kelompok-kelompok tenaga kedokteran dan tidak melihat tenaga kesehatan lainnya yang juga butuh dukungan.

Begitu besarnya biaya untuk kesehatan yang digelontorkan untuk pelayanan pengobatan, sedangkan pelayanan yang mendukung pencegahan dan promosi hanya sebatas pertemuan kampanye seremonial, dan penyuluhan. 

Dan akar masalah kesehatan lainnya seperti distribusi tenaga medis seperti dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang tidak merata antara perkotaan dan pedesaan. Literasi kesehatan yang rendah dan faktor ekonomi rakyat yang lemah membuat tingkat kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan menjadi lemah.

Memupuk benih kemerdekaan kesehatan yang diimpikan

Pertama, menguatkan layanan primer kesehatan khususnya puskesmas, posyandu, pustu, dan klinik desa karena dari layanan inilah episentrum kesehatan masyarakat itu hidup. Layanan kesehatan yang sejatinya berada di dekat masyarakat, langsung bersentuhan dengan rakyat kecil. Penguatan-penguatan seperti distribusi tenaga, alat, dan dukungan teknologi yang tepat untuk meningkatkan layanan primer. 

Kedua, reformasi BPJS Kesehatan dengan mengurai benang kusut sistemnya, mempermudah alur pelayanannya, memperluas cakupan pelayanannya, menginventaris kepesertaannya, dan memperketat pengawasannya agar rakyat tidak dilempar ke sana ke mari dalam pelayanan, juga mencegah diskriminasi atau nepotisme pelayanan. 

Ketiga, meningkatkan budaya kesehatan berbasis kearifan lokal, termasuk dalam pemanfaatan pangan lokal. Gerakan-gerakan budaya kesehatan, gaya hidup sehat yang didukung dengan kebijakan berbasis kearifan lokal untuk mencegah penyakit-penyakit tidak menular. Seperti gerakan senam sehat yang difasilitasi oleh pemerintah, kebijakan gotong royong dan bersih-bersih mencegah penularan DBD yang dijadikan kebiasaan rutin, dan menggerakkan masyarakat untuk mengonsumsi pangan lokal dengan menjaga produktivitas petani, nelayan, dan peternak yang ada. 

Penguatan berorientasi promosi dan preventif ini sekaligus untuk melawan stunting. Tidak lupa merevolusi mental pelayanan menjadi ramah dan inklusif membuat pasien bukan sekedar objek. Pasien menjadi subjek utama yang harus dilayani dengan empati dari tenaga kesehatan.

Halaman
123
Sumber: bangkapos
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved