Opini
Tanggung Jawab OJK, Komdigi dan Sekolah Menangkal Judol-Pinjol Pada Anak
Siswa SMP secara konstan terpapar iklan judol dan pinjol di platform game atau media sosial, bahkan dari teman sebaya atau influencer
Tanggung Jawab OJK, Komdigi dan Sekolah Menangkal Judol-Pinjol Pada Anak
Oleh Elvi Diana, CFP (Certified Financial Planner/Perencana Keuangan)
Anggota DPRD Provinsi Bangka belitung, Fraksi PDI Perjuangan
Sebuah artikel berisi polemik Seorang siswa SMP di Kokap, Kulon Progo, DI. Yogyakarta tidak masuk sekolah selama satu bulan karena malu terjerat judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol) di rilis oleh Detik.com pada Senin (27/10/2025).
Terhadap polemik ini, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkap bahwa, kasus tersebut menunjukkan kegagalan pada sistem pendidikan.
Sekelebat berbagai pertanyaan menumpuk di kepala, mengapa seorang siswa SMP yang seharusnya fokus pada pendidikan bisa terjerumus ke dalam lingkaran setan utang dan judi?
Fenomena ini tampak selaras dengan apa yang disebut oleh sosiolog Robert K. Merton (1938) sebagai Teori Ketegangan (Strain Theory). Merton berpendapat bahwa perilaku menyimpang (deviance) terjadi ketika ada ketidaksesuaian atau ketegangan antara tujuan budaya yang disepakati, seperti kekayaan instan dan sarana institusional yang sah untuk mencapai tujuan tersebut (misalnya: belajar dan bekerja keras).
Polemik ini, menurut saya terletak pada kesenjangan antara cita-cita sosial (sukses, kaya, serba mudah) yang dipromosikan secara masif di era digital dan kenyataan sarana yang sah untuk mencapainya.
Siswa yang melihat jalan yang sah (sekolah) sebagai jalan yang lambat dan tidak menarik, merasa tertekan (strain) dan akhirnya mengalami anomie (kehilangan norma). Dengan demikian, respons yang diambil adalah menggunakan cara-cara tidak sah, seperti judol dan pinjol, untuk mencapai tujuan kekayaan atau gaya hidup yang mereka impikan.
Sementara, kegagalan sistem pendidikan di sini adalah ketidakmampuan membekali siswa dengan rasa efikasi diri (keyakinan akan kemampuan) yang cukup bahwa mereka bisa sukses melalui jalur yang legal, serta kegagalan menanamkan nilai-nilai luhur untuk menunda kepuasan, sehingga godaan melalui jalan pintas menjadi tak tertahankan. Ini menunjukkan bahwa kurikulum pendidikan karakter masih terbatas pada konsep dan teori tanpa implementasi yang menyentuh akar permasalahan psikososial remaja.
Keterpaparan Lingkungan Digital
Kita perlu melihat polemik ini secara mendalam, bahwa perilaku terjerumus ke dalam judol dan pinjol tidak muncul dalam ruang hampa, melainkan dipelajari dan diperkuat dari lingkungan sosial, terutama lingkungan digital. Psikolog Albert Bandura (1977) dalam Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) menjelaskan bahwa sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui observasi dan pemodelan perilaku orang lain.
Siswa SMP secara konstan terpapar iklan judol dan pinjol di platform game atau media sosial, bahkan dari teman sebaya atau influencer yang seolah-olah menunjukkan kemudahan dan kesenangan mendapatkan uang. Mereka melalui empat tahapan dalam pandangan Bandura, yakni dengan Atensi (memperhatikan model), Retensi (mengingat cara kerjanya), Reproduksi (meniru perilaku tersebut, misalnya mendaftar pinjol atau mencoba judi), dan Motivasi (mendapatkan vicarious reinforcement atau penguatan tidak langsung dari klaim kemenangan yang dilihat).
Kenyataan tersebut menegaskan bahwa sistem pengawasan digital, baik dari sekolah maupun keluarga, telah lumpuh. Anak-anak menjadi rentan terhadap relasi sosial yang cenderung negatif karena keterbatasan literasi digital yang memperkuat pemikiran kritis.
Dengan demikian, maka kurikulum sekolah saat ini harus bergeser dari sekadar “menggunakan teknologi” menjadi “menggunakan teknologi dengan bijak dan kritis,” untuk mencegah kasus-kasus serupa.
Langkah Konkret dan Peran Institusi
| Jalan ke Pendidikan Harus Terus jadi Inspirasi dan Spiritualitas |
|
|---|
| SD Negeri 51 Pangkalpinang Menerapkan Tiga dari Tujuh Anak Indonesia Hebat |
|
|---|
| Negeri Serumpun Sebalai, Menuju Penambangan Timah yang Berkeadilan dan Berkemakmuran |
|
|---|
| SD Muhammadiyah Pangkalpinang Membentuk Generasi Muslim Yang Berkarakter |
|
|---|
| Anak SD dan Kenakalan: Potret Masa Kecil di Tengah Tantangan Zaman |
|
|---|
