Advetorial

Dinda Pertanyakan Dampak Kucuran Dana Rp200 T ke UMKM, Ekonomi Babel Masih Terendah Se-Sumatera

Dinda Rembulan Emron cecar Gubernur BI soal dana Rp2,1 T mengendap, Kepala OJK minta jelaskan penyaluran dana Rp 200T ke UMKM

Editor: Hendra
Dokumentasi Internal
Dinda Rembulan Emron dalam Rapat Kerja Bersama Komite IV DPD RI dengan Gubernur BI dan Kepala OJK, Senin (17/11/2025) 

BANGKAPOS.COM, JAKARTA -  Penyaluran dana pemerintah pusat ke pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Rp200 triliun belum berdampak besar ke daerah-daerah seperti yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Hal ini disampaikan langsung oleh Anggota DPD RI Dapil Bangka Belitung, Dinda Rembulan Emron dalam  Rapat Kerja Bersama Komite IV DPD RI  dengan Gubernur BI dan Kepala OJK, di Ruang  Sriwijaya, DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).

Dalam siaran pers yang disampaikannya ke Bangkapos.com, Senator muda asal Bangka Belitung ini menjelaskan dampaknya belum terasa terlihat dari pertumbuhan ekonomi Babel yang masih berada di angka 3,21 persen dan menjadi terendah se-Sumatera.  

Angka itu menunjukkan bahwa manfaat penempatan dana Rp200 triliun tersebut belum sepenuhnya dirasakan di sektor riil di daerah Babel, dan belum signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

“Selain data yang ada, saya juga melihat kondisi UMKM di Babel dari keluhan yang mereka sampaikan langsung ke saya. Bila mereka banyak mengeluh  artinya ekonomi sedang turun. Dan bila keluhan itu menurun artinya ekonomi sedang membaik. Dengan pertumbuhan 3,21 persen, Babel menjadi propinsi dengan pertumbuhan terendah se-Sumatera, karena itu saya minta Babel untuk diperhatikan khusus,” kata Dinda.

Dalam kesempatan yang sama, Dinda juga meminta penjelasan Gubernur BI tentang dana mengendap di bank-bank daerah  yang pernah diungkapkan oleh Menteri Keuangan beberapa waktu lalu.  

Diketahui Bangka Belitung juga terkait dengan dana mengendap sebesar Rp2,1 Trilliun di Bank Sumsel Babel.

Hingga saat ini dana tersebut tidak jelas pemiliknya. Pemprov Babel dan Pemprov Sumsel mengklaim tak mengakui memiliki dana tersebut.

“Di Babel heboh dana sebesar Rp2,1 triliun  yang tak jelas siapa pemiliknya, Babel atau Sumsel?  Babel mengatakan itu milik Sumsel tapi Sumsel membantah. Kesalahannya dimana? Mengendapnya karena apa? Kalau itu salah input, harus ada yang bertanggung jawab,” cecar Dinda.

Merespon pertanyaan yang disampaikan oleh Senator muda asal Bangka Belitung tersebut, Kepala OJK, Mahendra Siregar mengungkapkan bahwa OJK baru saja menerbitkan Peraturan Nomor 19 tahun 2025.

Dalam peraturan itu ada intermediasi perbankan yang mencakup tentang kebijakan, target dan pendampingan UMKM. Sebelum ini, kata Mahenidra intermediasi itu hanya dilakukan oleh BRI (Bank Rakyat Indonedia).

“Ke depan, seluruh perbankan akan kita awasi transaksi  dalam rencana bisnis  dari bank itu yang memiliki elemen terkait UMKM. Kami mengawasi kinerja bank dalam menyalurkan ke UMKM“ ujar Mahendra.

Mahendra menambahkan, OJK juga akan memantau suku bunga perbankan sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan UMKM.

Namun suku bunga perbankan tergantung pada BI rate dan juga juga bunga deposito pemilik rekening-rekening besar.   

Umumnya, para pemilik rekening besar itu adalah instansi pemerintah.  Dan penurunan suku bunga tidak bisa terjadi sekaligus, tetapi bertahap.

Sementara itu terkait dana mengendap Rp2,1 Trilliun di Bank Sumsel Babel, Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan bahwa data perbankan yang ada di BI, OJK dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) semuanya sama.

Karena itu tidak ada perbedaan data tentang dana Pemda di BPD dan BI.

“Begini Bu Dinda, Kemarin banyak bupati walikota mengkonfirmasi dananya di bank daerah dan BI. Sama enggak ya? Podho (sama) dong. Saya ingin mengatakan sejumlah pemerintah provinsi tertentu datang mengkonfirmasi,”  kata Perry tanpa menjelaskan penyebab salah input data.

Perry menolak menyebut dana Pemda di BI itu sebagai dana mengendap. Menurutnya rekening itu adalah rekening Pemda yang ada di BPD, Bank Umum dan juga BPR (Bank Perkreditan rakyat).

Rekening tersebut untuk menyimpan pendapatan dan pengeluaran daerah. Akhir September lalu, total jumlahnya kata Perry mencapai Rp.325,57 triliun.  

“Saya tak ingin mengomentari sejumlah propinsi tertentu, karena kami juga dapat report dari bank-bank- di daerah. Kalo soal lain-lain ya, silakan Bu Dinda,” ujar Perry  menyudahi penjelasannya.  

Masalah kesimpang-siuran dana Rp.2,1 trilun ini juga pernah ditanyakan Dinda kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPD RI dengan Kementrian Keuangan, Senin (3/11).     

Ketika itu, Dinda mengatakan data yang simpang siur iitu terjadi di banyak daerah  tidak hanya Bangka Belitung.  

Karena  itu, Dinda menyarankan agar ada sinergi antar instansi dengan melakukan Monev atau monitoring dan evaluasi data keuangan secara berkala untuk memperkuat kualitas belanja keuangan di daerah. (2As/Rilis/E4)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved