Menurutnya, pemakai jasa pijat kebanyakan dari kalangan pekerja berat seperti tambang timah dan lainnya.
Mawar mengaku, tak sedikit tamu yang datang adalah pria beristri.
Mereka datang lantaran tidak mendapatkan kepuasan dari istri atau sedang bertengkar dalam rumah tangga sehingga menjadikan panti pijat sebagai tempat pelampiasan.
"Kalau ada yang bertengkar sama istrinya atau nggak puas kadang mereka ke sini pakai jasa plus plus," ucapnya.
Masalah Ekonomi
Saat ditanya alasan menjadi seorang terapis plus-plus, Mawar mengaku karena masalah ekonomi. Namun menurutnya uang yang didapatkan dari pijat biasa tak seberapa, itupun harus masuk ke kantong bos .
"Tamu bayar Rp150.000, saya dapatnya pasti dipotong lagi, pasti gak cukup,” bebernya.
Ia mengisyaratkan, kerja sebagai terapis bukan mencari upah. Tapi mencari keuntungan dengan menawarkan jasa plus-plus.
"Kalau diupah, biaya hidup tidak cukup," jelas janda tiga anak ini.
Perempuan asal Sumsel itu mengaku baru satu tahun bekerja sebagai terapis.
Jauh sebelum itu, dirinya hanya seorang ibu rumah tangga layaknya wanita pada umumnya. Namun karena perceraian satu tahun silam memaksa dirinya untuk mencari nafkah lewat panti pijat.
Dia mulai bekerja bulan Juni 2021 lalu karena ditawari seorang teman sekampungnya yang juga bekerja sebagai terapis.
"Tapi sekarang teman sudah pulang, karena menikah," ungkapnya.
Karena diiming-imingi penghasilan besar, dirinya pun tergiur. Meski sekali bekerja mendapat penghasilan besar, jasa plus-plus dan koleganya tak setiap hari didatangi pelanggan.
"Tidak bisa dipastikan ramainya hari apa. Kadang ramai, kadang sepi. Kalau lagi ramai, satu orang bisa pijat dua sampai tiga tamu," terang Mawar.'