Saat diperiksa, pelaku mengakui bahwa dirinya telah melakukan tindakan rudapaksa terhadap anak kandungnya sendiri sebanyak 7 kali.
Meski demikian, Hafiz mengaku bahwa pihaknya terus melakukan pendalaman kasus.
"Kemungkinan pelaku ini melakukan perbuatannya lebih banyak dari itu. Dan sampai saat ini masih terus kami periksa agar pelaku mengakui perbuatannya dengan sejujur-jujurnya," jelasnya.
Atas kejadian tersebut, pelaku patut diduga melanggar Pasal 81 Ayat (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2022. Yang terakhir diubah menjadi UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang.
Bisa Ancam Psikis hingga Kesehatan Reproduksi
Sosiolog sekaligus Dosen Ilmu Sosiologi di Universitas Bangka Belitung, Luna Febriani, mengatakan tindakan asusila yang mencuat belakangan justru banyak terjadi pada ranah yang selama ini kita anggap paling aman, yakni ranah rumah atau keluarga. Seperti yang terjadi di Kabupaten Bangka Tengah.
"Ranah rumah dan keluarga kerap kali tidak pernah dipikirkan kalau dapat menjadi tempat terjadinya kekerasan s*sual pada anak," ucap Luna kepada Bangkapos.com, Kamis (18/8/2022).
Apalagi mengingat rumah dan para anggota keluarga seharusnya memiliki fungsi dalam menyediakan keamanan dan kenyamanan bagi anak-anak.
Namun menurut dia, nyatanya yang terjadi justru sebaliknya. Ranah keluarga dan atau ranah domestik justru menjadi tempat tidak aman bagi anak-anak karena banyaknya terjadi kekerasan.
Bahkan, kata Luna, dari data yang dihimpun dari catatan tahunan yang dikeluarkan Komnas Perempuan, kekerasan dalam ranah privat seperti KDRT, incest dan kekerasan personal menjadi kekerasan paling banyak terjadi dalam masyarakat Indonesia, yakni sebesar 79 persen atau 6.480 kasus.
Rinciannya, kekerasan terhadap istri sebanyak 3221 kasus atau 49 persen, kekerasan dalam pacaran sebesar 1309 kasus atau 20 persen, serta kekerasan terhadap anak perempuan sebesar 954 kasus atau 14 persen.
"Data ini seharusnya dapat dijadikan pengingat kepada kita semua, bahwa ranah privat atau personal tidak selamanya aman bagi perempuan dan anak-anak," ucapnya.
Maka dari itu, diperlukan kemampuan mengidentifikasi dan mengantisipasi serta melaporkan kekerasan seksual bagi anak dan perempuan. Mengingat. selama ini kekerasan s**sual yang terjadi dalam ranah personal, acap kali ditutupi dengan topeng atas nama cinta atau kasih sayang orang tua kepada anaknya.
Dengan kemampuan mengidentifikasi kekerasan s**sual, perempuan dan anak, dapat membedakan dua hal yang sangat bertolak belakang ini.
"Selain mengidentifikasi, ketika telah terjadi kekerasan s** perlu dilaporkan, jangan sekadar mendiamkan semata. Terlebih ketika itu terjadi dalam ranah personal banyak orang yang memilih untuk tidak bersuara, karena hal ini menyangkut orang-orang terdekat," tegas Luna.