BANGKAPOS.COM, BANGKA - Polda Bangka Belitung (Babel) diminta untuk menuntaskan kasus penangkapan 6,9 ton pasir timah ilegal yang ditambang tanpa izin dari IUP PT Timah Tbk di perairan Sukadamai, Kelurahan Toboali, Bangka Selatan, Rabu (14/12/2022) lalu.
Hingga, Senin (19/12/2022) kemarin, kolektor atau penampung sebanyak 6,9 ton pasir timah yang diamankan tim kepolisian dari Direktorat Polairud Polda Bangka Belitung (Babel) dan Divpam PT Timah Tbk, belum diketahui identitasnya.
Diketahui pasir timah yang dikemas dalam 131 kampil atau karung plastik tersebut diamankan dari sebuah dump truck berwarna kuning nomor polisi BN 8428 TB di Jalan Raya Desa Jeriji, Kecamatan Toboali, Bangka Selatan, saat hendak menuju Kota Pangkalkpinang, Rabu (14/ 12/2022) petang sekitar pukul 17.00 WIB.
Pasir timah itu diamankan karena diduga ditambang secara ilegal di wilayah IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Timah Tbk di perairan Sukadamai, Kelurahan Ketapang, Kecamatan Toboali.
Sementara sopir dump truck dan empat orang kuli angkut yang sempat ditahan selama 1x24 jam, telah dilepas oleh pihak kepolisian dengan alasan belum cukup alat bukti. Sedangkan pemilik pasir timah sampai kini masih gelap dan tidak diketahui keberadaanya.
Sejumlah pihak menilai integritas dan profesionalitas kepolisian, khususnya Polda Babel saat ini tengah diuji terkait penuntasan kasus penangkapan 6,9 ton pasir timah ilegal ini. Apalagi kasus serupa kerap terjadi di Bangka Belitung.
Perwakilan Ombudsman RI Bangka Belitung (Babel), Shulby Yozar Ariadhy mengatakan secara prosedur, dirinya melihat perkembangan kasus ini sebagai bagian dari upaya penyelidikan.
"Tentunya banyak hal yang harus diselidiki atau dikonfirmasi oleh kepolisian. Misalnya apakah ini dugaan terkait illegal mining atau dugaan pencurian atau penggelapan karena berasal dari IUP perusahaan lain atau dalam hal ini PT Timah, sehingga bukti-bukti tersebut harus dikumpulkan untuk dianalisa pihak berwajib," ujar Yozar kepada Bangka Pos, Senin (19/122/022).
Dia menyebut kepolisian juga perlu menggunakan prinsip kehatian-hatian terhadap kasus ini agar nanti dapat terang-benderang dan tidak salah mengambil kesimpulan.
"Menurut kami sopir dan kuli angkut yang dilepas tidak bebas murni, akan tetapi tetap wajib bekerja sama dengan pihak kepolisian jika sewaktu-waktu dibutuhkan keterangannya, itu memang kewenangan penilaian dari pihak kepolisian," tandas Yozar.
"Namun, jika saat sopir dan kuli angkut tersebut tidak bersedia bekerja sama, maka Kepolisian pun wajib menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk menindak," sambungnya.
Yozar mengingatkan, saat ini yang terpenting ialah barang bukti berupa pasir timah tersebut yang harus benar-benar diamankan sampai ada kejelasan terkait kasus ini. Terkait hal ini, Ombudsman berharap sikap negara dicerminkan melalui penegakan hukum yang profesional dan adil.
"Kami mendukung pihak kepolisian menindaklanjuti kasus ini dengan sikap cermat serta dengan
prinsip kehati-hatian, tetapi kepolisian juga perlu bekerja dengan sikap integritas dan prinsip menjunjung keadilan. Selain itu, secara umum kami berharap negara juga dapat memperkuat teknis sistem pengawasan terhadap usaha pertambangan pada setiap tahapannya dari hulu sampai ke hilir," pungkasnya.
Mafia Tambang
Sorotan tajam terkait kasus diungkapkan Wakil Ketua Komisi III DPRD Babel, Azwari Helmi. Ia meminta pihak kepolisian untuk dapat menuntaskan persoalan hukum kasus penangkapan 6,9 ton timah ilegal ini.