Tribunners
Konflik Buaya vs Manusia dalam Perspektif Pelayanan Publik
Konflik berkepanjangan antara buaya dan manusia bukan hanya urusan konservasi semata, tetapi juga wajah dari pelayanan publik yang berkualitas
Kedua, penyediaan layanan respons cepat jika terjadi konflik. Sama seperti layanan darurat kesehatan, penanganan konflik buaya memerlukan sistem respons cepat. Tim terpadu (BKSDA, Basarnas, pemadam, aparat desa, atau komunitas) dapat dibentuk di setiap daerah yang dianggap rawan.
Ketiga, penyediaan layanan tata kelola ruang dan lingkungan. Pemerintah daerah perlu memasukkan data daerah rawan konflik ke dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW). Zonasi perairan untuk kegiatan tambang, nelayan, atau wisata harus mempertimbangkan area habitat buaya. Dengan demikian, pelayanan publik bukan hanya berupa informasi, tetapi juga regulasi yang melindungi manusia sekaligus habitat buaya.
Keempat, pembentukan satgas kolaboratif dalam upaya konservasi buaya dan perlindungan manusia. Model pentahelix sangat relevan untuk diterapkan dalam layanan ini. Dengan melibatkan lima aktor utama: pemerintah, akademisi, bisnis, komunitas/masyarakat, dan media. Pemerintah menyediakan regulasi dan layanan publik; akademisi menghadirkan riset serta data ilmiah; pelaku bisnis (terutama pertambangan dan pariwisata) wajib bertanggung jawab atas dampak ekologis; masyarakat menjadi pelaku utama di lapangan; sedangkan media berperan mengedukasi serta membangun kesadaran kolektif.
Konflik berkepanjangan antara buaya dan manusia di Indonesia bukan hanya urusan konservasi semata, tetapi juga wajah dari pelayanan publik yang berkualitas. Jika negara hanya hadir setelah nyawa melayang, maka negara telah gagal sebagai penyelenggara layanan publik.
Oleh karena itu, negara harus mampu menghadirkan layanan informasi, respons cepat, tata kelola ruang, hingga pembentukan satgas kolaboratif. Dengan demikian, kehadiran buaya tidak lagi dilihat sebagai momok, melainkan bagian dari ekosistem yang dilindungi bersama.
Dan terakhir, perlu diingat bahwa melindungi buaya berarti melindungi manusia. Mari mulai bergerak bersama agar konflik antara buaya vs manusia bisa teratasi dengan baik. (*)
Memacu Pangkalpinang sebagai Kota Jasa, Perdagangan, dan Pariwisata |
![]() |
---|
200 Triliun untuk Bank BUMN: Dalam Persfektif Ekonomi Islam Benarkah Menjadi Solusi? |
![]() |
---|
Perundungan di Sekolah, Antara Konflik Wajar dan Kekerasan Terselubung |
![]() |
---|
Dari Timah ke Talenta: Membangun SDM Bangka Belitung |
![]() |
---|
Di Balik Trauma, Ada Tumbuh: Menelusuri Faktor yang Mendorong Perawat Bangkit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.