Berita Bangka Selatan
Kue Badak dan Sindeng Asal Bangka Selatan Ditetapkan Menjadi WBTb
Kue Badak Lepar merupakan kekayaan kuliner tradisional dengan isian abon ikan alias Hambel Lingkung
Penulis: Cepi Marlianto | Editor: Ardhina Trisila Sakti
BANGKAPOS.COM, BANGKA – Dua karya budaya dari Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia. Hal itu berdasarkan hasil sidang penetapan WBTb tahun 2025 di Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Dengan demikian kian bertambah daftar kebudayaan dan makanan khas tradisional untuk dapat terus dilestarikan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Selatan, Anshori mengatakan terdapat dua karya ditetapkan WBTb. Dua karya itu yakni Sindeng dari Kecamatan Kepulauan Pongok dan Kue Badak dari Kecamatan Lepar.
Penetapan ini berdasarkan hasil sidang yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
“Alhamdulillah, Sindeng dan Kue Badak dari Kabupaten Bangka Selatan ditetapkan sebagai WBTb,” kata dia kepada Bangkapos.com, Jumat (10/10/2025).
Anshori mengungkapkan prosesi penetapan tersebut turut dihadiri oleh seluruh perwakilan 35 provinsi dan daerah istimewa di Indonesia.
Seluruh delegasi mengikuti dengan seksama pembacaan hasil dan ketuk palu penetapan WBTb dari masing-masing daerah. Adapun Sindeng yakni berupa penutup kepala khas dari Kepulauan Pongok. Sindeng kini telah mengalami transformasi makna yang signifikan.
Tidak hanya sebagai aksesoris tradisional, melainkan sebagai pakaian adat resmi Kabupaten Bangka Selatan. Sedangkan Kue Badak Lepar merupakan kekayaan kuliner tradisional dengan isian abon ikan alias Hambel Lingkung.
Penamaannya yang unik berasal dari metafora masyarakat setempat, yang menyamakan tekstur keras dan ukurannya yang besar dengan wujud badak.
“Sindeng pun turut dilestarikan dengan menjadi salah satu ikon panggung yang ada di Alun-alun Kota Toboali,” ujar Anshori.
Diakui Anshori sudah semestinya seluruh kekayaan budaya khas Kabupaten Bangka Selatan untuk dilindungi. Lewat WBTb pemerintah daerah berupaya melestarikan warisan budaya yang tidak berwujud.
Seperti tradisi lisan, bahasa, tarian dan ritual. Penetapan WBTb berfungsi untuk meningkatkan kesadaran, menjaga nilai-nilai dan makna budaya, serta menjadi dasar pelestarian dan transmisi ke generasi mendatang.
Guna mencegah warisan budaya agar tidak hilang, baik secara bentuk, nilai maupun makna. Ke depan targetnya mampu memperkuat identitas dan keunikan suatu masyarakat serta memberikan pengakuan internasional atas keunikan budaya.
Tak hanya itu, meningkatkan kesadaran masyarakat lokal maupun global akan pentingnya warisan budaya. Secara tidak langsung memberikan inspirasi untuk pengembangan lebih lanjut. Agar warisan budaya dapat terus berkembang dan relevan di tengah perkembangan zaman.
“Kami berkomitmen yang sudah ditetapkan dapat menjadi objek pengembangan dan pemanfaatan untuk daerah, tidak hanya sekadar tercatat dalam daftar resmi,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Selatan, Andrie Taufiqullah turut mengucapkan terima kasih kepada Marwan Dinata dan Yogi yang telah berkenan memberikan pengetahuan dan penguatan dalam sidang penetapan.
Proses penetapan ini adalah hasil dari kolaborasi banyak pihak, mulai dari Lembaga Adat Melayu, hingga para pemuka adat. Mereka berjasa besar dalam proses pengkajian hingga akhirnya ditetapkan sebagai warisan budaya nasional
“Saya mengajak semua pihak untuk terlibat aktif dalam menjaga, mengembangkan, memanfaatkan warisan ini sebagai bagian dari identitas kolektif yang hidup dan terus terlestarikan,” katanya.
Terpisah Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kabupaten Bangka Selatan, Kulul Sari menekankan pentingnya komitmen bersama atas kedua karya budaya.
Ditetapkan Sindeng dan Kue Badak sebagai WBTb menjadi tanggung jawab semua pihak untuk melestarikan. Terkhusus Sindeng sebagai penutup kepala khas Bangka Selatan.
“Sudah sepatutnya kita mulai bangga mengenakannya, dan tidak lagi bergantung pada identitas luar, karna inilah jati diri kita,” ucap Kulul Sari.
Seperti diketahui Sindeng digunakan pada masa lalu serta sebagai penamaan untuk pakaian adat. Terdiri dari Sindeng Sikapur Sirih, Sindeng Lang Betedung dan Sindeng Punggawa.
Sindeng Sikapur Sirih ini dipakai khusus oleh pimpinan tertinggi daerah. Atau dalam jabatan pemerintahan hanya digunakan oleh Bupati dan Wakil Bupati dengan sedikit perbedaan pada tinggi dan pendek haluannya.
Sindeng Lang Betedung digunakan oleh para pengawal. Dalam hal ini untuk dalam jabatan pemerintahan digunakan oleh forum koordinasi pimpinan daerah, sekretaris daerah dan para kepala dinas. Sindeng Punggawa hanya dikenakan oleh para hulubalang.
Dalam jabatan pemerintahan, sindeng ini dikenakan kepada seluruh staf kepegawaian dan seluruh masyarakat di Bangka Selatan.
(Bangkapos.com/Cepi Marlianto)
Perkuat Ketahanan Pangan, Polres Bangka Selatan Tanam Jagung Kuartal IV |
![]() |
---|
Pemkab Basel Distribusikan Seragam dan Perlengkapan Sekolah Gratis ke SD, SMP, dan Pesantren |
![]() |
---|
Pemkab Bangka Selatan Pastikan akan Selesaikan Konflik Agraria di Desa Pergam |
![]() |
---|
Dianggap Berbahaya, BNN Bangka Belitung Minta Masyarakat Hindari Penggunaan Kratom |
![]() |
---|
Sambut Peluang Pengelolaan Tambang Lewat Koperasi Merah Putih, Rahmat: Bisa Maksimalkan Potensi Kami |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.