Berita Pangkalpinang
Kronologi Dokter Ratna Setia Asih Gugat UU Kesehatan ke MK : Bermula dari Meninggalnya Anak 10 Tahun
Gugatan Dokter Ratna Setia Asih ini bermula dari kasus meninggalnya Aldo Ramdani (10), seorang anak yang meninggal dunia karena dugaan malpraktik.
Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: Dedy Qurniawan
BANGKAPOS.COM, BANGKA - dr Ratna Setia Asih Sp.A,MM.Kes, seorang dokter spesialis anak di Bangka Belitung (Babel) menggugat UU nomor 17 Tahun 2023 tentnag kesehaatan ke Mahkamah Konsititusi.
Gugatan atau permohonan uji materil yang diajukan dr Ratna ini sudah berjalan hingga sidang kedua di Gedung MK RI, Jakarta.
Kini dia menunggu sidang ketiga yang dikabarkan bakal diisi pembacaan putusan dari majelis hakim MK.
Bersama tim penasihat hukum dari Firma Hukum Hangga OF, Ratna mengajukan permohonan uji materil Pasal 307 sepanjang frasa “putusan dari majelis” dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan.
Gugatan Dokter Ratna Setia Asih ini bermula dari kasus meninggalnya Aldo Ramdani (10), seorang anak yang meninggal dunia karena dugaan malpraktik.
Aldo meninggal di RSUD Depati Hamzah, Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada akhir tahun 2024 lalu.
Karena kasus ini, Majelis Disiplin Profesi (MDP) Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang menyatakan Dokter Ratna telah melanggar standar profesi sebagai dokter spesialis anak.
Dari rekomendasi itu berlanjut penetapan tersangka oleh Polda Kepulauan Bangka Belitung terhadap Dokter Ratna.
Karena rekomendasi yang berujung pada penetapan tersangka itulah, dr Ratna mengajukan permohonan uji materil terhadap UU nomor 17 tahun 20253 tentang kesehatan.
Adapun kematian Aldo dilaporkan orang tuanya, Yanto, warga Desa TErak, Kecamatan Simpang katis, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ke Polda Babel pada 12 Desember 2024.
Dalam penanganan laporan itu, Dokter Ratna sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan hingga ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Juni 2025.
Dalam penetapan tersangka tersebut, Dokter Ratna disangkakan atas Pasal 440 ayat 1 atau Pasal 2 Undang-undang nomot 17 tahun 2023 tentang kesehatan.
Dia diduga lalai hingga menyebabkan kematian Aldo.
“Sejak awal saya sudah melakukan hal yang benar dan sesuai SOP. Tapi entah kenapa, lama-lama arah kasus ini seperti menyudutkan saya,” ujar Ratna sedikit menyinggung kasus hukum yang dihadapinya di Polda Babel.
Keyakinan itu pula yang membuat Ratna merasa keberatan dengan rekomendasi MDP KKI.
Sayangnya, upaya untuk mendapat penjelasan lebih lanjut dari MDP KKI tidak berujung jawaban hingga akhirnya Ratna mengajukan permohonan uji materil ke MK RI.
dr Ratna mengaku tegar menghadapi masalah ini.
Ia merasa dikuatkan oleh orangtuanya.
“Saya tanya ke ibu saya, ‘Bu, kalau saya sampai dipenjara gimana?’ Ibu saya menjawab, ‘Ya sudah, itu pelajaran buat kamu. Lebih baik penjara di dunia daripada di akhirat.’ Kalimat itu menenangkan hati saya, membuat saya sadar bahwa saya harus tegar karena saya tidak salah,” ujar Dokter Ratna Setia Asih, saat dibincangi Bangka Pos para Rabu (22/10/2025) lalu.
Tunggu Putusan
Hangga Oktafandy, penasihat hukum Ratna, mengatakan sidang perdana digelar pada 10 Oktober 2025. Mereka kemudian bersidang lagi pada Kamis, 23 Oktober 2025 kemarin.
“Dari sidang kedua kemarin, kami optimistis permohonan kami akan dikabulkan majelis hakim. Di sidang kedua kemarin, kami menyampaikan perbaikan permohonan uji materil,” kata Hangga saat ditemui Bangka Pos, Minggu (26/10/2025).
Hangga menegaskan rekomendasi MDP KKI telah melanggar hak asasi kliennya sebagai warga negara dan bertentangan dengan UUD 1945. Hal itu yang mendasari pihaknya mengajukan permohonan uji materil ke MK.
“Berbicara sederhananya, klien kami dinyatakan melanggar standar profesi sementara yang namanya standar profesi untuk dokter anak itu belum ada karena belum rampung,” ujarnya.
Dilanjutkan Hangga, rekomendasi MDP KKI juga dinilai janggal karena hanya merujuk pada Dokter Ratna saja. Sementara ada delapan dokter yang katanya diperiksa MDP KKI. Berbeda dengan Dokter Ratna, nasib dokter lainnya itu tidak diketahui secara pasti.
“Apakah mereka tidak melanggar atau bagaimana, itu tidak diketahui,” kata Hangga.
“Klien kami sendiri merasa keberatan karena merasa tidak ada yang dilanggar. Sayangnya, ketika ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut ke MDP KKI, permohonan itu tidak pernah berbalas sampai saat ini,” tambahnya.
Perubahan Bunyi Pasal
Lebih lanjut, Hangga menyebutkan pihaknya berharap MK mengabulkan permohonan uji materil sehingga memungkinkan terjadi perubahan bunyi pasal 307 UU Kesehatan sebagaimana dalam petitum yang dimohonkan.
Dia pun merinci bunyi pasal 307 yaitu Putusan dari majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304 dapat diajukan peninjauan Kembali kepada Menteri dalam hal:
a. Ditemukan bukti baru:
b. Kesalahan penerapan pelanggaran disiplin; atau
c. Terdapat dugaan konflik kepentingan pada pemeriksa dan yang diperiksa.
“Dalam petitum kami mohonkan ada ada kata rekomendasi dalam bunyi pasal tersebut. Karena kalau mengacu pada pasal itu, hanya putusan yang bisa diajukan peninjauan kembali, sedangkan rekomendasi tidak bisa,” kata Hangga.
“Terlepas klien kami bersalah atau tidak dalam kasus yang ditangani Polda Babel, kami beranggapan bahwa ini lebih luas lagi. Hal serupa bisa dialami seluruh dokter anak di Indonesia,” lanjunya.
Senada disampaikan Dokter Ratna sehubungan permohonan uji materil ke MK. Seperti telah disampaikan, dia juga menyebut standar profesi dokter anak belum rampung dan masih dibahas.
“Saya ingin hanya keadilan akan saya perjuangkan. Saya ingin sistem ini diperbaiki supaya tidak ada lagi dokter yang mengalami hal serupa. Kami bekerja untuk menolong, bukan untuk disalahkan,” kata Ratna.
Pun dia menyinggung sedikit peraturan yang diikutinya dalam melaksanakan profesi sebagai dokter selama ini.
Ratna menyebut sistem pelayanan medis di Indonesia memiliki hirarki standar profesi yang wajib diikuti oleh setiap dokter, termasuk spesialis anak.
“Pedoman kerja dokter anak berlapis, mulai dari WHO secara internasional, lalu Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) di tingkat nasional, dan juga pedoman dari kolegium profesi seperti IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia),” jelas Ratna yang pulang ke Pangkalpinang sebagai dokter umum pada tahun 2006.
Namun, menurutnya, tidak semua penyakit sudah memiliki panduan lengkap dalam PNPK. “Makanya kami juga berpegang pada pedoman IDAI untuk penyakit-penyakit tertentu. Tapi di atas itu semua, setiap rumah sakit juga membuat pedoman praktek klinis dan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang disesuaikan dengan fasilitas dan sarana prasarana yang dimiliki,” paparnya.
Ratna kemudian mencontohkan perbedaan SOP antar rumah sakit. “Misalnya, untuk pasien DBD di RSUP Dr. Sukarno mungkin wajib dilakukan pemeriksaan NS1 karena alatnya tersedia. Tapi di RSUD Depati Hamzah, pemeriksaan itu tidak diwajibkan karena alatnya belum ada. Jadi, kalau saya tidak melakukan NS1 di RSUD, itu bukan pelanggaran. Tapi kalau di RSUP tidak dilakukan, baru itu melanggar SOP,” terang Ratna.
Ditakut-takuti Hingga Hal Mistis
Sejak berhadapan kasus hukum dalam dugaan malapraktik kematian Aldo, Dokter Ratna Setia Asih mengaku sempat menghadapi berbagai tekanan, mulai dari ancaman verbal, perundungan, hingga tindakan yang ia sebut sebagai intimidasi psikologis.
Dia bersyukur dukungan moral keluarga dan pasien membuatnya bersiap untuk segala kemungkinan.
“Tapi saya percaya, kebenaran pasti akan terbukti,” kata Ratna saat dibincangi Bangka Pos, Rabu (22/10/2025).
“Saya pernah diikuti, bahkan ada yang mencoba menakut-nakuti dengan cara yang tidak masuk akal termasuk hal-hal mistis,” tuturnya lirih.
Selama ini, Ratna tetap memilih menjalankan aktivitas seperti biasa dan tidak ingin terpengaruh oleh tekanan tersebut.
“Saya tetap bekerja seperti biasa, melayani pasien, memberi konsultasi, dan menjaga profesionalisme. Saya tahu banyak yang menilai, tapi saya juga punya tanggung jawab moral untuk terus membantu anak-anak yang sakit,” kata Ratna.
Ia juga memastikan bahwa keluarganya tidak ikut terganggu. “Anak-anak saya tidak menanyakan kasus ini sama sekali. Alhamdulillah, mereka tetap tenang dan saya pun bisa bekerja dengan fokus,” ucapnya.
Untuk menghindari stres, dr. Ratna memilih menjaga rutinitas sehat dan tetap dekat dengan pasiennya.
“Saya biasa joging setiap pagi untuk menenangkan diri dan menjaga kebugaran. Selain itu, banyak pasien yang memberi semangat. Mereka bilang, ‘Semangat ya, Dok, kami percaya dokter nggak salah.’ Itu yang bikin saya kuat,” ungkapnya.
Dukungan dari pasien dan rekan sejawat di RSUD Depati Hamzah membuat Ratna semakin yakin bahwa keputusannya untuk tetap melayani masyarakat adalah hal yang tepat.
“Bahkan pasien saya bertambah banyak sekarang. Kalau bukan karena dukungan mereka, mungkin saya sudah drop, mungkin juga pindah dari Bangka,” ujarnya.
Wawancara Pihak Keluarga Mendiang Aldo
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bangka Belitung (Babel) secara resmi menetapkan dr. Ratna Setia Asih sebagai tersangka dalam perkara ini.
Penetapan tersebut tertuang dalam surat ketetapan bernomor: S. Tap/35/VI/RES.5/2025. Dr. Ratna merupakan salah satu dokter yang menangani pasien saat peristiwa terjadi.
Pihak kuasa hukum dr. Ratna dari Kantor Hukum Hangga OF menyatakan akan fokus pada proses hukum dan pasal-pasal yang disangkakan oleh penyidik kepada kliennya.
Menanggapi perkembangan kasus ini, Bangkapos.com pada Juli 2025 lalu sempat menghadirkan program Saksi Kata yang secara eksklusif menghadirkan Yanto, ayah dari almarhum Aldo, untuk menceritakan kronologi kejadian yang dialami putranya.
Pada kesempatan itu menyampaikan kronologi peristiwa yang kemudian merenggut nyawa anak laki-lakinya tersebut.
Ia berharap kasus dugaan malpratik ini bisa diusut dengan jelas dan terbuka, sehingga tidak ada korban lain di kemudian hari.
Berikut petikan wawancara eksklusif dalam Saksi Kata tersebut:
1. Q: Bagaimana awal cerita, rentetan kejadian bisa terjadi?
A: Pertama yang kami lihat dan kami rasa, anak kami Aldo ini sakit demam biasa dan kami pun menganggap dengan biasa. Hari ketiga saya bawa ke dokter praktek, terus sudah minum obat tidak kunjung reda demamnya. Besoknya saya ganti ke dokter lain, terus obat dari dakter lain tidak kunjung reda. Jadi rencana kami mau ke dokter lagi untuk rawat ini. Hari ke 4 kami datang lagi ke dokter, saat tiba Aldo di ambil darah, hasil secara detail juga kurang paham, tapi secara sederhana dokter menjelaskan Aldo dehidrasi. Setelah itu saya tanya, ada kekurangan cairan jadi anak ini lemas, jantungnya tidak stabil. Rencana kami mau rawat inap, kemudian disarankan karena kurang lengkap alat disitu. Tidak ada perasaan apa-apa, kami cari rumah sakit terdekat ke RSUD Depati Hamzah, karena maaf memang sebelumnya belum pernah berobat kesitu. Tapi melihat kondisi Aldo, saya bawa ke RSUD dengan hasil tes darahnya. Waktu itu di bulan November tanggal 30 tahun 2024, jam perkiraan kurang lebih 11 siang. Anak kami di bawa ke UGD, ditangani dokter disitu, hasil tes darah kami serahkan, kemudian merujuk ke Jantung. Di tes lagi oleh mereka, ke Jantung lagi diagnosanya. Awalnya saya tidak tahu juga obat apa yang di kasih, karena disuntik di infus. Perasaan saya langsung was-was, kemudian saya bertanya, dijelaskan untuk memacu detak jantung Aldo karena anak ini detak jantungnya kurang.
2. Q: Kurang ini seperti apa?
A: Lebih lambat, karena kata mereka atlit pun kalau habis olahraga tidak begini detak jantungnya, jadi obat itu untuk menaikkan detak jantung. Saya percaya-pecaya saja, tapi khwatir itu ada.
3. Q: Keraguan apa lagi selain hal itu?
A: Jadi mereka di UGD itu memberikan obat untuk menaikkan detak jatung, saya lihat di monitor itu memang naik detak jantungnya. Saya kemudian bertanya, normalnya di angka berapa detak jantungnya, dia bilang 90 sampai 100. Setelah itu Aldo pindah ke ruang inap, di cek lagi detak jantung turun lagi. Jadi mereka kasih lagi obat yang sama seperti saat di UGD. Terus naik lagi detak jantungnya, kemudian saya tanya sebenarnya anak saya sakit apa, karena saya khawatir. Saat saya tanya dokter yang menangani ini memang dokter spesialis anak, spesialis jantung. Pikiran saya waktu itu satu dokter, dokter siapa, tapi tidak dijawab langsung.
4. Q: Jadi bapak tidak tahu obat apa yang diberikan pada Aldo itu?
A: Tidak tahu, sering bertanya tapi dijawab, bukan ranah kami menjawab. Jadi malam itu lebih lagi, jam 12an tengah malam, Aldo semakin gelisah, sempat menyebut ke kami Aldo dijahatin sama dokter. Itu saat di ruang rawat inap, Aldo di sakitin sama dokter, saya dan istri di samping dia. Sempat saya bilang, dokter pasti berikan yang terbaik untuk Aldo, mudah-mudahan bisa sembuh, kebetulan waktu itu beberapa hari lagi dia mau ulangan. Kami terus ambil foto dan video untuk kami kirim ke guru Aldo, sebagai bukti kalau dia memang sakit.
5. Q: Apakah kalimat itu baru pertama diucapkan oleh Aldo?
A: iya, pertama kami memang tidak meresponnya karana anak yang bicara, entah pikiran lagi kacau atau giamana kan. Tapi itu yang membuat saya menyesal, kenapa tidak saya ikutin perkataan itu, kenapa tidak keluar dari rumah sakit saat itu juga. Tapi memang malam itu kondisinya buruk sekali, Aldo padahal masuk rumah sakit masih jalan kaki ke UGD itu. Kok sampai rumah sakit begininya, tapi karana saya tidak bisa berbuat banyak saya pasrah saja. Waktu itu saya sangat mengantuk, mamanya yang menunggu saya lihat pertama Aldo diinfus di tangan kiri, pindah ke tangan kanan, kemudian pindah ke kaki. Waktu itu diinfus, suntik, infus, suntik dan kemudian memang sempat naik detak jantungnya. Tapi paginya Aldo turun kondisinya, kata dokter diminta pindah ke ruang PICU diminta kesediaan dari kami, terus ditanya juga soal BPJS. Sebelum masuk ke ruang PICU BPJS sudah rampung diurus, oleh rekan yang ada di Dewan.
6. Q: Bagaimana kondisi Aldo saat masuk ke ruang PICU itu?
A: Sampai di ruang PICU Aldo kembali diinfus, posisinya tangan terikat kaki terikat, sama perban. Tujuannya katanya biar tidak melawan, karena Aldo bawaanya gelisah terus. Diinfus, dikasih oksigen tidak mau, jadi saya dipanggil sama dokter, mereka minta pasta gigi, pampres untuk persiapan. Mendengar pembicaraan kami saat itu, Aldo itu bangun, teriak, papah sakinya lain, itu membuat saya semakin tidak tenang, karena dia tiba-tiba dia bisa duduk karena sebelumnya tangan dan kaki terikat. Melihat itu saya dan istri diminta keluar, terdengar Aldo menjerit sekitar 15 menit. Setelah itu suara dia hilang, kami berpikir dia sudah berhasil ditangani, tapi saat masuk Aldo sudah ditekan bagian dada. Tidak lama Aldo dikabarkan meninggal, pecah dunia kami, harapan kami, cita-cita dia. Disitu saya berontak dengan dokter.
7. Q: Apa harapan dari keluarga usai adanya kejadian ini?
A: Jadi tolong, untuk semua yang terkait saya berharap besar, introspeksi diri. Evaluasi dengan kasus ini. Harapan kami biar tidak terjadi pada Aldo-Aldo yang lain. Kami harap hukum tidak mati, kami orang kecil, hanya berharap dan berdoa.
8. Q: Terkahir apa yang ingin disampaikan pada semua pihak?
A: Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, khusus untuk Pak Kapolda, pada Pak Kapolri Republik Indonesia, pada Bapak Presiden Indonesia, kami menuntut keadilan. Beri kami keadilan untuk almarhum, saya tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, tapi saya minta bongkar semua ini, kami rakyat kecil, harus pada siapa kami minta tolong.
(Bangkapos.com/Rifqi Nugroho/x1)
| Pedagang di Alun-Alun Pangkalpinang Ungkap Kelakuan Tukang Parkir Liar yang Memukulnya |
|
|---|
| MA Batalkan Vonis Bebas Eks Sekwan DPRD Babel, Marwan Divonis 6 Tahun Penjara, Kasus Korupsi |
|
|---|
| Didit Srigusjaya Kembali Duduki Kursi Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bangka Belitung 2025-2030 |
|
|---|
| Polisi Kejar Diduga Pelaku Penganiayaan Pedagang di Alun-alun Taman Merdeka Kota Pangkalpinang |
|
|---|
| Reuni Akbar SMA Negeri 1 Pangkalpinang, Budi Utama Duduki Kursi Ketua Ikatan Alumni |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.