Berita bangka

Nelayan Jelitik Sungailiat Protes Tambang di Muara Air Kantung, Aktivitas Melaut Semakin Terganggu

Puluhan nelayan Jelitik Sungailiat kembali memprotes aktivitas tambang timah di muara Air Kantung yang menyebabkan pendangkalan

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra
AKSI PROTES - Sejumah nelayan Jelitik Sungailiat saat menyampaikan aksi protes meminta APH menindak aktivitas tambang menjauhi bibir muar Air Kantung, Sungailiat, Jumat (14/11/2025) siang 
Ringkasan Berita:
  • Puluhan nelayan Jelitik Sungailiat, Bangka, menggelar aksi protes terhadap aktivitas tambang timah di muara Air Kantung
  • Penambangan menyebabkan pendangkalan dan rusaknya baling-baling kapal. 
  • Para nelayan meminta APH segera menertibkan ponton yang bekerja hanya beberapa meter dari bibir muara dan memberi batas waktu dua hari sebelum mereka bertindak sendiri.

 

BANGKAPOS.COM--Suasana tegang menyelimuti kawasan muara Air Kantung, Jelitik, Sungailiat, pada Jumat (14/11/2025) ketika puluhan nelayan kembali berkumpul untuk menyampaikan protes keras terhadap aktivitas tambang timah laut yang berada sangat dekat dengan bibir muara.

Aksi tersebut menjadi salah satu bentuk kekecewaan berlarut-larut para nelayan karena aktivitas mereka semakin terganggu akibat pendangkalan alur yang makin parah setiap tahunnya.

Di lokasi, puluhan nelayan berdiri berkelompok, sebagian menenteng alat tangkap, sebagian lainnya berbicara lantang dengan Aparat Penegak Hukum (APH) yang hadir.

Aparat dari Satpolairud Polres Bangka tampak berjaga ketat, baik di sekitar Mako Satpolairud yang berjarak ratusan meter dari muara maupun di titik-titik berkumpulnya nelayan yang sedang memprotes situasi tersebut.

Suasana yang semula hanya keluhan berubah menjadi aksi protes besar yang mengundang perhatian warga sekitar.

Para nelayan berulang kali menegaskan bahwa pergerakan kapal mereka sudah sangat terganggu, bahkan beberapa kapal harus rusak karena tersangkut tali jangkar ponton tambang.

Pendangkalan Makin Parah, Nelayan Tak Bisa Keluar Masuk Muara

Menurut para nelayan, permasalahan utama yang memicu aksi ini adalah pendangkalan muara Air Kantung yang semakin parah sejak adanya tambang timah ilegal (TI) yang beroperasi sangat dekat bahkan hanya sekitar 10 meter dari bibir muara.

Albar, salah satu nelayan senior yang menjadi juru bicara pada aksi tersebut, mengatakan bahwa masalah ini sesungguhnya telah berlangsung lama dan tidak pernah mendapatkan penyelesaian yang jelas.

“Masalah nelayan Jelitik ini tidak lain adalah muara. Setiap gerakan nelayan pasti karena pendangkalan muara ini,” ujarnya tegas.

AKSI PROTES - Sejumah nelayan Jelitik Sungailiat saat menyampaikan aksi protes meminta APH menindak aktivitas tambang menjauhi bibir muar Air Kantung, Sungailiat, Jumat (14/11/2025) siang
AKSI PROTES - Sejumah nelayan Jelitik Sungailiat saat menyampaikan aksi protes meminta APH menindak aktivitas tambang menjauhi bibir muar Air Kantung, Sungailiat, Jumat (14/11/2025) siang (Bangkapos/Arya Bima Mahendra)

Menurutnya, kondisi muara sudah mengalami sedimentasi berat sejak beberapa tahun terakhir, tetapi keberadaan puluhan ponton tambang di mulut muara membuat pendangkalan semakin cepat dan semakin parah.

“Tidak ada TI saja sudah terjadi pendangkalan, apalagi ditambah puluhan ponton yang kerja di situ. Pasir buangan dari aktivitas itu jatuh ke alur muara dan menyumbatnya,” katanya menjelaskan.

Karena alur dangkal dan penuh hambatan, para nelayan kini kesulitan keluar masuk ke laut.

Beberapa bahkan mengalami kerusakan kapal akibat tersangkut tali dan jangkar milik ponton tambang.

“Sudah empat kapal kami yang copot baling-balingnya karena kena tali jangkar ponton yang masuk malam-malam,” sambung Albar.

Ribuan Nelayan Tergantung pada Muara Air Kantung

Muara Air Kantung adalah satu-satunya pintu keluar bagi ribuan nelayan Jelitik Sungailiat untuk melaut.

Setiap hari, kapal-kapal nelayan hilir-mudik bergantung pada alur muara tersebut.

Pendangkalan yang semakin parah membuat ratusan kapal kerap tidak bisa melaut pada waktu-waktu tertentu.

Nelayan kehilangan waktu dan penghasilan karena harus menunggu air pasang tinggi agar dapat keluar menuju perairan terbuka.

Kondisi yang tidak menentu ini mengakibatkan kerugian besar bagi mereka, terlebih mayoritas nelayan menggantungkan seluruh kebutuhan rumah tangga dari hasil tangkapan harian.

“Kami hanya meminta satu: tambang-tambang di depan muara ini harus angkat kaki. Geser jauh, jangan tepat di mulut muara. Dalam satu dua hari ini harus selesai,” tegas Albar.

Protes Sudah Berulang Kali, Laporan Nelayan Belum Digubris

Yang memperburuk situasi adalah fakta bahwa aksi protes serupa sudah dilakukan berkali-kali.

Para nelayan mengaku telah menyampaikan laporan resmi ke berbagai pihak termasuk Satpolairud Polres Bangka, tetapi hingga kini belum ada tindakan nyata yang terlihat.

“Berulang kali kami sudah melapor. Dekat sekali kantornya dengan muara, tapi tidak digubris,” kata seorang nelayan lain.

Hal inilah yang membuat nelayan semakin frustrasi dan berencana kembali melakukan aksi lanjutan jika tidak ada tindakan dalam dua hingga tiga hari ke depan.

“Kalau dalam dua tiga hari ini tidak ada tindakan, nanti nelayan sendiri yang bertindak. Kita takutkan bisa terjadi hal-hal anarkis. Padahal kami tidak ingin itu,” kata Albar dengan suara berat.

Nelayan Bersikap Lunak: Tidak Melarang Tambang, Asal Tidak Dekat Muara

Menariknya, nelayan menegaskan bahwa mereka bukanlah pihak yang menentang tambang sepenuhnya.

Mereka mengaku memahami bahwa para pekerja tambang juga mencari nafkah seperti halnya nelayan.

Namun, yang ditolak adalah posisi tambang yang terlalu dekat dengan jalur navigasi kapal.

Lias, nelayan lainnya, menjelaskan bahwa permintaan mereka sangat sederhana dan wajar:

“Kami tidak melarang aktivitas tambang. Yang penting jauh dari bibir muara. Kita ini sama-sama mau cari makan,” katanya.

Para nelayan menegaskan bahwa jika tambang digeser ke area lebih jauh, tidak akan ada konflik.

Pendangkalan bisa diminimalisasi dan aktivitas melaut bisa kembali normal.

Risiko Kerusakan Lingkungan Semakin Besar

Selain mengganggu aktivitas melaut, keberadaan tambang di sekitar muara juga menimbulkan risiko lingkungan jangka panjang.

Sedimentasi dari limbah tambang tidak hanya menyumbat alur, tetapi juga merusak ekosistem biota laut dan kawasan mangrove yang berada tidak jauh dari muara.

Jika dibiarkan, muara dapat tertutup sepenuhnya dan membutuhkan pengerukan besar yang memakan biaya miliaran rupiah.

Nelayan khawatir bahwa dalam beberapa tahun ke depan mereka akan kehilangan satu-satunya jalur ke laut.

APH Diminta Bertindak Tegas

Aksi kali ini menjadi sinyal serius bahwa kesabaran para nelayan sudah hampir habis.

Mereka mendesak pihak kepolisian, khususnya Satpolairud Polres Bangka dan instansi terkait lainnya, segera menertibkan puluhan ponton tambang di depan muara.

Penertiban dianggap penting bukan hanya untuk menjaga ketertiban, tetapi juga mencegah potensi konflik horizontal yang mungkin terjadi jika nelayan mengambil tindakan sendiri.

Hingga berita ini diturunkan, aparat terlihat tetap berjaga, tetapi belum ada tindakan penertiban langsung terhadap ponton tambang.

Para nelayan mengaku tidak ingin bertindak anarkis. Mereka berharap pemerintah daerah, kepolisian, dan instansi kelautan turun tangan sebelum situasi memanas.

“Kami masih taat hukum. Tapi kalau nanti tidak ada keputusan, bisa-bisa aksi selanjutnya lebih besar dari ini,” kata Lias.

Dengan ribuan nelayan menggantungkan hidup pada muara tersebut, isu ini diperkirakan akan terus menjadi sorotan dan membutuhkan penyelesaian segera.

(Bangkapos.com/Arya Bima Mahendra)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved