Buaya Diduga Diracun di Jerambah Gantung
Hingga September 2025, Sudah 8 Warga Babel Tewas Diterkam Buaya, 6 Orang Mengalami Luka-luka
Endi berharap masyarakat lebih memahami bahwa buaya bukan musuh, melainkan bagian dari ekosistem yang rusak akibat ulah manusia
BANGKAPOS.COM, BANGKA - Provinsi Kepulauan Bangka Belitung termasuk satu dari tiga daerah penyumbang angka interaksi negatif antara manusia dan buaya muara tertinggi di Indonesia. Dua daerah lainnya adalah Riau dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Demikian disampaikan Manager Alobi Foundation Bangka Belitung, Endi Riadi, saat ditemui Bangkapos di Sekretariat Alobi Foundation, Jalan Kejaksaan, Kecamatan Taman Sari, Kota Pangkalpinang, Provinsi Babel, Kamis (13/11).
Endi mengatakan, data itu berasal dari kegiatan pengumpulan informasi yang dilakukan pihaknya bersama peneliti buaya internasional, Brendan Sidelow dari Charles Darwin University.
“Setelah dicek dari data global, interaksi negatif antara manusia dan buaya muara di Indonesia itu masuk tertinggi di dunia, dan tiga provinsi penyumbangnya adalah Riau, NTT, dan Bangka Belitung,” katanya.
Menurut Endi, akar persoalan tersebut sangat jelas, yakni kerusakan habitat masif akibat pertambangan ilegal.
“Seluruh kasus evakuasi buaya yang kami tangani hampir selalu dekat area tambang atau bekas tambang. Habitat mereka rusak, mereka pindah, tersingkir, lalu bertemu manusia. Itu yang memicu agresivitas,” jelas Endi.
Tidak hanya itu, Endi menyebut data Alobi dalam dua tahun terakhir menyimpulkan rata-rata satu orang meninggal setiap bulan akibat serangan buaya, sementara korban luka mencapai puluhan.
“Itu data yang tercatat saja. Kita yakin jumlah sebenarnya lebih banyak, karena banyak yang tidak dilaporkan,” jelasnya.
Meski begitu, ia menilai jumlah konflik tidak bisa hanya dilihat dari data serangan, tetapi juga dari intensitas kerusakan habitat.
“Dulu kita jarang dengar buaya masuk laut, sekarang sering. Dulu jarang dengar konflik, sekarang hampir tiap bulan. Ini semua dampak kerusakan habitat yang masif,” ujarnya.
Endi mengatakan, pemerintah dan lembaga terkait sebenarnya sudah membentuk Satgas TSL (Tumbuhan dan Satwa Liar) melalui SK Gubernur, yang melibatkan berbagai instansi mulai dari DLH, BKSDA, KKP, BPBD hingga Damkar.
“Satgas ini sebenarnya ada, tapi belum berjalan. Kami sedang upayakan diaktifkan menjadi tim khusus yang memang fokus menangani evakuasi satwa liar, termasuk buaya, karena kasusnya sangat banyak,” katanya.
Melanggar aturan
Lebih lanjut, Endi mengaku pihaknya turut menerima laporan ditemukannya dua buaya mati di aliran Sungai Jerambah Gantung pada 8 dan 9 November lalu. Laporan itu diperoleh dari pihak kelurahan setempat.
Menurut Endi, dugaan sementara dua buaya tersebut sengaja dibunuh menggunakan pancing berumpan racun. Tindakan tersebut, katanya, tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mengancam keseimbangan ekosistem.
“Memang dalam dua hari itu ditemukan dua ekor buaya yang diduga sengaja dibunuh karena menggunakan pancing dan umpannya sepertinya diracuni. Itu jelas mengakibatkan kematian pada buaya, dan secara konservasi itu tidak boleh sama sekali,” tegas Endi.
Ia menjelaskan, buaya memang predator dan berpotensi melukai manusia, namun habitat asli mereka telah ada jauh sebelum aktivitas manusia berkembang.
“Kalau bicara habitat, apalagi di kawasan Gantung dan sekitarnya, itu memang dari zaman dulu habitatnya buaya. Seharusnya tidak boleh ditangkap, apalagi diburu atau dibunuh,” ujarnya.
Endi menjelaskan bahwa selama ini buaya muara (Crocodylus porosus) merupakan satwa yang dilindungi. Namun, perubahan regulasi sejak 2024 membuat kewenangan pengelolaannya berpindah dari Kementerian Kehutanan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Sejak perubahan Undang-Undang tahun 2024, buaya itu kewenangannya pindah ke KKP. Selama ini kita tahu buaya muara dilindungi, tapi ada aturan baru yang menyebut perlindungannya terbatas. Ini masih harus kita konfirmasi lagi, karena jika benar hanya buaya dari Jawa dan Bali yang dilindungi, maka aturan ini perlu diperjelas,” kata Endi.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa terlepas apa pun status hukumnya, membunuh buaya tetap tidak dibenarkan dari sudut pandang konservasi.
“Dilindungi atau tidak, buaya tetap bagian penting dari ekosistem dan tidak boleh dibunuh,” katanya.
Diedukasi
Meski melanggar aturan, Endi berharap pelaku yang diduga membunuh dua buaya muara mendapat edukasi terkait hewan predator tersebut.
“Harusnya masyarakat melapor, bukan membunuh. Karena bangkainya kalau dibiarkan itu mengundang buaya lain datang. Mereka bisa kanibal. Bau bangkai juga mencemari lingkungan. Makanya kemarin buaya 4 meter itu saya minta warga dan BPBD untuk kuburkan,” jelasnya.
Endi berharap masyarakat lebih memahami bahwa buaya bukan musuh, melainkan bagian dari ekosistem yang rusak akibat ulah manusia. Ia meminta kehati-hatian serta menghentikan praktik yang dapat memicu konflik.
“Jangan selalu salahkan buaya. Kita yang harus mawas diri. Selama habitat tidak rusak, buaya tidak akan menyerang. Semua berawal dari manusia, dan solusinya juga harus dari manusia,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, warga di sekitar Jembatan Jerambah Gantung menemukan dua bangkai buaya dalam dua hari berturut-turut. Buaya berukuran sekitar empat meter dan tiga meter itu ditemukan mengambang di lokasi yang berdekatan. Diduga binatang itu mati karena dipancing menggunakan umpan berisi racun.
Karena keterbatasan, dua bangkai buaya itu hanya diikat di pohon bakau di aliran Sungai Jerambah Gantung, sekitar satu kilometer dari Jembatan Jerambah Gantung. Satu dari bangkai tersebut terlepas dan hanyut ke hilir akibat derasnya arus. Bangkai buaya dibiarkan membusuk hingga pecah dan tenggelam dengan sendirinya. (x1)
berita bangka pos hari ini
diserang buaya
diterkam buaya
Bangka Belitung
Eksklusif
Multiangle
MultiangleLokal
| Masyarakat Bertahun-tahun Berteman dengan Buaya, Tak Pernah Menyerang saat Memancing |
|
|---|
| Selama Dua Pekan Petani di Desa Rias Diserang Hama Patek Secara Beruntun hingga Merugi |
|
|---|
| Kades Kaget 42 Ton BBM Subsidi Ditimbun di Bukit Mang Kadir Belinyu, Lima Orang Ditahan Polisi |
|
|---|
| Pelarian Mantan Wakil Ketua DPRD Babel Berakhir di Kafe, Dedy Diciduk saat Asyik Ngopi |
|
|---|
| Polda Babel Gerebek Gudang Pengoplosan Gas Bersubsidi, Raup Rp100 Ribu per Tabung |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/Kondisi-jenazah-korban-diterkam-buaya-sungai-pelaben-tak-utuh-lagi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.