Dana Mengendap di Bank

Menkeu Purbaya soal Dana Mengendap Rp 234 Triliun: Tanya Saja ke Bank Sentral

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap data 15 pemda mengendapkan dana APBD sebesar Rp 234 triliun di bank bersumber dari bank sentral.

|
Editor: Fitriadi
Instagram @purbayayudhi_official
DANA MENGENDAP DI BANK - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap data pemda mengendapkan dana APBD sebesar Rp 234 triliun di bank bersumber dari bank sentral. 

BANGKAPOS.COM - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap data  pemda mengendapkan dana APBD sebesar Rp 234 triliun di bank bersumber dari bank sentral.

Menurutnya, data tersebut bukan hasil perhitungan internal Kementerian Keuangan.

Purbaya lantas menduga Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dibohongi bawahannya terkait bantahan adanya dana Pemprov Jabar Rp 4,1 triliun yang mengendap di bank.

Baca juga: Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Buka-bukaan soal Dana Mengendap di Bank

“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia, loh. Karena itu laporan dari perbankan. Data pemerintah, sekian, sekian, sekian,” ujar Purbaya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa (21/10/2025), dikutip Bangkapos.com dari Kompas.com.

Bank sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI). Fungsi utamanya adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, yang meliputi kestabilan nilai terhadap barang dan jasa (inflasi) serta terhadap mata uang negara lain (nilai tukar).

Purbaya menepis tudingan bahwa dirinya menuding langsung Pemprov Jawa Barat.

Baca juga: DPRD Babel Telusuri Dana Rp2,1 Triliun Mengendap di Bank, Pemprov Bantah, BI Ikut Bingung

Ia mengatakan, data mengenai dana APBD yang mengendap di bank sebelumnya juga telah disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah.

“Dia hanya tahu Jabar saja, kan. Saya enggak pernah sebut data Jabar. Kalau mau periksa, ya periksa saja sendiri di sistem monitoring BI. Itu laporan dari perbankan yang masuk secara rutin,” kata Purbaya.

Pernyataan Purbaya ini dilontarkannya tidak lama setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menantangnya untuk membuka secara terperinci APBD Jabar yang disebut mengendap di bank sebesar Rp 4,1 triliun dalam bentuk deposito.

Dedi Mulyadi Bantah Dana Rp 4,1 Triliun Mengendap di Bank

Dedi Mulyadi tegas membantah tudingan tersebut. Ia menyebutkan, tidak ada dana APBD yang disimpan dalam bentuk deposito dan menantang Purbaya untuk membuka data secara terbuka.

“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dalam keterangan tertulis, Senin (20/10/2025).

Menurut Dedi, tudingan bahwa semua daerah menahan belanja dan menimbun uang di bank tidak berdasar.

Ia memastikan bahwa Pemprov Jabar justru mempercepat realisasi belanja publik agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.

“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi yang jumlahnya sangat banyak ini, pasti ada yang bisa melakukan pengelolaan keuangan dengan baik… bisa jadi juga ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan keuangan daerahnya dengan baik,” ujarnya.

Dedi mengaku sudah mengecek langsung ke Bank Jabar Banten (BJB) untuk memastikan tudingan itu tidak benar.

"Saya bolak-balik ke BJB nanyain, kumpulin staf, marahin staf, ternyata tidak ada. Dibuka di dokumen kas daerah juga tidak ada," ucapnya dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Selasa (21/10/2025).

"Jadi, kalau ada yang menyatakan uang Rp 4,1 triliun yang tersimpan dalam bentuk deposito, serahin datanya ke saya," ucap Dedi.

Dedi menyebutkan, seluruh dana yang tersimpan di BJB sebesar Rp 2,4 triliun berada dalam rekening giro untuk membiayai proyek-proyek pembangunan infrastruktur Jawa Barat, mulai dari jalan, jembatan, irigasi, ruang kelas baru, hingga rumah sakit.

Bahkan, ia mengancam akan memberhentikan pejabat Pemprov yang diam-diam membuat sertifikat deposito tanpa sepengetahuannya.

Dedi menegaskan, Pemprov Jabar siap diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk membuktikan tidak adanya deposito.

"Kami Pemerintah Provinsi Jawa Barat terbuka untuk memeriksa kas daerah kami. Kas daerah itu biasanya sudah diperiksa oleh BPK. Untuk itu, dipersilakan Badan Pemeriksa Keuangan," kata Dedi. 
Ia menilai keterbukaan adalah bentuk tanggung jawab moral pemerintah daerah untuk menjaga kepercayaan publik terhadap tata kelola keuangan negara.

"Ini bagian dari upaya membangun keterbukaan publik terhadap pengelolaan keuangan negara, keuangan daerah yang harus betul-betul bermanfaat bagi kepentingan daerah, tidak disimpan menjadi deposito yang diambil bunganya," tegasnya.

Dedi pun menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa uang rakyat di Jawa Barat digunakan sepenuhnya untuk pembangunan, bukan untuk “mengendap” di bank.

Pemprov Babel Minta Klarifikasi BI

Pemerintah Provinsi Bangka Belitung menegaskan tidak memiliki simpanan uang Rp 2,10 triliun di kas daerah yang berada bank.

"APBD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2025 cuma sebesar Rp 2,3 triliun di antaranya, sudah terealiasi sebesar 60 persen dan selisih pendapatan dengan belanja sebesar 11,45 persen dari total belanja daerah atau sekitar Rp 200 miliar," kata Kepala Bakuda Provinsi Bangka Belitung, Haris dalam pernyataan terbarunya pada Rabu (22/10/2025).

Bantahan Haris ini merespon pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyebut ada dana Pemprov Bangka Belitung yang tersimpan di bak sebesar Rp 2,1 triliun.

Haris sebagai bendahara umum daerah Provinsi Bangka Belitung sudah mengirimkan surat resmi ke Bank Indonesia perwakilan Bangka Belitung, untuk meminta data klarifikasi terkait data yang disampaikan Menteri Keuangan.

"Kita juga belum mendapatkan penjelasan secara rinci baik dari BI Perwakilan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, maupun dari DJPK Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengenai uang Rp 2,10 triliun tersebut," kata Haris.

Haris memastikan Pemprov Bangka Belitung terbuka bagi semua masyarakat untuk mengakses APBD Babel.

"Semua disampaikan secara terbuka dalam rapat paripurna di DPRD sehingga tidak ada yang ditutupi, dan setiap tahunnya secara berkala APBD diaudit oleh internal dan BPK RI," tegasnya.

Haris menjelaskan, anggaran daerah sebagaimana tercantum dalam APBD terdiri dari tiga bagian besar, yaitu anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan daerah.

Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui, sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan.

Belanja daerah adalah semua kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih, dalam periode tahun anggaran berkenaan.

Sedangkan pembiayaan daerah adalah  setiap penerimaan yang perlu dibayar  kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Haris mengungkapkan, total pendapatan daerah Bangka Belitung per 17 Oktober 2025 sudah terealisasi sebesar 70,54 persen dengan perincian PAD terealisasi sebesar 62,49 persen dan dana transfer terealisasi sebesar 76,29 persen.

"Dana transfer baik DAU, DBH maupun DAK terealisasi sesuai rencana. Pelambatan realisasi ada di PAD, hal ini karena ekonomi kita belum pulih sepenuhnya, namun Bakuda terutama untuk mengejar PAD dari sektor pajak daerah terus berusaha memberikan pelayanan terbaik melalui Samsat, gerai gerai Samsat termasuk samsat drive thru agar masyarakat terlayani dengan baik," jelasnya.

Haris juga mengungkap belanja daerah per 17 Oktober 2025 sudah terealisasi sebesar 59,09 persen, dari seluruh total belanja daerah.

Secara cash flow keuangan daerah, Haris mengatakan Pemprov Bangka Belitung masih aman karena selisih belanja dan pendapatan berada di angka positif yakni 11,45 persen, artinya sampai dengan hari ini belanja daerah dapat dibiayai dengan pendapatan daerah.

Haris mengatakan, untuk menyikapi penurunan Dana Transfer Umum (DTU) di tahun 2026 dan pelambatan realisasi PAD, Pemprov Bangka Belitung melakukan langkah-langkah antisipasi agar belanja di tahun 2025 bisa terbayarkan semuanya di tahun 2025 dan tidak meninggalkan hutang di tahun 2026.

"Melakukan penghematan terhadap belanja belanja yang tidak prioritas, seperti kegiatan-kegiatan serimonial. Melakukan penghematan belanja jasa kantor seperti listrik, air, telepon dan internet, alat-alat kerja, AC, komputer, printer termasuk lampu yang di dalam ruangan kerja akan dimatikan seluruhnya setelah pulang kerja, agar tidak ada pemborosan.

Untuk pembiayaan daerah, pembayaran pokok utang Pemprov Bangka Belitung tahun 2022 yang lalu pada PT SMI, alhamdulillah sudah lunas. Sedangkan untuk penyertaan modal ke PT Jamkrida, kita masih menunggu persetujuan DPRD," kata Haris. 

Daftar simpanan dana daerah di bank versi Menkeu

Sebelumnya, Kementerian Keuangan merilis 15 daerah yang paling banyak menyimpan dana di bank.

Total dana menganggur termasuk 15 Pemda tersebut sebanyak Rp 234 triliun.

Berikut daftar 15 Pemda yang paling banyak menyimpan dana di bank:

  • Provinsi DKI Jakarta Rp 14,6 triliun
  • Provinsi Jawa Timur Rp 6,8 triliun
  • Kota Banjar Baru Rp 5,1 triliun
  • Provinsi Kalimantan Utara Rp 4,7 triliun
  • Provinsi Jawa Barat Rp 4,1 triliun
  • Kabupaten Bojonegoro Rp 3,6 triliun
  • Kabupaten Kutai Barat Rp 3,2 triliun
  • Provinsi Sumatera Utara Rp 3,1 triliun
  • Kabupaten Kepulauan Talaud Rp 2,6 triliun
  • Kabupaten Mimika Rp 2,4 triliun
  • Kabupaten Badung Rp 2,2 triliun
  • Kabupaten Tanah Bumbu Rp 2,11 triliun
  • Provinsi Bangka Belitung Rp 2,10 triliun
  • Provinsi Jawa Tengah Rp 1,9 triliun
  • Kabupaten Balangan Rp 1,8 triliun.

(Kompas.com/Debrinata Rizky, Faqih Rohman Syafei) (Bangkapos.com/Rizky Irianda Pahlevy)

 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved