Dana Mengendap di Bank

Isu Dana Rp2,1 Triliun, Dosen Politik UBB Sebut Momentum Transparansi dan Komunikasi Publik

Pemerintah, DPRD, dan lembaga keuangan seperti Bank Indonesia tampaknya belum berada dalam satu irama komunikasi. Akibat...

IST/Ariandi.
Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, Ariandi A Zulkarnain. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Publik Kepulauan Bangka Belitung digemparkan oleh kabar bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Babel menyimpan dana sebesar Rp2,1 triliun di rekening bank, Selasa (21/10/2025). Informasi ini dengan cepat menyebar dan menimbulkan beragam spekulasi di masyarakat.

Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, Ariandi A Zulkarnain mengatakan, kasus ini memperlihatkan, bagaimana perbedaan data dan waktu pencatatan bisa berubah menjadi isu politik yang besar. 

"Pemerintah, DPRD, dan lembaga keuangan seperti Bank Indonesia tampaknya belum berada dalam satu irama komunikasi. Akibatnya, masyarakat kebingungan, dan ruang publik diisi dengan tafsir yang beragam," ujar Ariandi.

Ariandi mengatakan, hal inilah yang sering terjadi ketika pemerintah lemah dalam menjelaskan isu yang sebenarnya teknis, justru berkembang menjadi polemik yang bersifat politis.

"Masalahnya bukan hanya soal uang yang mengendap, tapi soal bagaimana pemerintah menyampaikan pesan kepada publik. Dalam pengelolaan keuangan, data memang penting, tapi cara menjelaskannya jauh lebih menentukan," tuturnya.

Pihaknya mengatakan Pemerintah daerah seharusnya memanfaatkan momen ini, untuk memperkuat transparansi dan komunikasi publik.

Langkah pertama, duduk bersama dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia untuk menyampaikan klarifikasi resmi yang seragam.

Baca juga: Dana Mengendap, Ekonomi Melambat Jadi Tantangan Fiskal Bangka Belitung

"Publik perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi, bukan sekadar mendengar versi yang berbeda-beda," katanya.

Kedua, Pemprov bisa mulai menjelaskan kepada masyarakat bahwa saldo kas daerah tidak otomatis berarti dana “menganggur”, karena ada mekanisme waktu dan tahap pencairan anggaran yang harus dipatuhi. 

"Dan yang paling penting, buka data keuangan secara rutin agar masyarakat dapat ikut mengawasi. Keterbukaan seperti ini bukan hanya meredakan polemik, tetapi juga memperkuat kepercayaan," jelasnya.

Ariandi melihat peristiwa ini bukan sekadar problem komunikasi, melainkan ujian bagi tata kelola pemerintahan. 

"Dalam politik, persepsi sering kali lebih kuat dari fakta. Ketika publik merasa tidak diberi informasi yang jelas, kepercayaan bisa runtuh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan untuk membangun kembali reputasi," bebernya.

Dengan kondisi tersebut pemerintah perlu belajar, bahwa di tengah era digital ini, diam sama berisikonya dengan salah bicara. 

"Kasus dana “mengendap” ini memberi pelajaran penting bahwa kepercayaan tidak dibangun dari banyaknya uang yang dikelola, melainkan dari keterbukaan dan kesediaan untuk menjelaskan dengan jujur. Pemerintah perlu mengelola isu ini dengan tenang, terbuka, dan terkoordinasi," ungkapnya. (Bangkapos.com/Rizky Irianda Pahlevy)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved