Menunya Tak Bau, 6 Jam Kemudian Nazwa Siswi SMP Lembang Muntah-muntah
Nazwa menyebut makanan MBG yang ia santap tidak berbau dan rasanya tidak berubah. Gejala mual pusing dan muntah baru terasa enam jam kemudian.
Ringkasan Berita:
BANGKAPOS.COM - Nazwa, siswa kelas IX SMP Negeri 4 Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat awalnya merasa perutnya mual dan kepala pusing.
Lama kelamaan perutnya sakit lalu disusul muntah-muntah. Nazwa kemudian dibawa ke RSUD Lembang untuk menjalani perawatan medis.
Kejadian itu mulai dirasakan Nazwa sore hari sekitar pukul 16.30 WIB pada Selasa (28/10/2025)
Pagi harinya sekitar pukul 10.00 WIB, Nazwa bersama teman di sekolahnya menyantap menu hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG).
Selain Nazwa, lebih dari 100 siswa di Desa Cibodas Kecamatan Lembang mengalami gejala yang sama sehingga dirawat di rumah sakit pada hari Selasa itu.
Korbannya adalah siswa dengan berbagai jenjang, mulai SD, SMP, hingga SMK.
Ada empat titik penanganan korban keracunan MBG tersebut, yakni Puskesmas Cibodas, Klinik Sespim Polri, RSUD Lembang, dan Posko Desa Cibodas.
Nazwa mengungkap menu MBG yang mereka santap di kelas yang diduga menjadi penyebab keracunan massal.
Nazwa awalnya menganggap menu yang dihidangkan pagi itu baik-baik saja.
Ia dan teman-temannya menyantap makanan berupa berupa nasi, rolade, buah lengkeng, sayur, dan tempe goreng.
"Nasi, sayuran, rolade, tempe goreng, sama lengkeng, dimakan, habis," kata Nazwa saat ditemui di RSUD Lembang, Rabu (29/10/2025), dikutip dari TribunJabari.id.
Nazwa mengaku tidak ada yang aneh dari menu MBG yang ia makan.
Ia menyebut makanan itu tak berbau dan rasanya tidak berubah.
"Tidak (berbau), biasa saja, makanya habis," ujarnya.
Ia menghabiskan makanan MBG pada sekitar pukul 10.00 WIB.
Enam jam kemudian, dia mulai merasakan gejala keracunan makanan seperti mual dan pusing.
"Mulai kerasa jam setengah lima," ucapnya.
Nazwa adalah satu dari belasan siswa korban keracunan MBG di Cibodas yang masih dirawat di RSUD Lembang.
Dirut RSUD Lembang Muhammad Hidayat mengatakan ada 19 pasien korban MBG yang masih menjalani perawatan di RSUD Lembang.
Mereka terdiri atas 18 orang siswa dan satu orang tua.
"Per pagi ini jam delapan, jumlah pasien yang berkunjung akibat keracunan makanan sekitar 21 orang, yang dirawat 19 orang," kata Hidayat di RSUD Lembang, Rabu.
Jumlah Korban MBG di Cibodas
Sebanyak 133 orang menjadi korban keracunan MBG di Desa Cibodas.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Bandung Barat Lia N. Sukandar mengatakan per tadi pagi sebanyak 30 korban masih dirawat di sejumlah fasilitas kesehatan (faskes).
"Data per jam 7 tadi pagi, korban diduga keracunan MBG ada 133 orang. Sebanyak 103 sudah pulang dan 30 masih dirawat," katanya, Rabu.
Ada empat titik penangan korban keracunan, yaitu di Puskesmas Cibodas, Klinik Sespim Polri, RSUD Lembang, dan Posko Desa Cibodas.
"Di posko desa sudah kosong, paling banyak dirawat di RSUD Lembang," ungkapnya.
Korban dalam peristiwa ini adalah siswa dari berbagai jenjang, mulai SD, SMP, hingga SMK.
Mereka mengalami gejala seperti mual, pusing, sakit perut, dan muntah setelah menyantap makanan MBG di sekolah.
Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan tim khusus diterjunkan untuk mencari tahu penyebab serta membuat kajian lebih lanjut untuk antisipasi ke depan.
“(BGN) Kami sedang turunkan tim untuk mengkaji khusus kejadian di Kabupaten Bandung Barat untuk mitigasi dan antisipasi selanjutnya,” tutur Dadan melalui pesan tertulis kepada Tribunnews.com, Rabu (29/10/2025).
Kejadian keracunan MBG di Desa Cibodas ini bukan kasus pertama di Kabupaten Bandung Barat.
Tercatat ada enam kasus keracunan selama dua bulan terakhir yang terjadi di 5 kecamatan yaitu Kecamatan Cipongkor, Cihampelas, Cisarua, Padalarang dan Lembang.
Bahkan pada September lalu, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) karena keracunan menimpa lebih dari 1.000an siswa.
BGN) bakal memberikan sanksi tegas pada Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) yang memasak Makanan Bergizi Gratis (MBG) di bawah jam 12 malam.
Jika ada SPPG yang terbukti maka dapur MBG tersebut terancam ditutup.
Wakil Menteri BGN Nanik S Deyang mengatakan, aturan tersebut bakal tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola MBG yang kini tengah dirampungkan pemerintah.
“Kalau ada yang memasak jam 10 malam itu adalah hal yang salah. Dan itu nanti ini akan masuk dalam Perpres bagian dari tata kelola bahwa tidak boleh memasak makanan MBG di bawah jam 12 malam,” ujar dia dalam kegiatan di ANTARA Heritage, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).
Ia menjelaskan terkait tenaga kerja di dapur MBG dibagi dalam 3 giliran (shift).
Pertama, masuk jam 4 sore adalah tim persiapan.
Lalu disambung dengan tim dapur. Mereka akan mulai masuk sekitar jam 12 malam hingga jam 1 malam.
Kemudian, tim jam 4 dini hari untuk pemorsian dan packing makanan.
“Terakhir ada tim jam 3 sore sebagai tim pencuci ompreng. Makanya di setiap dapur MBG itu ada 47 karyawan,” jelas Nanik.
Nanik menyinggung, banyaknya kasus keracunan MBG disinyalir karena ketidakpatuhan SPPG pada petunjuk teknis (juknis) yang sudah ditetapkan.
“Kalau berdasarkan Perpres SPPG melanggar maka SPPG itu bisa ditutup atau diambil tindakan paling enggak diperingatkan,” ungkap dia.
SPPG dalam program MBG dilarang memasak sebelum pukul 12 malam.
Aturan ini ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menjaga kualitas dan keamanan makanan yang disajikan.
Aturan Waktu Memasak SPPG
Larangan memasak sebelum pukul 12 malam: SPPG tidak boleh memulai proses memasak menu MBG sebelum tengah malam. Hal ini bertujuan untuk mencegah makanan basi, menjaga higienitas, dan menghindari kelelahan tenaga kerja.
Pembagian shift kerja: SPPG dibagi menjadi tiga shift agar proses memasak dan distribusi berjalan efisien dan sesuai standar.
Jumlah porsi yang dimasak:
-Maksimal 2.000 porsi per hari untuk anak sekolah
-Bisa ditambah menjadi 2.500 porsi jika mencakup ibu hamil, menyusui, dan balita
-Jika ada juru masak bersertifikat, boleh sampai 3.000 porsi
Aturan ini akan dimasukkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang tata kelola MBG, yang sedang disiapkan oleh pemerintah untuk memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap SPPG
Pakar Sebut Bukan Hanya Masalah Dapur, Tapi Kegagalan Sistemik
Kasus keracunan makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali terjadi di sejumlah daerah.
Setiap kali muncul, publik bertanya hal sama, mengapa hal seperti ini bisa terus berulang?
Ahli epidemiologi dan pakar kebijakan kesehatan, Dr. Dicky Budiman, menilai persoalan ini bukan soal kelalaian sesaat di dapur, melainkan masalah mendasar dalam sistem tata kelola pangan nasional.
Menurut Dicky, berulangnya kasus keracunan program MBG mencerminkan kegagalan sistemik di sepanjang rantai pasok pangan.
“Ini intinya bukan satu faktor tunggal, melainkan kegagalan sistemik di sepanjang rantai pasok pangan,” tegas Dicky pada Tribunnews, Rabu (29/10/2025).
Ia menjelaskan, akar masalah dimulai dari tata kelola dan governance yang lemah.
Penunjukan vendor tidak transparan, pengawasan masih parsial, serta minim akuntabilitas independen.
Selain itu, tekanan biaya dan pengadaan bahan makanan murah membuat sanitasi diabaikan.
Dicky menyebut, banyak dapur penyedia makanan program MBG belum memiliki standar kebersihan (hygiene) dan sertifikasi sanitasi yang memadai.
Fasilitas air bersih, alat cuci, penyimpanan suhu aman, hingga pelatihan teknis juru masak masih jauh dari standar.
“Kalau dapur belum punya sertifikat laik hygiene dan sanitasi, itu artinya tidak ada jaminan minimum terhadap keamanan pangan. Ini bahaya,” kata Dicky menegaskan.
Selain itu, sistem pelaporan dan traceability (penelusuran bahan baku) yang lemah membuat sulit mencari sumber keracunan saat insiden terjadi.
“Respons epidemiologis kita lambat, investigasi insiden terhambat, pola penyebab tidak terekam, dan perbaikan tidak sistemik,” jelasnya.
Untuk menghentikan rantai kejadian ini, Dicky menilai pemerintah harus berani melakukan transformasi sistem pengendalian risiko, bukan hanya menegur juru masak atau vendor.
Ia menegaskan, perlu dibangun culture of safety di seluruh lini.
Artinya, pengawasan, sanksi, pelatihan, hingga sistem pelaporan harus berjalan transparan dan berkelanjutan.
“Kalau kita bicara zero accident, itu sulit dan tidak realistis. Tapi zero preventable incident, itu sangat mungkin dicapai dengan sistem yang kuat,” tegasnya.
Dicky mencontohkan, Jepang melalui program makan sekolah Kyuushoku berhasil menekan insiden pangan berkat sistem terintegrasi.
Begitu pula Brazil dan negara-negara Nordik yang mengedepankan kualitas gizi dan pengawasan ketat.
Namun, ia menekankan bahwa Indonesia perlu adaptasi lokal yang sesuai kapasitas sumber daya dan budaya setempat.
“Tidak ada model tunggal yang sempurna, tapi yang pasti kita harus berani berubah. Karena kesehatan anak bangsa tidak bisa dijadikan eksperimen,” tutup Dicky.
(TribunJabar.id/Rahmat Kurniawan/Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi, Rina Ayu Panca Rini)
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id
https://jabar.tribunnews.com/metro-bandung/1152722/menu-mbg-di-cibodas-bandung-barat-yang-antarkan-nazwa-terbaring-lemas-di-rsud-lembang.
| Baznas RI Dorong Pesantren dan UMKM Binaan Pasok Bahan Pangan Program MBG |   | 
|---|
| Pemkot Pangkalpinang Pastikan Dukung Penuh Ketersediaan Bahan Pokok Program Makanan Bergizi Gratis |   | 
|---|
| Kabupaten Bangka Bakal Punya 32 SPPG, Ketua HAKLI Babel Ingatkan Pentingnya Miliki SLHS |   | 
|---|
| Polda Babel Jadi Contoh Dukungan Nyata Program Makan Bergizi Gratis Presiden Prabowo |   | 
|---|
| Program Makan Bergizi Gratis Berlanjut, Ferry Afrianto: Babel Butuh 140 SPPG |   | 
|---|


 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.