Siapa Bonatua Silalahi, yang Meneliti Ijazah Jokowi Tapi Akui Dapat Data Sampah: Gak Jelas Sumbernya
Bonatua menyebut dokumen-dokumen yang ia kumpulkan justru tidak dapat diuji secara akademik.
Penulis: Vigestha Repit Dwi Yarda | Editor: Evan Saputra
Ringkasan Berita:
- Bonatua Silalahi yang melakukan penelitian terkait ijazah Jokowi Namun ia mengaku justru dapat data sampah
- Bonatua membeberkan alasan dirinya mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK)
- Dalam rangka penelitiannya, Bonatua mengaku telah mengumpulkan sejumlah salinan ijazah yang dilegalisasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
BANGKAPOS.COM -- Siapa Bonatua Silalahi yang melakukan penelitian terkait ijazah Jokowi.
Namun ia mengaku justru dapat data sampah.
Bonatua membeberkan alasan dirinya mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Langkah ini berkaitan erat dengan penelitian yang tengah ia lakukan mengenai dokumen ijazah milik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Baca juga: 11 Bulan Tak Cair, Guru TK Swasta Bangka Barat Mengadu ke DPRD Minta Kepastian Gaji
Dalam rangka penelitiannya, Bonatua mengaku telah mengumpulkan sejumlah salinan ijazah yang dilegalisasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia menyebut bahwa dokumen tersebut ia dapatkan dari berbagai periode.
“Seorang peneliti itu harus menguji data, jadi data yang saya peroleh itu harus data primer. Jadi saya mengumpulkan benar, saya mengumpulkan beberapa fotokopi ijazah legalisir baik dari KPU ada 2014-2019 dari KPUD DKI 2012 dan dari Solo juga ada tim yang ngasih 2005-2010,” ujar Bonatua di kawasan MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025), melansir dari Tribunnews.
Namun, temuan awal itu ternyata tidak membantu proses penelitian.
Bonatua menyebut dokumen-dokumen yang ia kumpulkan justru tidak dapat diuji secara akademik.
“Namun data ini secara penelitian ini data sampah. Maaf ya. Kenapa? Saya uji data ini ternyata tidak jelas sumbernya, tidak ada yang menghubungkan, mengkoneksikan data yang saya terima, yaitu fotokopi legalisir terhadap aslinya,” tegasnya.
Berangkat dari kendala tersebut, Bonatua kemudian menggugat Pasal 169 huruf R UU Pemilu, yang mengatur syarat pendidikan minimal bagi calon presiden dan wakil presiden, yakni lulusan SLTA atau sederajat.
Menurutnya, aturan tersebut tidak menyediakan mekanisme autentikasi ijazah asli yang menjadi fondasi dari syarat tersebut.
Kuasa hukum Bonatua, Abdul Gafur, menyatakan bahwa kliennya mengalami kerugian konstitusional karena tidak dapat memperoleh dokumen ijazah yang telah diverifikasi keasliannya.
“Yang dirugikan oleh Pak Bonatua dalam konteks kerugian konstitusional adalah Pak Bonatua tidak bisa mendapatkan dokumen ijazah Pak Joko Widodo yang sudah diverifikasi atau sudah dilakukan autentikasi untuk kepentingan penelitian,” jelasnya.
Dalam permohonan perkara 216/PUU-XXIII/2025, Bonatua meminta agar proses autentikasi ijazah diwajibkan bagi seluruh pejabat publik yang maju dalam Pilpres, Pemilu, maupun Pilkada.
Ia menilai bahwa ketentuan yang berlaku saat ini, di mana KPU hanya meminta fotokopi ijazah yang dilegalisasi, tidak cukup untuk memastikan validitas dokumen.
Menurut Bonatua, ketiadaan aturan mengenai verifikasi faktual, klarifikasi, atau autentikasi terhadap ijazah asli menimbulkan celah dalam proses seleksi kandidat.
Ia berharap uji materi ini dapat mendorong perbaikan sistem dan meningkatkan transparansi dalam proses pemilihan umum di Indonesia.
Sosok Bonatua Silalahi
Dr. Bonatua Silalahi, M.E., dikenal sebagai akademisi dan pengamat kebijakan publik yang konsisten menyuarakan pentingnya transparansi, akuntabilitas, serta pelestarian budaya.
Ia menempuh pendidikan hingga meraih gelar doktor dengan fokus kajian ekonomi dan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Keahliannya dalam bidang procurement membuatnya bergabung dengan Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI).
Ia juga mendirikan sebuah lembaga konsultasi berbasis riset kebijakan, yakni PT Konsultan Kebijakan Publik, yang berperan memberikan pendampingan mulai dari perencanaan, persiapan, hingga mitigasi risiko dalam skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Selain aktif di dunia kebijakan publik, Bonatua juga terlibat dalam diskursus budaya dan sejarah.
Ia menulis buku Kerajaan Batak sejak 1511: Geopolitik dan Perubahannya, sebuah karya yang mengulas sejarah Batak melalui sudut pandang geopolitik sekaligus sebagai bagian dari upaya memperkuat identitas budaya.
Salah satu karya ilmiahnya mengenai implementasi kebijakan pengadaan pemerintah bahkan diterbitkan oleh penerbit internasional, menandai kontribusinya dalam percakapan akademik tingkat global.
Dalam ruang publik, Bonatua kerap muncul dengan pandangan kritis terhadap isu-isu nasional.
Pada 2025, misalnya, ia bersama Roy Suryo berhasil memperoleh salinan resmi ijazah Presiden Joko Widodo dari KPU setelah sebelumnya mempertanyakan transparansi sejumlah lembaga negara.
Ia juga tercatat mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Provinsi Sumatera Utara, dengan alasan perlindungan warisan budaya Batak dan kepastian hukum batas wilayah. Langkah tersebut memperlihatkan komitmennya tidak hanya pada isu tata kelola negara, tetapi juga pada identitas masyarakat adat.
Kasus permintaan salinan ijazah Presiden Joko Widodo yang diinisiasi Bonatua turut membuka kembali perdebatan publik mengenai hak akses informasi dan batasan kerahasiaan dokumen negara.
Di satu sisi, prinsip keterbukaan menjadi fondasi demokrasi; namun di sisi lain, ada regulasi tertentu yang menetapkan batas demi menjaga privasi dan keamanan data.
Respons KPU yang sempat menggolongkan ijazah sebagai informasi rahasia lalu mencabut kebijakan itu setelah menuai kritik menunjukkan bahwa transparansi tetap menjadi tuntutan kuat masyarakat.
Keberhasilan Bonatua memperoleh salinan ijazah tersebut dapat dipandang sebagai preseden bahwa warga negara memiliki ruang untuk memperjuangkan hak atas informasi melalui jalur hukum yang tersedia.
Pada akhirnya, isu ini bukan hanya soal dokumen pendidikan semata, tetapi tentang bagaimana lembaga negara membangun kepercayaan publik melalui keterbukaan yang bertanggung jawab.
Dengan landasan akademis yang kuat, pengalaman profesional yang luas, serta konsistensinya dalam memperjuangkan tata kelola dan identitas budaya, Bonatua Silalahi tampil sebagai figur yang berada di persimpangan dunia kebijakan publik, akademisi, dan aktivisme sosial.
(Bangkapos.com/Tribunnews/Surya.co.id)
| Terindikasi Penyalahgunaan Pembelian Pertalite, 394 Ribu Kendaraan Diblokir |
|
|---|
| Nasib Yasika Anak Yasir Machmud Kuasai 41 Dapur MBG di Sulsel, Dasco Turun Tangan: Kita Tertibkan |
|
|---|
| Rekam Jejak Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho, Satu-satunya Jenderal Bintang 3 Non Akpol |
|
|---|
| AKBP Basuki Tinggal Bareng Dosen Untag DLL, Kini Ditahan Propam, Bantah Ada Hubungan Asmara |
|
|---|
| Siapa Sosok Cukong Tambang Ilegal di Babel Dibidik Jaksa Agung: Alat Berat Banyak dan Bagus-bagus |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20251017-bonatua-silalahi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.