Profil Ekiawan Heri Primayanto Terpidana Investasi Fiktif PT Taspen, Uang Rp300M-nya Dipamerkan KPK

Ekiawan Heri Primaryanto adalah terpidana kasus investasi fiktif di PT Taspen pemilik uang Rp300 M yang dipamerkan KPK tersebut.

Penulis: Dedy Qurniawan CC | Editor: Dedy Qurniawan
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
KASUS INVESTASI FIKTIF - Mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto setelah sidang perkara dugaan korupsi investasi fiktif PT Taspen (Persero) tahun anggaran 2019 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (12/9/2025). Nama Ekiawan Heri Primaryanto jadi sorotan tatkala  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan uang sitaan sebanyak Rp 300 miliar dari terpidana kasus korupsi dana PT Taspen di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025). Ekiawan Heri Primaryanto adalah terpidana kasus investasi fiktif di PT Taspen pemilik uang Rp300 M yang dipamerkan KPK tersebut. Dalam kasus ini, Ekiawan Heri Primayanto adalah Direktur PT Insight Investment Management yang dipidana melakukan korupsi dana tabungan hari tua ASN di Indonesia bersama Direktur Utama (Dirut) PT Taspen Antonius Kosasih. 

Selain pidana penjara, Kosasih juga divonis untuk membayarkan uang pengganti senilai Rp 29,152 miliar, 127.057 Dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 Dollar Singapura, 10.000 Euro, 1.470 Baht Thailand, 30 Poundsterling, 128.000 Yen Jepang, 500 Dollar Hong Kong, dan 1,262 juta Won Korea, serta Rp 2.877.000.

Jika uang pengganti ini tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah keputusan berkekuatan hukum tetap, harta dan aset Kosasih akan dirampas untuk negara dan dilelang untuk menutupi kerugian keuangan negara.

“Dan, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata Hakim Purwanto.

Dalam pertimbangannya, hakim meyakini perbuatan Kosasih bersama Ekiawan telah memenuhi unsur melawan hukum.

Hal ini terlihat dari beberapa aspek. Mulai dari penunjukkan PT Insight Investment Management (PT IIM) sebagai pengelola yang ditugaskan untuk melakukan investasi reksadana I-Next G2, dilakukan melalui mekanisme penunjukkan langsung tanpa melakukan tender.

Proses penjualan aset PT Taspen berupa sukuk ijarah SIAISA02 dan investasi dana Rp 1 triliun ke reksadana I-Next G2 melalui broker PT IIM, KB Valbury Sekuritas Indonesia, juga dinilai merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak didahului dengan kajian yang memadai.

Hakim menilai keputusan Kosasih untuk membeli reksadana berisiko dan tergesa-gesa.

“Seharusnya terdakwa memilih opsi yang paling aman, yaitu mengikuti proposal perdamaian yang sudah dijamin pengadilan, bukan malah menciptakan risiko baru melalui reksadana yang tidak jelas prospeknya,” kata Hakim Anggota Sunoto saat membacakan pertimbangan.

Perbuatan kedua terdakwa dinilai merugikan keuangan negara hingga Rp 1 triliun.

Untuk melakukan perbuatannya, terdakwa menggunakan modus operandi yang kompleks dan berlapis demi menyamarkan langkah mereka.

Adapun perbuatan para terdakwa juga menurunkan kepercayaan publik, terutama dari para pensiunan aparatur sipil negara (ASN) yang gajinya setiap bulan sudah dipotong untuk dana pensiun.

Hakim menilai perbuatan terdakwa juga melukai 4,8 juta pensiunan ASN yang terdaftar sebagai penerima manfaat Taspen.

Para penerima manfaat ini seharusnya dapat menggunakan dana tabungan mereka untuk membiayai kehidupan di masa tua.

Namun, dana ini justru disalahgunakan dan dikorupsi. 

Kedua terdakwa dinilai terbukti melanggar dakwaan primair JPU sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Kompas.com/Tribunnews.com)

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved