UU Antiterorisme Disahkan, Ini Devinisi Terorisme yang Disepakati Pemerintah dan DPR RI
Pemerintah dan DPR sepakat mengesahkan draf revisi RUU Antiterorisme menjadi undang-undang.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan DPR sepakat untuk segera mengesahkan draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) menjadi undang-undang.
Dalam rapat kerja pembahasan RUU Antiterorisme, seluruh fraksi di DPR bersama pemerintah telah menetapkan definisi terorisme yang selama ini menjadi perdebatan.
"Setelah kami pertimbangkan, akhirnya tim pemerintah sepakat bahwa kami menerima alternatif kedua," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5/2018) malam.
Baca: Dituntut Hukuman Mati, Terdakwa Kasus Terorisme Aman Abdurrahman Sebut Pemerintah Indonesia Kafir
Setelah disepakati, RUU Antiterorisme akan disampaikan dalam pembahasan tahap II Sidang Paripurna DPR untuk kemudian disahkan menjadi undang-undang hari ini, Jumat (25/5/2018).
Pemerintah sepakat dengan DPR mencantumkan motif politik, ideologi, dan gangguan keamanan dalam definisi terorisme.
Baca: Sebelum Bom Bunuh Diri Putranya Menangis 2 Kali di Masjid, Sang Ayah Berbisik Bersabar, Tuluslah
Adapun definisi tersebut berbunyi:
"Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan."
Sebelumnya, RUU Antiterorisme yang diajukan sejak 2016 lalu, pembahasannya sangat alot.
Terutama mengenai pelibatan TNI dalam menumpas aksi teror serta definisi terorisme.
Baca: Pengakuan 2 Teroris ke Kapolda Sumsel, Semua Orang Dianggap Kafir Kecuali Kelompoknya
Pembahasan definisi terorisme sangat alot karena pemerintah menginginkan tidak dimasukkannya frasa motif politik, ideologi, dan gangguan keamanan dalam definisi terorisme.
Namun, mayoritas fraksi di DPR menginginkan sebaliknya, yakni mencantumkan frasa tersebut dalam definisi.
Unsur Pembeda

Anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, frasa motif politik, ideologi dan gangguan keamanan dalam definisi merupakan unsur pembeda.
Dengan demikian, aparat penegak hukum bisa membedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana terorisme.
Baca: Ini Motif Pelaku Tega Habisi Nyawa Gadis Kecil dan Masukkan Jasadnya ke Dalam Karung Beras
"Terkait definisi, diperlukan adanya definisi agar memiliki pembeda yang jelas antara terorisme dengan pidana umum. Kami merasa perlu menambahkan frasa dalam definisi terorisme," kata Arsul.
Pada kesempatan yang sama, anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi Gerindra Wenny Warouw menilai definisi harus dibuat lebih jelas agar aparat penegak hukum dapat lebih hati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai teroris.
Oleh sebab itu, ia berharap tidak ada lagi korban yang salah tangkap.
"Ini menjadi pembeda antara tindak pidana biasa dan terorisme. Kami berharap tidak ada lagi korban yag salah tangkap. Kami setuju rancangan UU ini disahkan di rapat paripurna DPR RI," tuturnya.
Definisi Gangguan Keamanan
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan RUU Antiterorisme sudah mengakomodir keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme.
Revisi tersebut sudah sesuai dengan surat terbuka Panglima TNI kepada Pansus pada Januari lalu mengenai keinginan TNI dilibatkan dalam penanganan aksi teror.
Baca: Faye Malisorn Kirim Kode Keras, Ivan Gunawan Diminta Luangkan Waktu Jangan Sibuk Cari Duit Terus
"Ya itu masuk seperti yang saya sampaikan pada surat terbuka saya," kata Panglima usai rapat kerja pembahasan RUU Terorisme pada Kamis (24/5/2018) malam, dikutip dari Tribunnews.
Hadi mengatakan TNI bisa terlibat langsung, meski dalam definisi terorisme tidak dicantumkan gangguan keamanan negara, melainkan gangguan keamanan saja.
Menurutnya gangguan keamanan yang dimaksud dalam definisi terorisme tersebut termasuk gangguan keamanan negara yang mana TNI dapat terlibat untuk menanganinya.
"Konsiderannya sudah masuk di dalamnya itu adalah untuk keamanan negara, sudah ada. Nanti dalam penjabarannya di dalam peraturan presiden akan kita detailkan lagi di sana," katanya.
Baca: Real Madrid Lakukan 3 Ritual Khusus Jelang Bentrok Lawan Liverpool di Final Liga Champions
Menurut Panglima dalam revisi yang baru saja rampung, TNI lebih leluasa untuk turun langsung dalam penanggulangan terorisme.
Untuk mekanisme pelibatan TNI sendiri, nantinya akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).
"Lebih leluasa, iya, di dalam drafnya kita masukkan semuanya," kata dia. (Tribun Jatim/Ani Susanti)