Moeldoko Layak Dipecat dari Kepala Staf Presiden, Jika Manuver Politik Demokrat Tanpa Izin Jokowi
Tapi sebaliknya, lanjut Din, jika Moeldoko tidak meminta izin dan gerakan politiknya tidak diketahui Presiden Jokowi, maka ia layak dipecat.
Moeldoko Layak Dipecat dari Kepala Staf Presiden, Jika Manuver Politik Demokrat Tanpa Izin Jokowi
BANGKAPOS.COM - Tak sedikit respon yang datang terkait polemik di Partai Demokrat, hal ini terkait KLB yang terjadi.
Anggota Presidium KAMI, Din Syamsuddin menyebut Moeldoko layak dipecat dari jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
Din berpendapat bahwa gerakan politik yang dilakukan Moeldoko dengan menjadi ketua umum versi kongres luar biasa (KLB) kontra kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY), penting untuk diketahui apakah seizin Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Oknum PNS yang Tertangkap Mesum di Jalan Pelabuhan Ulee Lheue Dicambuk Sebanyak 20 Kali Hari Ini
Baca juga: Perbandingan Harta AHY dengan Moeldoko yang Sama-sama Ketua Umum Partai Demokrat
"Jika Presiden Joko Widodo mengizinkan atau memberi restu maka dapat dianggap Presiden telah mengintervensi sebuah partai politik dan merusak tatanan demokrasi," kata Din dalam keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).
Tapi sebaliknya, lanjut Din, jika Moeldoko tidak meminta izin dan gerakan politiknya tidak diketahui Presiden Jokowi, maka ia layak dipecat.
"Jika beliau (Jokowi) tidak pernah mengizinkan maka Jenderal (Purn) Moeldoko layak dipecat dari KSP karena merusak citra Presiden.
Dan jika dia memimpin partai politik maka akan mengganggu pelaksanaan tugasnya sebagai KSP," ucapnya.
Din menilai sikap yang harus ditunjukkan pemerintah adalah menolak KLB yang diadakan di Deli Serdang, Sumatera Utara tersebut.
Salah satu alasannya adalah karena KLB tersebut tidak berizin dan tidak sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat.
"Maka yang tepat dan terbaik bagi pemerintah adalah menolak keputusan KLB tersebut.
Jika pemerintah mengesahkan maka akan menjadi preseden buruk bagi pengembangan demokrasi Indonesia, dan menciptakan kegaduhan nasional," kata Din.
Sebagai informasi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut pemerintah akan menyelesaikan konflik di tubuh Partai Demokrat dengan pendekatan hukum.
Pendekatan hukum baru bisa dilakukan ketika KLB kubu Kontra AHY melaporkan hasil kegiatannya kepda Kemenkumham.
"Untuk kasus KLB atau klaim KLB Partai Demokrat di Deli Serdang itu, pemerintah akan menyelesaikan berdasar hukum," sebut Mahfud dalam keterangannya, Minggu (7/3/2021).
Mahfud melanjutkan bahwa penyelesaian masalah di Partai Demokrat akan berpegang pada AD/ART Partai Demokrat di tahun 2020 yang diakui pemerintah.
Untuk mengakhiri konflik, Mahfud menjelaskan bahwa pemerintah akan melakukan dua skenario pendekatan hukum.
Pertama, penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Kedua, pendekatan berdasarkan AD/ART yang tercatat terakhir diterima Kemenhumkan pada 2020.
Pemerintah menurut Mahfud juga masih mengakui AHY sebagai Ketum Partai Demokrat.
"Berdasar itu, maka juga yang menjadi ketua umum Partai Demokrat sampai saat ini adalah AHY," kata Mahfud.
AHY: Moeldoko Tidak Mencintai, tetapi Ingin Memiliki Partai Demokrat
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY) menyebut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko tidak mencintai Partai Demokrat, tetapi hanya ingin memilikinya.
Hal itu disampaikan AHY saat membuka rapat pimpinan yang diikuti oleh petinggi Partai Demokrat, Minggu (8/3/2021).
"Katanya Kepala KSP Moeldoko itu mencintai (Partai Demokrat), katanya. Ada yang mengatakan mencintai itu tidak harus memiliki, yang jelas KSP Moeldoko tidak mencintai tapi ingin memiliki Partai Demokrat," kata AHY, dikutip dari Tribunnews.com.
AHY mengatakan, jika memang ingin meninctai dan memiliki partai, maka sebenarnya cukup melakukan determinasi untuk membesarkan partai.
Menurut AHY, hal itulah yang sudah dilakukan oleh para tokoh dan pengurus partai yang setia pada kepemimpinannya saat ini.
"Kami yang ada di sini tidak kemana-mana saat Demokrat terpuruk.
Mereka mengatakan telah berkorban dan berjuang untuk Demokrat, padahal kenyataannya ketika kami berjuang mereka kemana," ujar AHY.
Dalam kesempatan itu, AHY juga menyindir sikap Moeldoko dan kubu kontra-AHY yang menggelar kongres luar biasa ( KLB) dan menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum.
Padahal, kata AHY, KLB yang digelar di Deli Serdang itu ilegal dan konstitusional karena penyelenggaraannya tidak sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat yang berlaku.
"Saya salut dengan saudara Moeldoko dan siapa pun yang seolah-olah legitimate dalam KLB tersebut menggunakan jaket Demokrat yang tidak menjadi haknya kemudian menyuarakan bahwa merekalah yang memiliki otoritas sekarang," kata dia.
Ia pun menegaskan, tidak ada anggota Partai Demokrat, baik dari Dewan Pimpinan Daerah atau Dewan Pimpinan Cabang, yang mengikuti KLB tersebut.
Oleh karena itu, AHY menilai KLB yang digelar oleh kubu kontra-AHY sebagai kegiatan ilegal.
"Tidak bisa masuk di akal sehat saya, tapi itulah mereka, itulah sikap dan perilaku mereka," ujar AHY.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jika Manuver Tanpa Izin Jokowi, Moeldoko Dinilai Din Syamsuddin Layak Dipecat",
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/pidato-perdana-moeldoko-usai-terpilih.jpg)