Berita Belitung

Ratusan Petani Sawit di Belitung dan Belitung Timur Unjuk Rasa, TBS Tak Laku Rugi Puluhan Juta

Kebijakan pemerintah mengenai pelarangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) membuat para petani sawit di daerah merana.

Penulis: Nurhayati CC | Editor: nurhayati
Posbelitung.co/Adelina
Aksi demo petani sawit di halaman Kantor Bupati Belitung, Selasa (17/5/2022). 

BANGKAPOS.COM -- Kebijakan pemerintah mengenai pelarangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) membuat para petani sawit di daerah merana. Pasalnya kebijakan pemerintah tersebut membuat harga Tandan Buah Segar (TBS) anjlok.

Bahkan petani sawit merugi karena panen sawit mereka tidak laku dijual hingga banyak yang busuk akibat pabrik CPO tidak membeli dalam jumlah yang besar.

Seperti yang dialami para petani sawit di Belitung yang melakukan aksi unjuk rasa  di halaman Kantor Bupati Belitung, pada (17/5/2022) kemarin.

Dalam aksinya, mereka menyampaikan keluh kesah lantaran TBS sawit yang tak laku dijual setelah perusahaan tak membeli sawit masyarakat akibat penuhnya tangki penyimpanan crude palm oil (CPO). 

Petani sawit asal Desa Pelepak Pute Nyoman Surantara mengatakan TBS yang tidak dibeli perusahaan membuatnya harus merugi puluhan juta. Padahal saat ini sawit sudah memasuki masa panen. 

"Kemarin kami sudah panen 21 ton sekarang busuk. Itu (sawit yang membusuk) mau tidak mau dibakar atau dikubur. Kerugiannya kalau menurut harga sekarang Rp3.622 dikali 21 ton sekitar Rp76 juta," ungkap Nyoman Surantara.

Ia berharap agar perusahaan sawit kembali menerima sawit masyarakat juga harga sawit stabil. 

Tidak hanya itu, petani sawit asal Desa Aik Batu Buding, Jasmin mengatakan sebagai petani kecil, sawit menjadi penopang hidup ia dan keluarganya.

Maka ketika perusahaan tak membeli sawit masyarakat, ia pun kerepotan membeli kebutuhan sehari-hari.

"Jadi otomatis saya mulai repot anak mau sekolah, bensin, istri mau beli kebutuhan sehari-hari. Jadi saya pusing larangan ekspor, sawit tidak terjual, jadi mau dikemanakan. Sekarang ditelantarkan begitu saja, tidak ada pembeli," ucap Jasmin.

"Pemasukan tidak ada, makan tiap hari. Kondisi ini sebelum lebaran, (simpanan) pun menipis. Biaya perawatan (sawit) mahal," keluhnya.

Jasmin berharap pemerintah daerah baik kabupaten dan provinsi, sampai ke pemerintah pusat dapat membantu mengusahakan solusi terbaik bagi petani rakyat.

Kondisi yang sama terjadi juga di Kabupaten Belitung Timur. 

Ratusan orang berdemonstrasi di Halaman Kantor Bupati Belitung Timur, Selasa (17/5/2022) pagi.

Mereka mewakili para petani sawit yang ada di wilayah ini untuk melakukan aksi keprihatinan atas kebijakan pusat terhadap larangan ekspor CPO kelapa sawit.

Massa aksi datang dari Gantung, Kelapa Kampit, Dendang, dan sejumlah wilayah lainnya di Belitung Timur. Mereka mulai berdatangan pukul 10.00 WIB dan memulai aksinya pada pukul 10.30 WIB.

Mereka membawa beberapa spanduk yang menuliskan tuntutan-tuntutan mereka di hadapan Bupati Belitung Timur Burhanudin dan jajarannya.

Massa aksi juga membawa serta tiga truk tandon buah sawit yang dipajang sebagai latar aksi hari ini.

Puluhan polisi juga sudah berjaga di beberapa titik sekitar kantor bupati untuk mengamankan jalannya aksi demonstrasi.

Koordinator lapangan aksi demo ini Dwi Nanda Putra menuntut agar Burhanudin selaku kepala daerah menyampaikan aspirasi mereka kepada Presiden Joko Widodo agar mencabut kebijakan larangan ekspor.

Erwin, sapaan akrabnya, kebijakan ini menyusahkan petani di tingkat bawah.

Erwin menilai, imbas dari kebijakan tersebut banyak perusahaan kelapa sawit yang tidak menerima tandan buah sawit dari petani karena keterbatasan produksi perusahaan, termasuk di Belitung Timur.

"Kami juga menuntut agar bupati bisa menekan perusahaan kelapa sawit di Belitung Timur agar bisa menerima tandan buah sawit dari petani. Karena jika dibiarkan buah sawit akan busuk dan tidak bisa dijual," kata Erwin yang disambut tepuk tangan massa aksi.

Sementara itu di Belitung Timur Anggota Komisi II DPRD Belitung Timur itu juga mengatakan akan melakukan demonstrasi di depan kantornya sendiri untuk mendesak Ketua DPRD agar membuat rekomendasi kepada Bupati supaya bisa memfasilitasi tuntutan-tuntutan mereka.

"Secara garis besar aksi demonstrasi hari ini berjalan sukses dan lancar. Semoga kebijakan tersebut bisa segera dicabut Jokowi agar perekonomian masyarakat petani sawit bisa seperti sebelumnya," harap Erwin.

Suasana aksi demonstrasi yang dilakukan di Halaman Kantor Bupati Belitung Timur, Selasa (17/5/2022).
Suasana aksi demonstrasi yang dilakukan di Halaman Kantor Bupati Belitung Timur, Selasa (17/5/2022). (Posbelitung.co/Bryan Bimantoro)

Kirim Surat ke Pusat

Bupati Belitung Timur Burhanudin yang sejak awal sudah hadir dalam demonstrasi mengaku jauh sebelum adanya demonstrasi dia sudah melakukan pendekatan kepada orang di pusat.

Diantaranya, adalah mengirimkan surat kepada pusat agar kebijakan larangan ekspor CPO bisa dievaluasi.

Menurutnya dampak atas kebijakan itu tak hanya terjadi di Belitung Timur tapi juga di seluruh Indonesia karena kebijakan itu bersifat nasional.

Untuk itu, dia harap kepada para petani sawit supaya bersabar sambil menunggu jalan keluarnya dari pemerintah pusat.

"Dengan luasan Belitung Timur yang hanya 2.598 km² dan petani sawit yang kecil pasti ada imbasnya kepada perekonomian kita. Karena itu kami minta pada pemerintah pusat agar meninjau ulang kebijakan larangan ekspor ini," kata Burhanudin.

Terkait tuntutan menekan perusahaan agar membeli tandon buah sawit petani, Burhanudin menjelaskan perusahaan itu selama ini pasarnya ekspor sehingga adanya kebijakan ini membuat mereka stop berproduksi.

"Keadaan tangki mereka full saat ini karena biasanya mereka ekspor. Jadi mereka tidak menerima tandon buah sawit dari petani. Kami mengimbau kepada perusahaan agar bisa menerima tbs dari petani, walaupun terbatas. Saat ini baru satu perusahaan yang menerima," ungkap Burhanudin.

Dalam aksi tersebut juga Burhanudin sempat menunjukkan surat yang dia kirimkan kepada pemerintah pusat. 

Salah Perhitungan Teknis

Menangapi kondisi ini, Bupati Belitung Sahani Saleh mengatakan sudah mengetahui aspirasi para petani sawit melalui demo yang digelar di halaman Kantor Bupati Belitung, Selasa (17/5/2022).

Setelah menemui massa, kepada awak media pria yang akrab disapa Sanem ini mengatakan permasalahan sawit ini dikarenakan kesalahan perhitungan teknis akan kebutuhan minyak goreng dalam negeri. 

"Kemungkinan kemarin salah perhitungan teknis, Pak Jokowi niatnya untuk mencukupi (kebutuhan) dalam negeri karena ada subsidi pemerintah untuk minyak goreng. Ternyata ketika harga ekspor tinggi, dikirim ke sana (luar negeri), akibatnya tercecer urusan rakyat dalam hal minyak goreng ini," ucapnya. 

Menurut dia, saat ini membenahi permasalahan kelapa sawit menjadi sulit.

Ia pun mengibaratkan dengan bendungan jebol yang menjadi bencana, dari kesalahan penghitungan kebutuhan hingga merembet ke permasalahan lainnya termasuk berujung imbas terhadap petani sawit

Terkait aspirasi pencabutan aturan larangan ekspor, Bupati Belitung dua periode ini mengatakan akan menyampaikan hal tersebut ke pusat.

Apalagi permasalahan tersebut tak hanya dialami petani sawit di Belitung tapi juga seluruh Indonesia.

"Kami di daerah sesuai mekanisme akan menyampaikan ke pusat karena kami tidak punya kewenangan untuk mengatur harga dan ekspor-impor," ucapnya. 

Selain menuntut pencabutan larangan ekspor CPO, para petani juga menginginkan pemerintah membangun pabrik kelapa sawit (PKS) agar dapat menampung sawot hasil kebun rakyat.

Mengenai hal tersebut, menurut Sanem, selain persoalan membangun PKS pemerintah juga harus memikirkan tata niaga penyaluran sawit. 

"Makanya ada pihak swasta yang siap dan itu yang kita support, proses izin membangun itu kita kerja sama dengan swasta. Sekarang kami sudah memberikan rekomendasi ke dua perusahaan untuk membangun refinery, yang swasta, dalam rangka menampung sawit rakyat," ucapnya. 

Dia menambahkan, selama ini pemerintah selalu memberikan bantuan berupa bibit sawit kepada petani, namun tidak berpikir sampai hilirisasi produk sawit dari kebun rakyat. 

"Itu kelemahan di pemerintah, hanya memikirkan produksi tapi tidak memikirkan penjualan, jadi tidak berkelanjutan," sesal Sanem.

(Posbelitung.co/BryanBimantoro/Adelina Nurmalitasari) 

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved