Berita Pangkalpinang
Kisah Kehidupan Penghuni Rusunawa Pangkalpinang, Terpaksa Hutang Jika Belum Ada Uang
Langit Pangkalpinang, Rabu (29/6/2022) siang, terlihat lebih mendung dibanding sebelumnya. Matahari pun seolah tak menampilkan 'senyuman'.
Penulis: Andini Dwi Hasanah |
"Kalau rumah kontrakan di luar mahal, manalah cukup uang kami. Belum lagi kalau menunggak langsung diusir yang punya kontrakan. Kalau di sini (Rusunawa -red) kadang baru bisa bayar dua bulan dikasi toleransi sama yang ngurusin," ujar Nuraini saat ditemui Bangkapos.com, Rabu (29/6/2022).
Per bulan kata Nuraini ia membayar sewa Rusun sebesar Rp250 ribu. Harga itu masih terjangkau baginya dan sang suami.
"Kalau di sini sudah plus air, PLN tanggungan sendiri tergantung pemakaian. Coba kalau di luar masih belum air, belum PLN," sebutnya.
Setiap empat hari sekali sang suami menjual ikan. Rata-rata Rp300 ribu yang Nuraini kantongi hasil menjual ikan itu. Tapi tak setiap pergi melaut suami mendapatkan ikan, kadang tak ada hasil sama sekali.
"Kita ga bisa tentu, kadang kalau ada ikan dapat uangnya. Kalau pas ga ada ya bawa diri aja pulang ke rumah. Ngutang lagi di toko-toko, nanti kalau ada duit baru bayar," keluhnya.
Lorong-lorong kamar menjadi tempat lari-larian anak-anak kecil. Sambil mengibas jemuran yang tepejeng di depan kamar.
Di lorong sebelah, suara cekikikan terdengar. Rupanya lagi ada perkumpulan para ibu-ibu yang rata-rata suaminya berprofesi nelayan. Dua orang di antaranya sedang duduk di bangku kayu di depan rumah, dua orang lainnya memilih duduk di lantai lorong.
Satu di antara mereka bernama Kurnia (37). Sudah hampir dua tahun ia tinggal di Rusunawa, sebab harga kontrakan biasa mahal membuatnya dan suami memboyong kedua anak mereka tinggal di lantai satu Rusun itu.
Sewa Rp250 ribu per bulan menurutnya masih terjangkau, sesuai penghasilan sang suami sebagai nelayan. "Bayar Rp250 ribu aja kami kadang nunggak, apalagi mau bayar kontrakan yang lebih mahal, belum airnya, belum listrik pula," kata Kurnia berkeluh kesah, dalam dialeg khas Suku Bugis.
Baginya, semua penghuni kamar sudah seperti saudara, bahkan ia dan para ibu-ibu itu sudah memiliki grup perkumpulan ngaji bersama.
"Kalau ada ya makan sama-sama, sudah seperti keluarga semuanya di sini. Para suami kami pergi melaut, jadi seperti ini lah kerjaannya. Kadang main keluar kalau mau tapi jarang kalau malas turun," sebutnya.
Bahkan ada kamar hunian yang ruang tamunya disulap menjadi sebuah toko. Menjual beberapa kebutuhan pokok seperti, gula, garam, mie instan dan telur.
Dan tempat itu pula menjadi wadah penyelamat para keluarga nelayan itu saat ikan susah dicari. "Toko di sini lah yang terima utang, kalau ada jual ikan bayar. Kalau ga ada ikan ya ngutang dulu, beli beras, beli telur, macam-macam lah," katanya.
Paling tidak dalam sebulan ia mengantongi Rp1.500.000 hasil kerja sang suami menjual ikan. "Kalau semua sekarang mahal, mana cukup segitu. Tapi cukup tidak cukup segitu buktinya cukuplah untuk kami. Disyukuri aja lah, belum pula jajan anak-anak," katanya.
Kepala UPT Pengelola Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), Ary Kusmawati, Rabu (29/62022) menyebutkan, ada 150 kepala keluarga (KK), yang menempati Rusunawa.