Berita Pangkalpinang
Ternyata Ekspor CPO Macet Jadi Penyebab Anjloknya Harga TBS Kelapa Sawit, Begini Kata Mereka
Anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit akhir-akhir ini berimbas kepada para petani di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).
Penulis: Cici Nasya Nita |
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit akhir-akhir ini berimbas kepada para petani di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Imbas yang sama juga dirasakan oleh 59 perusaahaan sawit serta 25 pabrik kelapa sawit yang biasa membeli TBS sawit.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat, Joko Supriyono, Kamis (30/6/2022) menyebutkan, secara umum alasan perusahaaan mengurangi atau tak membeli TBS kelapa sawit.
"Sebenarnya saat ini masalahnya ekspor belum berjalan dengan lancar, karena itu tangkinya penuh, PKS kesulitan jual CPO (crude palm oil -red), karena tangki (menampung CPO) penuh. Maka mereka membatasi membeli TBS atau bahkan tutup, tidak beli TBS, akibat harga anjlok dan petani sulit menjual," ujar Joko usai melantik Ketua dan Pengurus Gapki Cabang Babel di Gedung Mahligai, hari ini.
Menurutnya perlu ada penyelesaian secara komprehensif dan pemerintah harusnya mempercepat ekspor CPO. "Kita minta pemerintah untuk percepat ekspor, sekarang izin yang dikeluarkan belum sesuai target. Dalam situasi ini beban ekspor dikurangi, sekarang terlalu berat, sekarang 488 US dolar per ton, dulu harga masih bagus, sekarang harga turun maka jadi beban," katanya.
Kata Joko, kemacetan ekspor ini karena imbas pelarangan ekspor yang terjadi beberapa waktu lalu, karena adanya perubahan teknis pengiriman saat hendak ekspor.
"Sekarang ini pasca pelarangan itu, ada dua hal. Pertama, perlu negoisasi tentang kapal atau mencari kapal. Kedua, pelaku ekspor itu menghadapi ketidakpastian, kalau normal itu ada penjadwalan ekspor," katanya.
"Misalnya saya bulan depan tanggal sekian itu jadwal ekspor, kapal sudah diatur dari sekarang, bahkan produksi belum diambil tapi udah kontrak. Kalau sekarang tidak, iya kalau keluar izinnya, sekarang izin keluar baru cari kapal dan negoisasi," tambahnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Provinsi Bangka Belitung, Dato H Ramli Sutanegara, Kamis (30/6/2022) menilai anjlok harga TBS sawit merupakan dampak ditutupnya keran ekspor beberapa waktu lalu.
"Dampak besar yang dilakukan pemerintah pusat terhadap penghentikan ekspor lalu boleh ekspor tapi urusan berbelit-belit, ini menimpa jajaran paling bawah adalah para petani. Mereka tidak bisa menjual sawit karena pabrik tidak menerima karena tangkinya penuh," katanya.
Katanya, hanya ada satu PKS di Bangka Belitung yang bisa ekspor yaitu PT Steelindo Wahana Perkasa (SWP), itu pun syarat yang berbelit-belit. "Jadi ini yang paling menderita adalah petani lah. Kondisi ini sudah hampir lima bulan," katanya.
Sementara itu pada hari yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat melantik ketua dan pengurus GAPKI Cabang Babel di Gedung Mahligai, Kamis (30/6/2022).
GAPKI sudah tersebar di 14 provinsi dari 17 provinsi yang menghasilkan kelapa sawit.
"Dengan GAPKI Bangka Belitung kita akan meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah provinsi, kabupaten agar permasalahan provinsi ini dapat diuraikan bersama dan diselesaikan bersama," tambah Joko Supriyono.
Dia menyebutkan bila permasalahan tak bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah maka akan disuarakan ke pemerintah pusat lewat GAPKI.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Provinsi Bangka Belitung Dato H Ramli Sutanegara mengatakan GAPKI sudah bergerak untuk mengantisipasi masalah harga TBS sawit yang anjlok.
Mereka sudah berdialog dengan pemda dan berharap pemerintah bisa mengambil keputusan yang bijak.
"Kalau pengurus baru GAPKI kerjanya adalah mengurus masalah kepentingan perusaahan sawit, bekerja sama dengan para petani dan pabrikan. Kita benahi dulu, apa yang sekarang ini agar lebih baik lagi," katanya. (Bangkapos.com/Cici Nasya Nita)
